Lahir di Tayu (Pati, Jawa Tengah). Pendidikan awal diperolehnya di beberapa
pesantren lokal, dan kemudian belajar kepada Kiai Kholil di Bangkalan (dimana
dia bertemu Kiai Wahab Chasbullah untuk pertama kalinya) dan kepada Kiai Hasjim
Asj'ari di Tebuireng (1906-12, bersama Wabab). Ketika sedang berada di Mekkah,
dia menikahi adik perempuan Kiai Wahab, dan sepulangnya dari sana dia terlebih
dahulu menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang. Pada 1917 dia
mendirikan pesantren sendiri di Denanyar. Dia terlibat dalam pebentukan NU pada
1926 dan sejak awal menjadi anggota pengurus, walaupun bukan jabatan paling
penting. Kiai Bisri pada mulanya adalah seorang ulama ahli fiqh dan seorang
guru, tetapi semakin lama semakin terlibat dalam politik.
Ketika Masyumi dibentuk pada 1943, dia aktif di tingkat lokal, dan pada 1945 menjadi salah seorang wakilnya di dalam Komite Nasional Pusat (KNIP). Setelah pemilu 1955 dia menjadi anggota Dewan Konstituante sampai badan ini dibubarkan, dan sejak 1971 hingga akhir hayatnya menjadi anggota DPR semula mewakili NU, dan sejak 1973 mewakili PPP. Setelah Kiai Wahab Chasbullah meninggal dunia pada bulan Desember 1971, Kiai Bisri (yang waktu itu menjabat wakilnya) mengantikannya sebegai Rois Aam. Ketika NU bergabung ke PPP, Kiai Bisri juga menjadi ketua Majelis Syuro partai ini. Pendirian prinsipil NU dalam sejumlah perbenturan dengan pemerintah selama 1970-an biasanya dikaitkan dengan kepemimpinan Kiai Bisri.
(Masyhuri 1983; Wahid t.t.; Budairy 1984; Tempo 1981: 645-6)
Ketika Masyumi dibentuk pada 1943, dia aktif di tingkat lokal, dan pada 1945 menjadi salah seorang wakilnya di dalam Komite Nasional Pusat (KNIP). Setelah pemilu 1955 dia menjadi anggota Dewan Konstituante sampai badan ini dibubarkan, dan sejak 1971 hingga akhir hayatnya menjadi anggota DPR semula mewakili NU, dan sejak 1973 mewakili PPP. Setelah Kiai Wahab Chasbullah meninggal dunia pada bulan Desember 1971, Kiai Bisri (yang waktu itu menjabat wakilnya) mengantikannya sebegai Rois Aam. Ketika NU bergabung ke PPP, Kiai Bisri juga menjadi ketua Majelis Syuro partai ini. Pendirian prinsipil NU dalam sejumlah perbenturan dengan pemerintah selama 1970-an biasanya dikaitkan dengan kepemimpinan Kiai Bisri.
(Masyhuri 1983; Wahid t.t.; Budairy 1984; Tempo 1981: 645-6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar