Halaman

Selasa, 14 Februari 2012

Manajemen Kurikulum dan Teknologi Pesantren


Oleh: Rizqo Ahmadi

PENDAHULUAN

                Pondok pesantren telah ada kurang lebih sejak 700 tahun yang lalu atau sekitar abad ke 13. Berdasarkan sejarah, pesantren muncul dengan tujuan awal untuk menyebarkan pemahaman agama Islam. Komponen di dalamnya terdiri dari Kiyai sebagai penyampai keilmuan, santri penerima keilmuan, dan masjid atau surau sebagai sarana dan tempat untuk pengajian. Selain itu biasanya juga terdapat bilik-bilik kecil sebagai tempat tinggal para santri.
            Setelah kurun waktu terentu ternyta pesantren tidak hanya sebagai wahana untuk pengajaran ilmu agama Islam saja, melainkan mulai masuk ke ranah kehidupan sosial keasyarakatan. Pesatren memiliki kontribusi yang lebih daru sekedar pengajaran ilmu agama Islam. Sebagai contoh, pesantren termasuk menjadi salah atu bascamp untuk pergerakan melawan penjajahan. Dan dalam hal ini pesantren memiliki peran penting karena secaa mendasar salah satu prinsip dasar pesantren adalah persatuan. Dan itu merupakan satu hal yang ditakuti oleh penjajah.

            Secara inplisit sebenarnya pesantren telah memiliki kontribusi di bidang poitis dan cultural terhadap bangsa sejak kurun waktu yang lama. Namun baru secara regulatif  baru terformalkan setelah ada Undang-undang No. 20 th 203 dan PP No. 5 th 2007 tentang pendidikan agama dan keagadan jugamaan.[1] Dengan kata lain, pesantren baru mulai babat alas kurang ebih sekitar tujuh tahun terakhir. Oleh sebab itusecara menajerial, memag pantas kalau masih banyak kekurngan-kekurangan ang harus dibenahi. Misalnya meninjau ulang kurikulum yang ada. Dan jika dirasa kurang tepat menurut hemat penulis tidak berlebihan kalau merekontruksi ulang kurikulum tersbut. Selain itu, semakin pesatnyapergerakan arus globalisasi, perlu adanya pemanfaatan teknologi secara maksimal dan juga perlunya peningkatan Sumber Daya Ustad. Tetunya kesemua itu tanpa mengindahkan nilai-nilai keislaman seperti yang telah ada sejak awal berdirinya pesantren.

Pamulang, 6 Juni 2011
           


MANAJEMEN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PESANREN
A.      Kurikulum Pesantren
a.    Definisi Kurikulum Pesantren
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani. Semula popular dalm bidang olahraga yaitu cureere yang berarti jarak terjauh yang harus ditempuh dalam olahraga lari mulai start  hingga finish. Kemudian dalam kontek pendidikan, kurikulum diartikan sebagai “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru danmurid terlibat di dalamya.[2]
Dalam bahasa arab menurut Omar Muhammad term  kurikulum dkenal dengan istilah manhaj, yakni jalan terang yang dilalui manusia dalam hidupnya. Dalam konteks pendidikan kurikulum diartikan sebagai jalan terang yang harus dilalaui oleh pendidik dan peserta didik untuk mnggabungkan pengetahuan ketrampilan sikap dan seperangakat nilai.
Dalam kontek pendidikan di pesantren, kurikulum Nurcholis majid mengatakan yang dikutip oleh Abdurrahman Mas’ud dkk. Bahwa istilah kurkulum tak dikenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan). Walaupun sebenarnya materi pendidikan telah ada di dalam pesantren terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren. Secara eksplisit pesantren tak merumuskan dasar dan tujuan pesatren atau menerapkannya dalam bentuk kurikulum.[3]
Sedangkan kata pesantren secara terinologi yaitu sebuah tempat untuk menimba ilmu agama atau lembaga pendidikan dan penyiaran agama islam. Namun sebenarnya pengertian ini sudah tidak begitu relefan di era ini. Mengingat fungsi dari pesantren saat ini telah masuk ke berbagai peranan yang lebih luas.
Dengan demikian, yang dimaksud dari kurikulum pesatren adalah sebuah batasan-batasan atau patokan yang harus dijadikan acuan untuk mekanisme pembelajaran dan mobilitas pesantren dengan tujuan dan sasaran tertentu.
b.      Latar Belakang Manajemen Kurikulum Pesantren
Sebagai cirikhas pesantren, umumnya manajemen yang diterapkan adalah Manajemen Kultural. Manajemen ini merupakan manajemen yang menggunakan nilai-nilai (keyakinan/kepercayaan) sebagai dasar pengembangan organisasi, termasuk pendidikan (sekolah) tidak dapat dikelola secara struktural/birokratis yang lebih menekankan pada perintah atasan, pengarahan, dan pengawasan, karena dapat terjadi anggota organisasi hanya bekerja apabila ada perintah dan pengawasan. Setiap orang bekerja dengan dasar nilai (keyakinan) yang mendorong adanya keterlibatan emosional, sosial, dan pikiran demi melaksanakan tugas pekerjaannya.[4]
Dalam manajemen kultural, kultur lebih fokus terhadap nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan norma-norma individu dan bagaimana persepsi-persepsi ini bergabung atau bersatu dalam makna-makna organisasi.[5] Kultur organisasional adalah suatu karateristik semangat dan keyakinan sebuah organisasi, yang ditunjukkan, misalnya, dalam norma-norma dan nilai-nilai yang secara umum berbicara tentang bagaimana seharusnya orang bersikap terhadap orang lain, suatu sifat pola hubungan kerja yang harus dikembangkan dan dirubah. Norma-norma ini sangat dalam, asumsi-asumsi kaku yang tidak selalu diekspresikan, dan selalu diketahui tanpa bisa dipahami”.[6]
O’Neil (1994, hal. 105) merujuk pada ungkapan Deal (1988) tentang beberapa elemen kultur yang dibuat dalam beberapa variasi cara:
  1. Nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang diekspresikan dalam bentuk tertulis.
  2. Pahlawan pria/wanita yang melambangkan perilaku organisasi dan kualitas personal yang diinginkan.
  3. Ritual yang mengarahkan semua anggotanya untuk bersama-sama memperkuat nilai-nilai inti.
  4. Upacara-upacara yang merayakan nilai-nilai tersebut.
  5. Kisah-kisah yang mengkomunikasikan dan meluaskan filosofi dan praktek yang berarti.
  6. Suatu jaringan pelaku kultural informal yang bersedia untuk menjaga kultural dalam menghadapi tekanan-tekanan perubahan.[7]

c.       Kurikulum dan Tipologi Pesantren
Seperti yang kita tahu bahwa kurikuklum teramat penting bagi sebuah lembaga pendidikan. Tugas kurikulum secara tidak langsung memonitor dan memantau pergerakan sebuah lembaga pendidikan. Di dalam sebuah kurikulum tercantum tujuan-tujuan dan capaian tertentu yang harus digapai oleh lembaga tersebut. Sehingga kualitas kualitas pendidikan akan bias diukur dari baik buruknya pencapain kurikulum yang digunakan. Persis seperti yang diungkapkan S. Nasution bahwa salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran , megarhakan proses mekanisme endidikan, tolok ukur  keberhasilan dan kualias hasil pendiikan  adalah kurikulum.[8]
Pada awal kemunculannya, pesantren secara tersurat tidak memiliki sebuah kurikulum. Meskipun dalam sebuah peantren telah ada praktek-praktek pegajaran yang jika ditelaah secara seksama merupakan bagian dari sebuah kurikulum. Nur Cholis majid pernah berujar  bahwa istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren , teruama masa pra kemerdekaan , walaupun sebenaranya materi pendidikan sudah ada dan keterampilan itu ada dan diajarkan di pesantren. Kebanyakan pesantren tidak merumusakan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit dalam bentuk kurikum. Tujuan pesantren ditetukan oleh kebijkan Kiyai, sesuai dengan perkembangan pesantren tersebut.[9]
Nmun seiring perkembangan zaman dan melihat peran pesantren saat ini yang tidak bisa lagi dipandang sebelah mata lag, maka pesantren kini telah memiliki kurikulum yang berfariasi. Yang menarik lagi di era ini sudah mulai muncul sebuah kompetisi dalam menciptakan pesantren ungulan dengan berlomba-lomba menciptakan kurikulum yang paling inovatif dan relevan dengan lingkungan dan zaman.
Kurikulum yang berfariasi tersebut dapat diketahui dari tpologi pesantren. Sebagai contoh,
1.      Kurikulum pesantren “salaf”
            Tipe ini yang setatusnya sebagai lembaga pendidikan nonformal hanya mempelajarikitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh, Tasawuf, Bahasa Arab, ( Nahwu, Balaghah, Saraf, dan Tjwid) Mantiq dan Akhlaq. Pelaksanaan kurikulum  pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal, menegah dan tingkat lanjutan.[10]
2.      Kurikulum Pesantren Modern
            Adapun karekteristik kurikulum yang ada pada pndok pesantren modern mulai diadaptasikan dengan kurikulum pendidikan Islam yang disponsri oleh Kemeterian Agama melalui sekolah formal (madrasah). Kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam muatan local atau diterapkan melalui kebijaksanaan sendiri. Gambaran kurikulum lainnya  adalah pada pembagian waktu belajar, yaitu mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di perguruan tinggi (baca: sekolah) pada waktu-waktu kuliah. Waktu selebihnyadengan jam pekajaran yang padat  dari pagi sampai malam untuk mengkaji ilmu Islam khas pesantren  (Pengkajian kitab klasik). [11]
3.      Pesantren Kilat
            Yaitu pesantren yang berbentuk semacam trainingdalam waktu relative singkat, dan biasanya dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesntren ini menitikberatkan pada keterampilan ibadah dan kepemimpinan.  Sedangkan santrinya terdiri dari siswa sekolah yang dipandang perlu mengkuti kegiatan keagamaan di pesantren kilat. Pada umumnya pesantren model ini tidak memiliki kurikulum yang jelas. Mengingat masa yang  dibutuhkan relative singkat. Atau bisa dikategorikan memiliki kurikulum namun tidak Nampak secara tersurat (Hidden curriculum)
            Ketiga Corak pesantren sekaligus kurikulumnya diatas hanyalah bebearapa contoh penerapan kurikulum yang mashur dipakai di pesantren. Tentunya masih ada beberapa kurikulum yang lain sesuai dengan tipe dari pesantren yang lain juga.

d.     Inovasi Kurikulum
Mengaca pada perubahan zaman yang begitu pesat, kemudian begitu maraknya arus moderenisasi, kiranya di tubuh esantren juga perlu adanya perbaikan kurikulum . Karen akita tidak bisa menutup mata bahwa dengan kita tidak menghiraukan arus perkembangan maka maka kita akan tertinggal jauh di belakang.
Meski demikian tentu saja proses adopsi dalam rangka untuk membuat kurikulum  yang inovatif itu jangan sampai mengindahkan unsure selektif. Karena jika demikian maka tidak mustahil beberapa unsure modernisasi yang bertolak belakang denga cirikhas pesantren akan menyusup ke tubuh pesantren itu sendiri. Dan hal yang demikian ini sanga tidak kita inginkan karena dapat mrmperburuk citra pesantren yang notabene tujuan awalnya adalah untuk pembelajaran dan pendalaman Agama Islam.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam mengembangkan kurikulum pesantren. Salah satunya adalah meninjau kembali komponen-komponen yang ada dalamkurikulum. Karena pada dasarnya sebuah kurikulum yang baik minimal mencakup empat komponen pilar yang harus selalu dienuhi dan diperhatikan. Komponen-komponen tersebut adalah  tujuan pendidikan, bahan pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian (evaluasi).[12]
Jika kita melihat ke belakang bawa setiap pesantren memiliki tujuan yang berbeda-beda dan itu syah-syah saja. Namun pada dasarnya secara mum pesantren memiliki keseragaman dalam tujuan yaitu menciptakan kader Ulama’ atau dengan kata lain transformasi ilmu keagamaan yang berdasar pada ketaatan pada Tuhan dan bukan semata-mata untuk kepentingan duniawi.
Namun demikian akan lebih laras apabila aspek humanistik berusaha memeberikan pengalaman yang memuaskan secara pribadi bagi setiap sanri, dan aspek teknologi, yang memanfaatkan proses teknologi untuk menghasilkan calon Ulama’ yang kaffah dapat direalisasikan sebagai tambahan tujuan pendidikan pesantren.[13] Kongkritnya, tujuan pesantren yang baik yaitu yang menyeimbangkan antara kebutuhan Ukhrowi dan Duniawi  tanpa berat sebelah.
Adapun yang berkaitan dengan bahan pembelajaran, barankali yang mendesak saat ini, sesuai dengan gencarnya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah mengembangkan spesialisasi pesantren denan disiplin ilmu pengetahuan lain yang bersifat praktis yang melalui jalur aplikasi teknologi. Sehinga kurikulumnya tidk terlalu bersifat akademi. Tidak mengurangi sifat ilmiah bila dikutip sinyalemen Az-Zarnuji yag mengatakn bahwa sebaik-baik Ilmu adalah ilmu hal (ilmu keterampilan). Dengan demikian pesantren sebagai basis kekuatan Islam diharapkan memiliki relevansi dengan tuntutan dunia modern, baik untuk masa kini mauoun masa mendatang.[14]
Komponen ketiga yang harus diperhatikan juga adalah proses pembelajran. Telah menjadi cirikhas bahwa proses pembelajaran yang ada di pesantren menggunakan system sorogan dan bandongan. Sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap guru dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Sedangkan bandongan (weton) lebih bersifat pengajaan klaskal. Yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling, Kiai menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadwal. Menurut sebagian pakar, kedua metode ini masuk kateori pasif dan statis.
Meskipun kedua metode ini dianggap statis namun tidak menutup kemungkinan kedua metode ini bisa diinovasi menjadi sebua metode yang justru relean dan praktis. Bahkan Mastuhu memandang bahwa sorogan  adalah metode mengajar secara individual langsung dan intensif. Dari segi ilmu oendidikan sebenarnya metode ini adalah metode yang modern. Karen antara Kiai dan Santri mengenal secara erat, dan guru menguasai benar materi yang seharusnya diajarkan. Murid juga belajar dan membuat persiapan sebelumnya. Dengan demikian, guru telah mengetahui materi apa yang cocok buat murid dan metode apa yang hars digunakan khusus untuk menghadapi muridnya. Disamping itu metode sorogan juga dilakukan secara bebas (tidak ada paksaan), dan bebas dari hambatan formalitas.[15]
Dengan demikian yang perlu dilakukan bukanlah menghilangkan tradisi dorogan dan bandongan sama sekali dan mengganti metode yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kedua metode tersebut. Akan tetapi menciptakan metode bandongan dan sorogan  dengan inovasi baru. Seperti metode ceramah, diskusi, demonstrasi, eksperimen, widya wisat, dan simulasi.[16] Atau dengan bantuan teknologi nformasi yang saat ini telah berkembang pesat.
Setelah memperhatikan ketiga komponen diatas, maka komponen yang terakhir juga memiliki pearanan yang tidak kala penting dalam kurikulum, yaitu penilaian atau evaluasi. Evaluasi sangat urgen bagi setiap pekerjaan. Tujuan dari evaluasi adalah mengetahui titik kelemahan dan kelebihan dari kurukulum yang telah dijalankan. Kelebihannya akan diertahankan dan ditingkatkan. Sedankan kekurangannya akan dibenah dan diperbaiki. Untuk itu, sebuah kurikulum arus ada penilaian secara berkesinambungan agar selalu bisa dimonitor pergerakan dari kurikulum tersebut.
e.      Teknologi Pesantren
1.    Definisi Teknologi
Sebelum membahas teknologi pesantren terlebih dahulu perlu diketahui pengertian teknologi. Kata Teknologi seringkali oleh masyarakat diartikan sebagai alat elektronik atau yang sedang marak sekarang adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tapi oleh ilmuwan dan ahli filsafat ilmu pengetahuan diartikan sebagai pekerjaan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah praktis. Jadi teknologi lebih mengacu pada usaha untuk memecahkan masalah manusia.
Sedangkan Teknologi Pendidikan adalah proses yang kompleks yang terpadu untuk menganalisis dan memecahkan masalah belajar manusia/pendidikan. Menurut ”Mackenzie, dkk” (1976) Teknologi Pendidikan yaitu suatu usaha untuk mengembangkan alat untuk mencapai atau menemukan solusi permasalahan. Teknologi dapat juga terdiri segala teknik atau metode yang dapat dipercaya untuk melibatkan pelajaran; strategi belajar kognitif dan keterampilan berfikirkritis.
Secara garis besar ada lima hal yang merupakan bagian dari teknologi, sebagi berikut:
a)      Sistem berpikir
Sistem berpikir menjadikan kita untuk lebih hati-hati dengan munculnya tiap modedi dunia pendidikan. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya perubahan yang tidakkita inginkan. Tanpa sistem berpikir kita akan sulit untuk mengadakanpeningkatan riil di bidang pendidikan. Jadi sistem berpikir menghadirkan konsep sistem yang umum, dimana berbagai hal saling terkait.
b)     Desain sistem
Desain sistem adalah teknologi merancang dan membangun sistem yang baru. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang cepat yang meningkatkan harapan. Desain sistem memberi kita peralatan untuk menciptakan suatu sistem yang baru dan suatu strategi untuk perubahan.
c)      Kualitas pengetahuan
Mutu atau kualitas pengetahuanmerupakan teknologi yang memproduksi suatuproduk atau jasa/ layanan yang sesuai harapan dan pelanggan. Ilmu pengetahuanyang berkualitas telah menjadi alat yang sangat berharga dalam inovasipendidikan/ sekolah.
d)     Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah suatu cara untuk memandu energi kreatif ke arah perubahan positif. Dapat juga diartikan sistem pemikiran yang berlaku untuk aspek manajemen inovasi tentunya dengan berorientasi pada POAC (Perencanaan,Organisasi, Aktualisasi dan Kontrol).


e)      Teknologi pembelajaran
Disini ada dua bagian yaitu peralatan Pelajar elektronik (Komputer, multimedia, Internet, telekomunikasi), dan pembelajaran yang didesain, metode dan strateginya diperlukan untuk membuat peralatan elektronik yang efektif. Pelajaran elektronik ini mengubah cara mengkomunikasikan belajar. Jadi teknologi pembelajaran adalah sistem pemikiran yang berlaku untuk instruksi dan belajar.

2.    Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pesantren
Kita kenal di era ini dengan semakin pesatnya Teknologi Informasi dan Komunikasi, selanjutnya TIK. Perkembangan ini memicu adanya pemanfaatan fasilitas ini di berbagai lini kehidupan masyarakat. Seperti dalam dunia perbankkan kita mengenal e-banking, dalam ranah pendidikan kita mengenal e-learning. Diantara keuntungan dari pemanfaatan TIK adalah adanya ssi efektif, simple dan transparan.
Keberhasilan pemanfaat ini telah terbukti. Di berbagai Negara, seperti Malaysia atau Singapura bahkan telah menjadi fasilitads ang dianggap dominan di berbagai aspek kehidupan. Di Malaysia, program e-learning  ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintahnya melalui program Agenda Information echnology National yang direncanakan oleh National Information Technology Council (NITC). Untuk membawa Malaysia siap besaing di era global abad XXI inm NITC melancarkan lima agenda. Yaaitubidang  e-community, e-public, e-learning, e-economy,  dan e-sovereignity.[17]
Dengan gambaran Negara yang seperti ini, Negara kita yang masih tergolong tertinggal dibidang ini ketimbang Negara-negara tetangga  diharapkan terus mengikuti laju erkembangan TIK. Dengan demikian diharapkan untuk beberapa tahun yang akan dating, pemanfaatan TIK secara maksimal telah menjamur di berbagai bidang. Terlebih di bidang pendidikan.
Dalam dunia pendidikan pemanfaatan TIK dirasa sangat perlu. TIK merupakan salah satu sarana atau alat yang leih mendatangkan hasil yang praktis, efisiwn dan transparan. Mengingat di era seperti sekarang ini model pembelajaran yang masih menggunakan system konfensional dirasa kurang begitu efektif dan efisien.
Dengan pemanfaatan media ini kita akan mengenal istilah belajar via internet (e-learning). Seorang gur bisa mentransfer ilmu kepada murid hanya dengan menggunakan mdia inetworking. Salah satu yang bisa dimanfaatkan adalah internet messaging atau dengan media chating.
Metode ini memiliki banyak keuntungan.  Setiap siswa bisa belajar kapan dan dimanapun berada. Tanpa harus bertatap muka dengan guru. Siswa juga berhak memilih pelajaran sesuai yang dikehendaki. Dan siswa tidak akan merasa malu jika ada beberapa materi yang belum dipahami untuk menanyakan kembali kepada sang guru.
TIK tidak hanya cocok diterapkan di dunia pendidikan formal saja. Melainkan juga relevan jika diterapkan di dunia pesanren. Kita bida menebutnya e-pesantren. E-pesantren juga memiliki banyak manfaat bagi kemajuan sebuah pesantren. Sebuah pesantren idaman rasanya belum lengkap jika TIK belum diadopsi ke dalam kurikulum. Manfaat e-pesantren  tidak hanya bagi santri, melainkan bagi ustad dan juga pengelola pesantren. Budi Murtyasa dalam esaynya menyebutkan keuntungan yang dapat diperoleh bagi santri dengan adanya model e-pesantren  sebagai berikut:
·      Membangun interaksi ketika santri melakukan diskusi secara on line.
·      Mengakomodasi perbedaan santri.
·      Santri dapat mengulang materi pelajaran yang sulit berkali-kali, sampai pemahaman didapat.
·      Kemudahan akses, kapan saja dan dimana saja.
·      Santri dapat belajar dalam suasana yang ‘bebas tanpa tekanan’, tidak malu untuk bertanya (secara on line)
·      Mereduksi waktu dan biaya perjalanan.
·      Mendorong santri untuk menelusuri informasi ke situs-situs pada world wide web.
·      Memungkinkan santri memilih target dan materi yang sesuai pada web.
·      Mengembangkan kemampuan teknis dalam menggunakan internet.
·      Mendorong santri untuk bertanggungjawab atas belajarnya dan membangun  self knowledge  dan  self confidence.
Sedangkan bagi para Ustadz,  e-pesantren juga memberikan benyk manfaat. Diantaranya yang terpeting adalah bahwa ia selalu dapat memberikan materi dan masalah-masalah yang up tio date untuk dikaji denan para santri. Keuntungan yang lainnya adalah:
·      Kemudahan akses kapan saja dan dimana saja.
·      Mereduksi biaya perjalanan dan akmodasi pada program pelatihan.
·      Mendorong para Ustadz mengakses susmber-sumber kajian yang up to date.
·      Memungkinkan para Usatadz mengkomunikasikan agasan-gagasan dalam cakupan yang lebih luas.
Adapun bagi pengelola pesantren, e-pesantren  juga mempunyai manfaat yang sangat luas. Diantaranya adalah meningkatkan prestise dan akuntabilitas  lembaga. E-pesantren memungkinkan menciptakan system distance education  dan virtual school/boarding. Denan system ini jelas bahwa pengelola pesantren tidak lagi direpotkan dengan pengadaan ruang –ruang belajar dan sarana lainnya seperti dalam pesantren tradisional. Ini berarti E-pesantren akan menghemat biaya pengadaan prasarana untuk pembelajaran dan biaya operasional pemeliharaan peralatan dan gedung.[18]
Adapun langkah-lagkah dan fasilitas yan haru sdipersiapkan untuk mengaplikasikan TIK ke dalam pesantren meliputi beberpa bagian:
·         Infrastruktur
·         Sumber Daya Manusia
·         Bahan Pembelajaran
Infrastruktur meliputi peralatan digital seperti computer, LCD Proyektor, jaringan computer, koneksi internet, daftar mata pelajaran dan isisnya, home page, dan e-library. Komponen ini satu sama lain saling melengkapi. Jika satu saja tidak ada maka tidak akan bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Mengenai SDM, disyaratkan bagi setiap yang terlibat dalam kegiatan ini memiliki keterampilan computer. Paling tidak tahu dasar-dasar penggunaan dan pemanfaatan dan tidak diharuskan mahir ata pakar. Ini sangat penting karena guu tidaka akan bisa mentransfrom secara maksimal jika tidak memiliki pengetahuan dasar mengenai TIK.
Begitu juga sebaliknya. Santri tidsk akan dapat menyerap apa yng disampaikan guru jika tidak memiliki pengetahuan tentang TIK. Dengan demikian setiap yang terlibat di dalam kegiatan ini harus sinergi agar TIK dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Sedangkan bahan pembelajaran juga harus dipersiapkan secara matang dengan memanfaatkan perkembangan TIK.  Dalam dunia internet kita mengenal buku difital baik yang berbentuk e-book, pdf, djvu, ataupun program-program bentuk flash. Dengan fariatifanya bahan yang yang demikian ini dapat memikat peserta didik an tidak melulu harus berktat pada tumpukan buku. Sehingga diharapkan dapat membangkitkan semagat santri untuk belajar.
Yang telah disebutkan diatas hanyalah beberapa contoh fasilitas yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan bahan ajaran, dan masih banyak lagi bahan-bahan lain yang mana bisa diakses dari internet. Baik itu yang gratis maupun yang bayar.
f.        Sumber Daya Ustadz (SDU)
Ustadz merupan salah satu factor penentu keberhasilan sebuah pesantren. Karena Ustadz menjadi pelaku utama dalam proses transformasi keilmuan untuk para santri. Tanpa Ustad maka pendidikan tidak akan berjalan. Oleh karena itu SDU harus selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Hal ini bertujuan agar para santri dapat menerima Ilm yang ditransfer dengan maksimal dan up to date, alias tidak ketinggalan zaman. Artinya setiap ustad dituntut untuk selalu merenew apa saja yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Baik itu bidang keilmuan yang nantinya disampaikan kepada para santri, maupun metode-metode penyampain kelman tersebut yang paling cocok.
Pesantren dari waktu ke waktu menghadapi berbagai tuntutan. Apalagi di era yang serba modern ini. Pesantren tiak cukup kalau hanya mngajarkan ilmu-ilmu pokok ajaran Islam.Melainkan harus bisa menyesuaikan dengan arus kemajuan yang selalu berkembang. Dalam kaitan ini seap komponen dalam pesantren harus berpacu unuk selalu berinofasi. Sehingga tidak aneh lagi kalau pesantren di era ini, melairkan lulusan-lulusan yang tidak kalah dengan dengan luusan keluaran sekolah formal. Bakan jika diperhatikan, tidak sedikit orang-orng alumni pesantren memiliki peranan penting dii berbagai bidang. Bak di masayarakat, pendidikan, pemerintahan maupun di bidang lainnya.
Maka dari itu setiap ustas paling tidak dituntu harus memenuhi beberapa syarat kritria ustad yang kompeten. Dalam hal ini ustad harus memiliki dua kompetensi yang utuh. Terdiri dari kompetensi akademik dan professional. Kompetensi akademik merupakan landasan saintifik dari penyelenggaraan layanan keguruan yang terdiri atas:
·         Kemampuan mengenal peserta didik secara mendalam
·         Kemampuan menguasai bidang studi
·         Kemampuan menyelenggarakan pembelajran yang mendidik
·         Kemampuan mengembangkn profesi secara berkelanjutan[19]
Kemudian , kompetensi professional dapat dibentuk melalu penerapan kompetensi akademik di madrasah.
            Maksud dari kompetensi professional di dini adalah bahwa seorang ustad harus mengetahui tugas dan fungsinya secara benar dan menempatkan dirinya sebagaimana mestinya. Sebagai manajer PBM, ustad harus mampu meguasai santri dan materi. Artinya ustad harus mampu mengendalikan peserta didiknya dan juga harus benar-benar menguasai materi keilmuan yang akan di transfer kepada para santri. Sehingga setiap santri dapat menyerap keilmuan dari para ustad dengan maksimal.
            Lebih lanjut,kemampuan yang dimaksud adalah berkaitan dengan penguasaan proses pembelajaran. Penguasaan pengetahuan, dan jabatan-jabatan fungsional. Mengenai jabatan fungsional ustad menunjuk pada kedudukan yang menunujukkan tugas, tangungjawab, wewenang, dan hak seorang ustad yang daam melaksanakan tugas berdasarkan pada keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
            Berdasarkan paparan di atas maka dapat dinyatakan, bahwa sosok utuh kompetensi professional ustad merupakan seperangkan kemampuan yang harus dimiliki ustad searah dengan kebutuhan pendidikan di pesantren (kurikulum), tuntutan masyarakat, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada umumnya prestasi seorang guru ditandai dengan pencapaian kompetensi professional tersebut.[20] Oleh sebab itu, kompetensi akademik dan kompetensi professional merupakan kemampuan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan.
            Menurut hema penulis, tidak salah kalau kita coba meminjam beberapa poin dasar-dasar yang harus dijadikan pijakan dalam dunia pendidikan ntuk mencapai keberhasilan pada era global ini, kemudian menerapkannya dalam dunia pesantren.
            UNESCO menetapkan empat pilar yang arus dijadikan sebagai landasan dalam dunia pendidikan. Keempat hal ersebut sebagai berikut:
1.   Learning to know. Bukan sekedar mempelajari materi pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah mengenal cara memahami dan mengkomunikasikannya.
2.   Learning to do. Menumbuhkan semangat kreativitas, produktivitas, ketangguhan, menguasai kompetensi secara professional, dan siap menghadapi situasi yang senantiasa berubah.
3.   Learning to be. Pengembangan potensi diri yang meliputi kemandirian, kemampuan bernalar, berimajinasi, kesadaranestetk, disiplin, dan tangung jawab.
4.   Learning to live together. Pemahaman hidup selaas seimbang, baik nasional maupun internasional dengan menghormati nilai spiritual dan tradisi kebhinekaan.
Setelah kita menelaah keempat poin di atas, meskipun itu untuk pendidikan yang sifatnya global, sejatinya makna yang terkandung sama sekali tidak keluar dari ajaran islam. Dan hal ini cocok untuk diterapkan dalam pesantren. Sehingga diharapkan setiap ustad harus memiliki keempat poin ini dalam rangka menggapai keberhsilan pesantren.
















BIBLIOGAFI
Dhofier, Zamakhsari, 1985. Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai, Jakarta, LP3ES.
Van Bruinessen, Martin, 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Jakarta, Mizan.
Wahid, Abdurrahman, 2001. Menggerakkan Tadisi: Esai-esai Pesantren, Jogjakarta, LkiS.
Nasution, S, 1995. Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Team Dedikatik Meodik Kurikulum IKIP Surabaya, 1993. Pngantar Dedkatik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta, PT. Grafindo Persada.
Mastuhu 1998. Prinsip Pendidikan Pesantren, Jakarta, P3M
 Ainurrafiq, 2001. Pesatren dan Pembaharuan: arah dan implikasi dalam Abuddin Nata, Sejarah pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga islam  di Indonesia, Jakarta,  Gramedia Widiasarana Indonesia.
Majid, Nurcholis, 1997. Bilik-bilik pesantren, Sebuah potret perjalanan, Jakarta, Paramadina.
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Khasanah Pendidikan: vol.1 No. 1( September 2008)
Murtiyasa, Budi Esai, Peran Teknologi Informasi dan Komunkasi untuk meningkatkan fungsi dakwah dan pendidikan pesantren.
Priyanto, Dwi, Esai, Inovasi kurikulum Pesantren (Memproyeksikan Model Pendidikan Alternatif Masa Depan)
http//:www.rahmat.blog.id/
http:/:www.pondokpesantren.net/





[1] H. Choirul fuad Yusuf, Direktur Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesanren  dalam “Halaqah Pesantren” yang di selenggarakan hasil kerjasama LeKDIS Nusantara dengan Direktorat Pendidikan DIniyanh dan Pondok Pesantren Depag RI, http//:www.pondokpsantren.net/
[2] http//:rahmat.blog.or.id/
[3] Nurcholis Majid, Bilik-bilik pesantren, Sebuah potret perjalanan (Jakarta: Paramadina,1997)
[4] Prof Sodiq Aziz Kuntoro. 2008. Materi Perkuliahan Manajemen Berbasis Pesantren, Madrasah, dan Sekolah. Program Pascasarjana Prodi Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[5] Tony Bush & Marianne Coleman. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan (terj.) oleh. Fahrurrozi. Yogyakarta: IRCiSoD., hal. 133 atau Tony Bush and Marianne Coleman. 2000. Leadership and Strategic Management in Education., London:Paul Chapman Publishing Ltd., p. 42.
[6] Ibid., hal 133-134
[7] Ibid., hal. 134-135
[8] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran ( Jakarta: Bumi aksara, 1995), hal. 13
[9] Nurcholis Majid, Bilik-bilik pesantren, Sebuah potret perjalanan (Jakarta: Paramadina,1997), hal. 59
[10] Dwi priyanto, Inovasi kurikulum Pesantren (Memproyeksikan Model Pendidikan Alternatif Masa Depan)
[11] Ainurrafiq, “Pesatren dan Pembaharuan: arah dan implikasi” dalam Audin Nata, Sejarah pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga islam  di Indonesia (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 201) hal. 155.
[12] S. Nasution, Pengembangan kurikulum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991) hal.4
[13] Dwi Priyanto, Inovasi Kurikulum Pesantren (Memproyeksikan model Pendidikn Alternatif Masa depan)
[14] Ibid
[15] Mastuhu, Prinsip Pendidikan Pesantren (Jakarta, P3M, 1998) al. 19
[16] Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Durabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM (Jakarta: PT: Raja Grafindo Persad, 1993), hal. 40
[17] Budi Murtiyasa, Peran Teknologi Informasi dan Komunkasi untuk meningkatkan fungsi dakwah dan pendidikan pesantren
[18] Budi Murtiyasa, Peran Teknologi Informasi dan Komunkasi untuk meningkatkan fungsi dakwah dan pendidikan pesantren
[19] KHASANAH PENDIDIKAN: Jurnal Ilmiah Kependidikan, vol.1 No. 1( September 2008), hal 22
[20] Ibid ha.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar