Halaman

Rabu, 09 Januari 2013

Literarur Hadis Abad III Hijriah

a. Muwaththa', Sunan, Mushannaf, Jami' dan Musnad
Babak baru format literatur hadis pasca tadwin ditandai dengan masa tashnif, yang dapat diklasifikasikan dalam dua sistem, yaitu pertama, penulisan yang berdasarkan tema. Kedua, penulisan berdasarkan susunan nama shahabat atau tokoh tertentu. Dari sini, setidaknya terlihat lima macam kitab hadis yang memiliki karakteristik masing-masing, baik dari segi sumber, tujuan atau cakupan permasalahannya. Yaitu: muwaththa', mushannaf, sunan, jami' dan musnad. 
Meskipun dalam pandangan sarjana Barat tidak ada perbedaan format karena tinjauannya dari sumber awal saja. Dari berbagai definisi yang diberikan dan fakta literatur yang ada, latar belakang dan cakupan kitab muwaththa', mushannaf, sunan dan jami' tidaklah berbeda. Hanya sistematika antara muwaththa' dan mushannaf terlihat sedikit berbeda. Dan mushannaf memiliki ragam permasalahan yang lebih berwarna. Maka pengolahan data kitab-kitab ini tidaklah berimplikasi signifikan karena sebagai kajian atas hadis tidaklah cukup dengan data-data yang berhubungan dengan hukum melainkan perlu adanya pengolahan data dalam kitab yang memuat hadis dari berbagai tokoh sahabat, yaitu musnad.

b. Ahli Fiqih Vs Ahli Hadis dan Pengaruhnya terhadap penulisan Kitab Hadis
Munculnya aliran fiqih klasik pada awal abad kedua hijrah yang disebut oleh Schacht sebagai living tradition, melahirkan gerakan oposisi dari aliran ahli hadis, sampai pada masa Bani 'Abbasiyah yang melahirkan kembali gerakan Mu'tazilah dan Syi'ah Syu'ubiyyah merupakan fenomena -heterogenitas politik dan ideology-, yang kemudian menjadi salah satu penyebab munculnya pemalsuan hadis. Ciri khas ahli fiqih adalah lebih longgar dalam mengeluarkan fatwa / produk hukum baru dengan tidak terpaku pada nash dan menggunakan metode Qiyas, sedangkan ahli hadis hanya memberikan fatwa dalam kondisi mendesak dan lebih memilih Atsar. Dan pada akhirnya, datang moderat al-Syafi'i dengan prinsip nash berada di posisi otoritatif dan akal sebagai pendukung. Sehingga gerakan penyusunan literatur hadis berkembang pesat dengan varian bentuk metode isnad sebagai klaim otentisitas sejarah, ditandai lahirnya enam kitab konanik pada abad ketiga hijriyah yang terlahir dari tokoh ahli fiqih untuk memenuhi kebutuhan kajian hukum Islam.

c. Khazanah Literatur Hadis Abad III H
Literatur hadis mengalami perkembangan dari masa ke masa, dimulai pada abad pertama sampai kedua dengan Shahifah, Risalah, Nuskhah, Kitab dab Juz dan beberapa karya non-an sich. Sampai pada abad ketiga, yang disebut sebagai puncak kejayaan Islam dengan enam koleksi kanonik, kitab yang hanya menghimpun berdasarkan sifat atau kualitas hadis tertentu, berdasarkan tema tertentu, berdasarkan tokoh Shahabat, kitab biografis dan penilaian terhadap perawi hadis dan kitab metodologi kritik hadis.

d. Posisi Kitab Sunan al-Nasa'I dalam Khazanah Literatur Hadis Abad III H
Kitab ini memiliki peranan sangat sentral dalam kajian hadis dan hukum Islam, dianggap sebagai rujukan utama dalam bidang hadis karena didominasi dengan hadis-hadis yang berkualitas otentik, bahkan beberapa peneliti Muslim menganggap kualitas rawi kitab ini lebih tinggi dari rawi al-Bukhori dan Muslim, yang terlahir dari tokoh fiqih Mesir, sehingga karya ini dianggap sebagai reaksi atas perkembangan hukum pada masanya.
Ditulis oleh: Fatihunnada Anis, MA (Kader Ulama Kemenag, Mhsw Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar