Halaman

Kamis, 11 Juli 2013

Penjelasan Seputar Bid'ah

Defenisi Bid'ah

Bid'ah secara bahasa berarti sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Adapun bid'ah secara syara' adalah sesuatu yang baru yang tidak dikerjakan pada masa Rasulullah SAW dan tidak memiliki dalil sama sekali baik secara umum maupun secara khusus. Jadi, syarat untuk dapat disebut bid'ah ada dua, yaitu tidak dikerjakan pada masa Rasulullah SAW, dan tidak memiliki dalil sama sekali. Oleh karena itu, jika ada sesuatu yang baru ( tidak dikerjakan pada masa Rasulullah ) tetapi sesuatu itu masuk dalam kaidah umum syara', maka tidaklah disebut bid'ah.

Sebagai contoh, berjabatan tangan sesudah shalat, ini tidak dikerjakan pada masa Rasulullah, tetapi ini masuk dalam kaidah umum, yaitu disunnahkan berjabatan tangan sesama Muslim kapan saja. Imam al-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : Siapa saja ( orang beriman ) bertemu, lalu saling berjabatan tangan, maka dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum mereka berpisah. Di dalam hadits kita disunnahkan untuk berjabatan tangan secara umum, tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Oleh karena itu, mengapa kita harus melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, dab bahkan malah dianjurkan.

Hadis Keutamaan Meninggal Hari Jumat Dhaif?

Situs www.arrahma.com menurunkan artikel yang melemahkan hadits tentang keutamaan meninggal pada hari atau malam Jum'at bertepatan dengan kepergian UJE. http://www.arrahmah.com/kajian-islam/keutamaan-meninggal-pada-hari-jumat-atau-malam-jumat.html

Llalu, benarkah hadits tersebut dha'if ? Penilaian kami, hadits tersebut minimal hasan, dengan alasan:
 

 1. Inqitha' dalam sanad al-Tirmidzi yang disebabkan oleh Rabi'ah bin Saif yang tidak mendengar langsung dari Abdullah bin 'Amr telah terjawab dengan ucapan al-Tirmidzi bahwa Rabi'ah mendengarnya dari Abu 'Abdirrahman al-Hubuli dari 'Abdullah bin 'Amr, dan Abu 'Abdirrahman al-Hubuli adalah perawi yang tsiqah.
 

Bagaimana Sayyidina 'Umar bertarawih?

Dalam kitab yang sama "Fath al-Bari" (lagi buka kitab ini saja), disebutkan:
تَكْمِيلٌ
لَمْ يَقَعْ فِي هَذِهِ الرِّوَايَةِ عَدَدُ الرَّكَعَاتِ الَّتِي كَانَ يُصَلِّي بِهَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ
وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي ذَلِكَ
فَفِي الْمُوَطَّأِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّهَا إِحْدَى عَشْرَةَ وَرَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مِنْ وَجْهٍ آخر وَزَاد فِيهِ وَكَانُوا يقرؤون بِالْمِائَتَيْنِ وَيَقُومُونَ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ
وَرَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ الْمَرْوَزِيُّ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ فَقَالَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ
وَرَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ فَقَالَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ
وَرَوَى مَالِكٌ مِنْ طَرِيقِ يَزِيدَ بْنِ خُصَيْفَةَ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَهَذَا مَحْمُولٌ عَلَى غَيْرِ الْوِتْرِ
وَعَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ قَالَ كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ
وَرَوَى مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ مِنْ طَرِيقِ عَطَاءٍ قَالَ أَدْرَكْتُهُمْ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَثَلَاثَ رَكَعَاتِ الْوِتْرَ

وَالْجَمْعُ بَيْنَ هَذِهِ الرِّوَايَاتِ مُمْكِنٌ بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَالِ
وَيُحْتَمَلُ أَنَّ ذَلِكَ الِاخْتِلَافَ بِحَسَبِ تَطْوِيلِ الْقِرَاءَةِ وَتَخْفِيفِهَا فَحَيْثُ يُطِيلُ الْقِرَاءَةَ تَقِلُّ الرَّكَعَاتُ وَبِالْعَكْسِ وَبِذَلِكَ جَزَمَ الدَّاوُدِيُّ وَغَيْرُهُ

وَالْعَدَدُ الْأَوَّلُ مُوَافِقٌ لِحَدِيثِ عَائِشَةَ الْمَذْكُورِ بَعْدَ هَذَا الْحَدِيثِ فِي الْبَابِ وَالثَّانِي قَرِيبٌ مِنْهُ وَالِاخْتِلَافُ فِيمَا زَادَ عَنِ الْعِشْرِينَ رَاجِعٌ إِلَى الِاخْتِلَافِ فِي الْوِتْرِ وَكَأَنَّهُ كَانَ تَارَةً يُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ وَتَارَةً بِثَلَاثٍ

Tarawih Berjamaah, Membangkang Imam Syafii?

Ada "Statement" yang berkembang di masyarakat, bahwa para pengikut Mazhab al-Shafi'i yang melaksanakan salat tarawih secara berjama'ah telah menyalahi/menyelisihi pendapat al-Imam al-Shafi'i sendiri.
Bagaimana "Statement" yang berkembang di kalangan ulama?

Dalam kitab "al-Umm" juga dijelaskan, bahwa:


فَأَمَّا قِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ فَصَلَاةُ الْمُنْفَرِدِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْهُ
وَرَأَيْتهمْ بِالْمَدِينَةِ يَقُومُونَ بِتِسْعٍ وَثَلَاثِينَ، وَأَحَبُّ إلَيَّ عِشْرُونَ؛ لِأَنَّهُ رُوِيَ عَنْ عُمَرَ وَكَذَلِكَ يَقُومُونَ بِمَكَّةَ وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثٍ
Artinya: Aku lebih menyukai melaksanakan salat malam Ramadan dengan sendiri (tidak berjama'ah). Dan aku mendapati penduduk Madinah melaksanakan salat malam Ramadan sebanyak 39 raka'at, tetapi aku lebih suka melaksanakannya 20 raka'at; berdasarkan riwayat dari sahabat 'Umar dan diperkuat dengan amalan penduduk Mekkah, Kemudian mereka melaksanakan salat Witir sebanyak 3 raka'at.

Perbanyak Ibadah, Cari yang Mudah

Imbauan yang banyak kita dengar saat Ramadhan ialah perbanyak ibadah. Ternyata, melaksanakannya tidak semudah memberi imbauan. Apalagi jika yang terbayang di benak kita langsung pada ibadah-ibadah yang berat-berat, macam shalat malam yang panjang, khatam Al-Quran berkali-kali, duduk di masjid seharian untuk i’tikaf, ataupun shalat Tarawih 20 rakaat dengan bacaan panjang—hingga selesai 1 juz semalam.

Semua itu tidak termasuk berat bagi para santri—yang kesehariannya berada dalam pesantren dan lingkungan mengaji. Keadaan menjadi berbeda bagi para karyawan yang sehari-hari masih harus bekerja ke kantor. Berangkat pagi pulang sore hari. Apalagi, saat tiba di rumah badan sudah kelelahan. Tulisan kali ini mencoba menawarkan beberapa ibadah mudah yang bisa kita lakukan di sela-sela kesibukan bekerja saat bulan Ramadhan. Sesuai judul, semua ibadah itu mudah dilakukan.