Halaman

Minggu, 16 Desember 2012

Sang Penggembala Kambing

Setelah kakeknya, Abdul Muthallib meninggal, Muhammad diasuh pamannya, Abu Thalib. Sang paman bukanlah orang kaya yang hidup berkecukupan. Tapi, ia mempunyai perasan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Abu Thalib bahkan sangat mencintai Muhammad, melebihi kecintaannya pada anak sendiri.

Melihat kesulitan pamannya, Muhammad tak tinggal diam. Saat itu usianya 12 tahun. Abu Thalib hendak berangkat berdagang ke Syam. Perjalanan yang sulit, membuatnya tak berpikir untuk mengajakserta Muhammad. Namun, Muhammad dengan ikhlas mengajukan diri menemani pamannya. Hal itu menghilankan keraguan dalam diri Abu Thalib. Dalam perjalaann itulah, Muhammad bertemu dengan Rahib Bahira yang melihat tanda-tanda kenabian pada diri beliau.


Demi membantu pamannya, Muhammad juga ikut menggembala kambing. Ia menggembalakan kambing milik penduduk Mekah, dan mendapatkan upah dari pekerjaannya tersebut. Dalam sebuah hadis, beliau mengabarkan tentang hal ini, “Allah tidak mengutus seorang Nabi, kecuali dia adalah seorang penggembala kambing.” Para sahabat bertanya, “Apa Engkau juga (begitu)?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, aku menggembala kambing milik penduduk Mekah.”

Kegiatan menggembala kambing ini, selain menghasilkan upah juga mempunyai banyak hikmah bagi seorang calon pemimpin besar macam beliau. Saat menggembala memberikan rasa tenang dan sepi ketika berada di padang rumput—hal yang dibutuhkan oleh jiwa beliau. Beliau bisa menikmati indahnya pemandangan padang rumput sambil merenungi keagungan ciptaan Yang Maha Kuasa.
Aktivitas beliau menggembala kambing juga mengingatkan kita pada anjuran untuk selalu memperlakukan binatang dengan baik.

Beberapa karakter yang bisa kita ambil dari kegiatan menggembala kambing antara lain:
Sabar
Seorang penggembala kambing dituntut untuk bersabar menunggu dan menjaga ternaknya mulai pagi (saat matahari terbit) hingga saat matahari terbenam. Saat menggembal pun, tidak dilakukan di istana yang megah dan nyaman. Namun, dilakukan di tanah lapang yang berudara panas. Khususnya di Jazirah Arab yang terkenal panas. Hal ini, tentu saja menuntut kesabaran yang ekstra.

Tawadhu
Kegiatan penggembala adalah melayani kambing (gembalaannya), membantu proses saat melahirkan, selalu menjaganya, serta tidur berdekatan dengan gembalannya. Terkadang ada kotoran atau air kencing kambing yang mengenainya. Seiring berjalannya waktu, semua itu akan menjauhkannya dari sifat sombong dan tinggi hati.

Dalam sebuah riwayat Muslim disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sebesar biji zarrah.” Ada yang bertanya, “Ada orang yang suka berpakaian bagus, bagaimana?” Beliau menjawab, “Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”

Berani
Tentu saja. Dalam beberapa kesempatan kerap kali ada binatang buas yang hendak memangsa kambing. Untuk mengatasinya, pastinya dibutuhkan seseorang yang pemberani. Inilah yang terbentuk dalam diri Muhammad SAW yang kelak menjadi panglima terbesar.

Kasih sayang dan Kelembutan
Seorang penggembala pastinya akan selalu melayani binatang gembalaannya, kala sakit atau terkena luka. Tentu saja dibutuhkan jiwa yang penuh kasing sayang  untuk melakukan itu. Nah, kalau terhadap binatang saja seperti itu kasih sayangnya, bagaimana kasih sayangnya terhadap sesama manusia? Pastinya lebih besar bukan.

Penghasilan dari Keringat Sendiri
Sungguh, Allah SWT sangat mampu untuk membuat Muhammad kaya. Dia sangat kuasa untuk menjadikan Muhammad berkecukupann tanpa harus susah payah menggembala kambing. Namun, di sinilah letak pendidikan yang Allah berikan terhadap beliau dan umat Muhammad; agar selalu berusaha untuk mencari makan dari hasil keringatnya sendiri.

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Makanan terbaik yang dikonsumsi seseorang adalah yang berasal dari hasil keringatnya sendiri. Sungguh, Nabi Daud AS juga bekerja dengan tangannya sendiri.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar