Oleh: Rizqo Ahmadi
PENDAHULUAN
Pondok pesantren telah
ada kurang lebih sejak 700 tahun yang lalu atau sekitar abad ke 13. Berdasarkan
sejarah, pesantren muncul dengan tujuan awal untuk menyebarkan pemahaman agama
Islam. Komponen di dalamnya terdiri dari Kiyai sebagai penyampai keilmuan,
santri penerima keilmuan, dan masjid atau surau sebagai sarana dan tempat untuk
pengajian. Selain itu biasanya juga terdapat bilik-bilik kecil sebagai tempat
tinggal para santri.
Setelah kurun waktu terentu ternyta pesantren tidak hanya
sebagai wahana untuk pengajaran ilmu agama Islam saja, melainkan mulai masuk ke
ranah kehidupan sosial keasyarakatan. Pesatren memiliki kontribusi yang lebih
daru sekedar pengajaran ilmu agama Islam. Sebagai contoh, pesantren termasuk
menjadi salah atu bascamp untuk pergerakan melawan penjajahan. Dan dalam
hal ini pesantren memiliki peran penting karena secaa mendasar salah satu
prinsip dasar pesantren adalah persatuan. Dan itu merupakan satu hal yang ditakuti
oleh penjajah.
Secara inplisit sebenarnya pesantren telah memiliki
kontribusi di bidang poitis dan cultural terhadap bangsa sejak kurun waktu yang
lama. Namun baru secara regulatif baru
terformalkan setelah ada Undang-undang No. 20 th 203 dan PP No. 5 th 2007 tentang
pendidikan agama dan keagadan jugamaan.[1]
Dengan kata lain, pesantren baru mulai babat alas kurang ebih sekitar
tujuh tahun terakhir. Oleh sebab itusecara menajerial, memag pantas kalau masih
banyak kekurngan-kekurangan ang harus dibenahi. Misalnya meninjau ulang
kurikulum yang ada. Dan jika dirasa kurang tepat menurut hemat penulis tidak
berlebihan kalau merekontruksi ulang kurikulum tersbut. Selain itu, semakin
pesatnyapergerakan arus globalisasi, perlu adanya pemanfaatan teknologi secara
maksimal dan juga perlunya peningkatan Sumber Daya Ustad. Tetunya kesemua itu
tanpa mengindahkan nilai-nilai keislaman seperti yang telah ada sejak awal
berdirinya pesantren.
Pamulang, 6 Juni 2011
MANAJEMEN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PESANREN
A. Kurikulum Pesantren
a. Definisi Kurikulum Pesantren
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani. Semula
popular dalm bidang olahraga yaitu cureere yang berarti jarak terjauh
yang harus ditempuh dalam olahraga lari mulai start hingga finish. Kemudian dalam kontek
pendidikan, kurikulum diartikan sebagai “circle of instruction” yaitu
suatu lingkaran pengajaran dimana guru danmurid terlibat di dalamya.[2]
Dalam bahasa arab menurut Omar Muhammad term kurikulum dkenal dengan istilah manhaj, yakni
jalan terang yang dilalui manusia dalam hidupnya. Dalam konteks pendidikan
kurikulum diartikan sebagai jalan terang yang harus dilalaui oleh pendidik dan
peserta didik untuk mnggabungkan pengetahuan ketrampilan sikap dan seperangakat
nilai.
Dalam kontek pendidikan di pesantren, kurikulum Nurcholis
majid mengatakan yang dikutip oleh Abdurrahman Mas’ud dkk. Bahwa istilah
kurkulum tak dikenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan). Walaupun
sebenarnya materi pendidikan telah ada di dalam pesantren terutama pada praktek
pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren.
Secara eksplisit pesantren tak merumuskan dasar dan tujuan pesatren atau
menerapkannya dalam bentuk kurikulum.[3]
Sedangkan kata pesantren secara terinologi yaitu
sebuah tempat untuk menimba ilmu agama atau lembaga pendidikan dan penyiaran
agama islam. Namun sebenarnya pengertian ini sudah tidak begitu relefan di era
ini. Mengingat fungsi dari pesantren saat ini telah masuk ke berbagai peranan
yang lebih luas.
Dengan demikian, yang dimaksud dari kurikulum pesatren
adalah sebuah batasan-batasan atau patokan yang harus dijadikan acuan
untuk mekanisme pembelajaran dan mobilitas pesantren dengan tujuan dan sasaran
tertentu.
b. Latar Belakang Manajemen Kurikulum Pesantren
Sebagai cirikhas pesantren, umumnya manajemen yang
diterapkan adalah Manajemen Kultural. Manajemen ini merupakan
manajemen yang menggunakan nilai-nilai (keyakinan/kepercayaan) sebagai dasar
pengembangan organisasi, termasuk pendidikan (sekolah) tidak dapat dikelola
secara struktural/birokratis yang lebih menekankan pada perintah atasan,
pengarahan, dan pengawasan, karena dapat terjadi anggota organisasi hanya
bekerja apabila ada perintah dan pengawasan. Setiap orang bekerja dengan dasar
nilai (keyakinan) yang mendorong adanya keterlibatan emosional, sosial, dan
pikiran demi melaksanakan tugas pekerjaannya.[4]
Dalam manajemen kultural, kultur lebih fokus terhadap
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan norma-norma individu dan bagaimana
persepsi-persepsi ini bergabung atau bersatu dalam makna-makna organisasi.[5] Kultur organisasional
adalah suatu karateristik semangat dan keyakinan sebuah organisasi, yang
ditunjukkan, misalnya, dalam norma-norma dan nilai-nilai yang secara umum
berbicara tentang bagaimana seharusnya orang bersikap terhadap orang lain,
suatu sifat pola hubungan kerja yang harus dikembangkan dan dirubah.
Norma-norma ini sangat dalam, asumsi-asumsi kaku yang tidak selalu
diekspresikan, dan selalu diketahui tanpa bisa dipahami”.[6]
O’Neil (1994, hal. 105) merujuk pada ungkapan Deal
(1988) tentang beberapa elemen kultur yang dibuat dalam beberapa variasi cara:
- Nilai-nilai
dan keyakinan-keyakinan yang diekspresikan dalam bentuk tertulis.
- Pahlawan
pria/wanita yang melambangkan perilaku organisasi dan kualitas personal
yang diinginkan.
- Ritual
yang mengarahkan semua anggotanya untuk bersama-sama memperkuat nilai-nilai
inti.
- Upacara-upacara
yang merayakan nilai-nilai tersebut.
- Kisah-kisah
yang mengkomunikasikan dan meluaskan filosofi dan praktek yang berarti.
- Suatu
jaringan pelaku kultural informal yang bersedia untuk menjaga kultural
dalam menghadapi tekanan-tekanan perubahan.[7]
c. Kurikulum dan Tipologi Pesantren
Seperti yang kita tahu bahwa kurikuklum teramat
penting bagi sebuah lembaga pendidikan. Tugas kurikulum secara tidak langsung
memonitor dan memantau pergerakan sebuah lembaga pendidikan. Di dalam sebuah
kurikulum tercantum tujuan-tujuan dan capaian tertentu yang harus digapai oleh
lembaga tersebut. Sehingga kualitas kualitas pendidikan akan bias diukur dari
baik buruknya pencapain kurikulum yang digunakan. Persis seperti yang
diungkapkan S. Nasution bahwa salah satu komponen penting pada lembaga
pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran
, megarhakan proses mekanisme endidikan, tolok ukur keberhasilan dan kualias hasil pendiikan adalah kurikulum.[8]
Pada awal
kemunculannya, pesantren secara tersurat tidak memiliki sebuah kurikulum.
Meskipun dalam sebuah peantren telah ada praktek-praktek pegajaran yang jika
ditelaah secara seksama merupakan bagian dari sebuah kurikulum. Nur Cholis
majid pernah berujar bahwa istilah
kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren , teruama masa pra kemerdekaan ,
walaupun sebenaranya materi pendidikan sudah ada dan keterampilan itu ada dan
diajarkan di pesantren. Kebanyakan pesantren tidak merumusakan dasar dan tujuan
pesantren secara eksplisit dalam bentuk kurikum. Tujuan pesantren ditetukan
oleh kebijkan Kiyai, sesuai dengan perkembangan pesantren tersebut.[9]
Nmun seiring perkembangan
zaman dan melihat peran pesantren saat ini yang tidak bisa lagi dipandang
sebelah mata lag, maka pesantren kini telah memiliki kurikulum yang berfariasi.
Yang menarik lagi di era ini sudah mulai muncul sebuah kompetisi dalam
menciptakan pesantren ungulan dengan berlomba-lomba menciptakan kurikulum yang
paling inovatif dan relevan dengan lingkungan dan zaman.
Kurikulum yang
berfariasi tersebut dapat diketahui dari tpologi pesantren. Sebagai contoh,
1.
Kurikulum
pesantren “salaf”
Tipe ini yang setatusnya sebagai lembaga pendidikan
nonformal hanya mempelajarikitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, Tafsir,
Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh, Tasawuf, Bahasa Arab, ( Nahwu, Balaghah, Saraf, dan
Tjwid) Mantiq dan Akhlaq. Pelaksanaan kurikulum
pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu
atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal, menegah dan
tingkat lanjutan.[10]
2.
Kurikulum
Pesantren Modern
Adapun karekteristik kurikulum yang ada pada pndok
pesantren modern mulai diadaptasikan dengan kurikulum pendidikan Islam yang
disponsri oleh Kemeterian Agama melalui sekolah formal (madrasah). Kurikulum
khusus pesantren dialokasikan dalam muatan local atau diterapkan melalui
kebijaksanaan sendiri. Gambaran kurikulum lainnya adalah pada pembagian waktu belajar, yaitu
mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di perguruan tinggi
(baca: sekolah) pada waktu-waktu kuliah. Waktu selebihnyadengan jam pekajaran
yang padat dari pagi sampai malam untuk
mengkaji ilmu Islam khas pesantren
(Pengkajian kitab klasik). [11]
3.
Pesantren
Kilat
Yaitu pesantren yang berbentuk semacam trainingdalam
waktu relative singkat, dan biasanya dilaksanakan pada waktu libur sekolah.
Pesntren ini menitikberatkan pada keterampilan ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan santrinya terdiri dari siswa
sekolah yang dipandang perlu mengkuti kegiatan keagamaan di pesantren kilat.
Pada umumnya pesantren model ini tidak memiliki kurikulum yang jelas. Mengingat
masa yang dibutuhkan relative singkat.
Atau bisa dikategorikan memiliki kurikulum namun tidak Nampak secara tersurat (Hidden
curriculum)
Ketiga Corak pesantren sekaligus kurikulumnya diatas
hanyalah bebearapa contoh penerapan kurikulum yang mashur dipakai di pesantren.
Tentunya masih ada beberapa kurikulum yang lain sesuai dengan tipe dari
pesantren yang lain juga.
d. Inovasi Kurikulum
Mengaca pada perubahan zaman yang begitu pesat,
kemudian begitu maraknya arus moderenisasi, kiranya di tubuh esantren juga
perlu adanya perbaikan kurikulum . Karen akita tidak bisa menutup mata bahwa
dengan kita tidak menghiraukan arus perkembangan maka maka kita akan tertinggal
jauh di belakang.
Meski demikian tentu saja proses adopsi dalam rangka
untuk membuat kurikulum yang inovatif
itu jangan sampai mengindahkan unsure selektif. Karena jika demikian maka tidak
mustahil beberapa unsure modernisasi yang bertolak belakang denga cirikhas
pesantren akan menyusup ke tubuh pesantren itu sendiri. Dan hal yang demikian
ini sanga tidak kita inginkan karena dapat mrmperburuk citra pesantren yang notabene
tujuan awalnya adalah untuk pembelajaran dan pendalaman Agama Islam.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam
mengembangkan kurikulum pesantren. Salah satunya adalah meninjau kembali
komponen-komponen yang ada dalamkurikulum. Karena pada dasarnya sebuah
kurikulum yang baik minimal mencakup empat komponen pilar yang harus selalu
dienuhi dan diperhatikan. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan pendidikan, bahan pembelajaran, proses
pembelajaran, dan penilaian (evaluasi).[12]
Jika kita melihat ke belakang bawa setiap pesantren
memiliki tujuan yang berbeda-beda dan itu syah-syah saja. Namun pada dasarnya secara
mum pesantren memiliki keseragaman dalam tujuan yaitu menciptakan kader Ulama’
atau dengan kata lain transformasi ilmu keagamaan yang berdasar pada ketaatan
pada Tuhan dan bukan semata-mata untuk kepentingan duniawi.
Namun demikian akan lebih laras apabila aspek humanistik
berusaha memeberikan pengalaman yang memuaskan secara pribadi bagi setiap
sanri, dan aspek teknologi, yang memanfaatkan proses teknologi untuk
menghasilkan calon Ulama’ yang kaffah dapat direalisasikan sebagai tambahan
tujuan pendidikan pesantren.[13]
Kongkritnya, tujuan pesantren yang baik yaitu yang menyeimbangkan antara
kebutuhan Ukhrowi dan Duniawi tanpa berat sebelah.
Adapun yang berkaitan dengan bahan pembelajaran,
barankali yang mendesak saat ini, sesuai dengan gencarnya pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM) adalah mengembangkan spesialisasi pesantren denan disiplin ilmu
pengetahuan lain yang bersifat praktis yang melalui jalur aplikasi teknologi.
Sehinga kurikulumnya tidk terlalu bersifat akademi. Tidak mengurangi sifat
ilmiah bila dikutip sinyalemen Az-Zarnuji yag mengatakn bahwa sebaik-baik
Ilmu adalah ilmu hal (ilmu keterampilan). Dengan demikian pesantren sebagai
basis kekuatan Islam diharapkan memiliki relevansi dengan tuntutan dunia
modern, baik untuk masa kini mauoun masa mendatang.[14]
Komponen ketiga yang harus diperhatikan juga adalah
proses pembelajran. Telah menjadi cirikhas bahwa proses pembelajaran yang ada
di pesantren menggunakan system sorogan dan bandongan. Sorogan bersifat
individual, yaitu santri menghadap guru dengan membawa kitab yang akan
dipelajari. Sedangkan bandongan (weton) lebih bersifat pengajaan
klaskal. Yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling, Kiai
menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadwal. Menurut sebagian pakar,
kedua metode ini masuk kateori pasif dan statis.
Meskipun kedua metode ini dianggap statis namun tidak
menutup kemungkinan kedua metode ini bisa diinovasi menjadi sebua metode yang
justru relean dan praktis. Bahkan Mastuhu memandang bahwa sorogan adalah metode mengajar secara individual langsung
dan intensif. Dari segi ilmu oendidikan sebenarnya metode ini adalah metode
yang modern. Karen antara Kiai dan Santri mengenal secara erat, dan guru
menguasai benar materi yang seharusnya diajarkan. Murid juga belajar dan
membuat persiapan sebelumnya. Dengan demikian, guru telah mengetahui materi apa
yang cocok buat murid dan metode apa yang hars digunakan khusus untuk
menghadapi muridnya. Disamping itu metode sorogan juga dilakukan secara
bebas (tidak ada paksaan), dan bebas dari hambatan formalitas.[15]
Dengan demikian yang perlu dilakukan bukanlah
menghilangkan tradisi dorogan dan bandongan sama sekali dan mengganti metode
yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kedua metode tersebut. Akan tetapi
menciptakan metode bandongan dan sorogan dengan inovasi baru. Seperti metode ceramah,
diskusi, demonstrasi, eksperimen, widya wisat, dan simulasi.[16]
Atau dengan bantuan teknologi nformasi yang saat ini telah berkembang pesat.
Setelah memperhatikan ketiga komponen diatas, maka
komponen yang terakhir juga memiliki pearanan yang tidak kala penting dalam
kurikulum, yaitu penilaian atau evaluasi. Evaluasi sangat urgen bagi setiap
pekerjaan. Tujuan dari evaluasi adalah mengetahui titik kelemahan dan kelebihan
dari kurukulum yang telah dijalankan. Kelebihannya akan diertahankan dan
ditingkatkan. Sedankan kekurangannya akan dibenah dan diperbaiki. Untuk itu,
sebuah kurikulum arus ada penilaian secara berkesinambungan agar selalu bisa
dimonitor pergerakan dari kurikulum tersebut.
e. Teknologi Pesantren
1. Definisi Teknologi
Sebelum membahas teknologi pesantren terlebih dahulu perlu diketahui pengertian teknologi. Kata Teknologi seringkali oleh masyarakat diartikan
sebagai alat
elektronik atau yang sedang marak
sekarang adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tapi oleh ilmuwan dan ahli
filsafat ilmu pengetahuan diartikan sebagai pekerjaan ilmu pengetahuan untuk
memecahkan masalah praktis. Jadi teknologi lebih mengacu pada usaha untuk memecahkan masalah manusia.
Sedangkan Teknologi Pendidikan adalah proses
yang kompleks yang terpadu untuk menganalisis dan memecahkan masalah belajar
manusia/pendidikan. Menurut ”Mackenzie, dkk” (1976) Teknologi Pendidikan yaitu suatu
usaha untuk mengembangkan alat untuk mencapai atau menemukan solusi permasalahan. Teknologi dapat juga terdiri segala
teknik atau metode yang dapat dipercaya untuk melibatkan pelajaran; strategi
belajar kognitif dan keterampilan berfikirkritis.
Secara
garis besar ada lima hal yang merupakan bagian dari teknologi, sebagi berikut:
a) Sistem berpikir
Sistem berpikir menjadikan kita
untuk lebih hati-hati dengan munculnya tiap modedi dunia pendidikan. Hal ini
untuk mengantisipasi terjadinya perubahan yang tidakkita inginkan. Tanpa sistem
berpikir kita akan sulit untuk mengadakanpeningkatan riil di bidang pendidikan.
Jadi sistem berpikir menghadirkan konsep sistem yang umum, dimana berbagai
hal saling terkait.
b) Desain sistem
Desain sistem adalah teknologi merancang dan membangun
sistem yang baru. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang cepat
yang meningkatkan harapan. Desain sistem memberi kita peralatan untuk
menciptakan suatu sistem yang baru dan suatu strategi untuk
perubahan.
c)
Kualitas pengetahuan
Mutu atau kualitas pengetahuanmerupakan teknologi yang
memproduksi suatuproduk atau jasa/ layanan yang sesuai harapan dan pelanggan.
Ilmu pengetahuanyang berkualitas telah menjadi alat yang sangat berharga dalam
inovasipendidikan/ sekolah.
d)
Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah suatu cara untuk memandu
energi kreatif ke arah perubahan positif. Dapat juga diartikan sistem
pemikiran yang berlaku untuk aspek manajemen inovasi tentunya
dengan berorientasi pada POAC (Perencanaan,Organisasi, Aktualisasi dan
Kontrol).
e)
Teknologi pembelajaran
Disini ada dua bagian yaitu peralatan Pelajar
elektronik (Komputer, multimedia, Internet, telekomunikasi), dan
pembelajaran yang didesain, metode dan strateginya diperlukan untuk
membuat peralatan elektronik yang efektif. Pelajaran elektronik ini mengubah
cara mengkomunikasikan belajar. Jadi teknologi pembelajaran adalah sistem
pemikiran yang berlaku untuk instruksi dan belajar.
2. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam
Pesantren
Kita kenal di era ini dengan semakin pesatnya
Teknologi Informasi dan Komunikasi, selanjutnya TIK. Perkembangan ini memicu
adanya pemanfaatan fasilitas ini di berbagai lini kehidupan masyarakat. Seperti
dalam dunia perbankkan kita mengenal e-banking, dalam ranah pendidikan
kita mengenal e-learning. Diantara keuntungan dari pemanfaatan TIK
adalah adanya ssi efektif, simple dan transparan.
Keberhasilan pemanfaat ini telah terbukti. Di berbagai
Negara, seperti Malaysia atau Singapura bahkan telah menjadi fasilitads ang
dianggap dominan di berbagai aspek kehidupan. Di Malaysia, program e-learning
ini mendapat dukungan penuh dari
Pemerintahnya melalui program Agenda Information echnology National yang
direncanakan oleh National Information Technology Council (NITC). Untuk
membawa Malaysia siap besaing di era global abad XXI inm NITC melancarkan lima
agenda. Yaaitubidang e-community,
e-public, e-learning, e-economy, dan
e-sovereignity.[17]
Dengan gambaran Negara yang seperti ini, Negara kita
yang masih tergolong tertinggal dibidang ini ketimbang Negara-negara tetangga diharapkan terus mengikuti laju erkembangan
TIK. Dengan demikian diharapkan untuk beberapa tahun yang akan dating,
pemanfaatan TIK secara maksimal telah menjamur di berbagai bidang. Terlebih di
bidang pendidikan.
Dalam dunia pendidikan pemanfaatan TIK dirasa sangat
perlu. TIK merupakan salah satu sarana atau alat yang leih mendatangkan hasil
yang praktis, efisiwn dan transparan. Mengingat di era seperti sekarang ini
model pembelajaran yang masih menggunakan system konfensional dirasa kurang
begitu efektif dan efisien.
Dengan pemanfaatan media ini kita akan mengenal
istilah belajar via internet (e-learning). Seorang gur bisa mentransfer ilmu
kepada murid hanya dengan menggunakan mdia inetworking. Salah satu yang bisa
dimanfaatkan adalah internet messaging atau dengan media chating.
Metode ini memiliki banyak keuntungan. Setiap siswa bisa belajar kapan dan dimanapun
berada. Tanpa harus bertatap muka dengan guru. Siswa juga berhak memilih pelajaran
sesuai yang dikehendaki. Dan siswa tidak akan merasa malu jika ada beberapa
materi yang belum dipahami untuk menanyakan kembali kepada sang guru.
TIK tidak hanya cocok diterapkan di dunia pendidikan
formal saja. Melainkan juga relevan jika diterapkan di dunia pesanren. Kita
bida menebutnya e-pesantren. E-pesantren juga memiliki banyak manfaat
bagi kemajuan sebuah pesantren. Sebuah pesantren idaman rasanya belum lengkap
jika TIK belum diadopsi ke dalam kurikulum. Manfaat e-pesantren tidak hanya bagi santri, melainkan bagi
ustad dan juga pengelola pesantren. Budi Murtyasa dalam esaynya menyebutkan
keuntungan yang dapat diperoleh bagi santri dengan adanya model e-pesantren sebagai berikut:
·
Membangun
interaksi ketika santri melakukan diskusi secara on line.
·
Mengakomodasi
perbedaan santri.
·
Santri
dapat mengulang materi pelajaran yang sulit berkali-kali, sampai pemahaman
didapat.
·
Kemudahan
akses, kapan saja dan dimana saja.
·
Santri
dapat belajar dalam suasana yang ‘bebas tanpa tekanan’, tidak malu untuk
bertanya (secara on line)
·
Mereduksi
waktu dan biaya perjalanan.
·
Mendorong
santri untuk menelusuri informasi ke situs-situs pada world wide web.
·
Memungkinkan
santri memilih target dan materi yang sesuai pada web.
·
Mengembangkan
kemampuan teknis dalam menggunakan internet.
·
Mendorong
santri untuk bertanggungjawab atas belajarnya dan membangun self knowledge dan self confidence.
Sedangkan bagi para Ustadz, e-pesantren juga memberikan benyk manfaat.
Diantaranya yang terpeting adalah bahwa ia selalu dapat memberikan materi dan
masalah-masalah yang up tio date untuk dikaji denan para santri. Keuntungan
yang lainnya adalah:
·
Kemudahan
akses kapan saja dan dimana saja.
·
Mereduksi
biaya perjalanan dan akmodasi pada program pelatihan.
·
Mendorong
para Ustadz mengakses susmber-sumber kajian yang up to date.
·
Memungkinkan
para Usatadz mengkomunikasikan agasan-gagasan dalam cakupan yang lebih luas.
Adapun bagi pengelola pesantren, e-pesantren juga mempunyai manfaat yang sangat luas.
Diantaranya adalah meningkatkan prestise dan akuntabilitas lembaga. E-pesantren memungkinkan
menciptakan system distance education dan virtual school/boarding. Denan
system ini jelas bahwa pengelola pesantren tidak lagi direpotkan dengan
pengadaan ruang –ruang belajar dan sarana lainnya seperti dalam pesantren
tradisional. Ini berarti E-pesantren akan menghemat biaya pengadaan
prasarana untuk pembelajaran dan biaya operasional pemeliharaan peralatan dan
gedung.[18]
Adapun langkah-lagkah dan fasilitas yan haru
sdipersiapkan untuk mengaplikasikan TIK ke dalam pesantren meliputi beberpa
bagian:
·
Infrastruktur
·
Sumber
Daya Manusia
·
Bahan
Pembelajaran
Infrastruktur meliputi peralatan digital seperti
computer, LCD Proyektor, jaringan computer, koneksi internet, daftar mata
pelajaran dan isisnya, home page, dan e-library. Komponen ini satu
sama lain saling melengkapi. Jika satu saja tidak ada maka tidak akan bisa
dimanfaatkan secara maksimal.
Mengenai SDM, disyaratkan bagi setiap yang terlibat
dalam kegiatan ini memiliki keterampilan computer. Paling tidak tahu
dasar-dasar penggunaan dan pemanfaatan dan tidak diharuskan mahir ata pakar.
Ini sangat penting karena guu tidaka akan bisa mentransfrom secara maksimal
jika tidak memiliki pengetahuan dasar mengenai TIK.
Begitu juga sebaliknya. Santri tidsk akan dapat
menyerap apa yng disampaikan guru jika tidak memiliki pengetahuan tentang TIK.
Dengan demikian setiap yang terlibat di dalam kegiatan ini harus sinergi agar
TIK dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Sedangkan bahan pembelajaran juga harus dipersiapkan
secara matang dengan memanfaatkan perkembangan TIK. Dalam dunia internet kita mengenal buku
difital baik yang berbentuk e-book, pdf, djvu, ataupun program-program
bentuk flash. Dengan fariatifanya bahan yang yang demikian ini dapat
memikat peserta didik an tidak melulu harus berktat pada tumpukan buku.
Sehingga diharapkan dapat membangkitkan semagat santri untuk belajar.
Yang telah disebutkan diatas hanyalah beberapa contoh
fasilitas yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan bahan ajaran, dan masih banyak
lagi bahan-bahan lain yang mana bisa diakses dari internet. Baik itu yang
gratis maupun yang bayar.
f.
Sumber
Daya Ustadz (SDU)
Ustadz merupan salah
satu factor penentu keberhasilan sebuah pesantren. Karena Ustadz menjadi pelaku
utama dalam proses transformasi keilmuan untuk para santri. Tanpa Ustad maka
pendidikan tidak akan berjalan. Oleh karena itu SDU harus selalu ditingkatkan
dari waktu ke waktu. Hal ini bertujuan agar para santri dapat menerima Ilm yang
ditransfer dengan maksimal dan up to date, alias tidak ketinggalan zaman.
Artinya setiap ustad dituntut untuk selalu merenew apa saja yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar. Baik itu bidang keilmuan yang
nantinya disampaikan kepada para santri, maupun metode-metode penyampain kelman
tersebut yang paling cocok.
Pesantren dari waktu ke
waktu menghadapi berbagai tuntutan. Apalagi di era yang serba modern ini.
Pesantren tiak cukup kalau hanya mngajarkan ilmu-ilmu pokok ajaran Islam.Melainkan
harus bisa menyesuaikan dengan arus kemajuan yang selalu berkembang. Dalam
kaitan ini seap komponen dalam pesantren harus berpacu unuk selalu berinofasi.
Sehingga tidak aneh lagi kalau pesantren di era ini, melairkan lulusan-lulusan yang
tidak kalah dengan dengan luusan keluaran sekolah formal. Bakan jika
diperhatikan, tidak sedikit orang-orng alumni pesantren memiliki peranan
penting dii berbagai bidang. Bak di masayarakat, pendidikan, pemerintahan
maupun di bidang lainnya.
Maka dari itu setiap
ustas paling tidak dituntu harus memenuhi beberapa syarat kritria ustad yang
kompeten. Dalam hal ini ustad harus memiliki dua kompetensi yang utuh. Terdiri
dari kompetensi akademik dan professional. Kompetensi akademik merupakan landasan
saintifik dari penyelenggaraan layanan keguruan yang terdiri atas:
·
Kemampuan
mengenal peserta didik secara mendalam
·
Kemampuan
menguasai bidang studi
·
Kemampuan
menyelenggarakan pembelajran yang mendidik
·
Kemampuan
mengembangkn profesi secara berkelanjutan[19]
Kemudian , kompetensi professional dapat dibentuk
melalu penerapan kompetensi akademik di madrasah.
Maksud
dari kompetensi professional di dini adalah bahwa seorang ustad harus
mengetahui tugas dan fungsinya secara benar dan menempatkan dirinya sebagaimana
mestinya. Sebagai manajer PBM, ustad harus mampu meguasai santri dan materi.
Artinya ustad harus mampu mengendalikan peserta didiknya dan juga harus
benar-benar menguasai materi keilmuan yang akan di transfer kepada para santri.
Sehingga setiap santri dapat menyerap keilmuan dari para ustad dengan maksimal.
Lebih
lanjut,kemampuan yang dimaksud adalah berkaitan dengan penguasaan proses
pembelajaran. Penguasaan pengetahuan, dan jabatan-jabatan fungsional. Mengenai
jabatan fungsional ustad menunjuk pada kedudukan yang menunujukkan tugas,
tangungjawab, wewenang, dan hak seorang ustad yang daam melaksanakan tugas
berdasarkan pada keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Berdasarkan
paparan di atas maka dapat dinyatakan, bahwa sosok utuh kompetensi professional
ustad merupakan seperangkan kemampuan yang harus dimiliki ustad searah dengan
kebutuhan pendidikan di pesantren (kurikulum), tuntutan masyarakat, serta
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada umumnya prestasi seorang guru
ditandai dengan pencapaian kompetensi professional tersebut.[20]
Oleh sebab itu, kompetensi akademik dan kompetensi professional merupakan
kemampuan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan.
Menurut
hema penulis, tidak salah kalau kita coba meminjam beberapa poin dasar-dasar
yang harus dijadikan pijakan dalam dunia pendidikan ntuk mencapai keberhasilan
pada era global ini, kemudian menerapkannya dalam dunia pesantren.
UNESCO
menetapkan empat pilar yang arus dijadikan sebagai landasan dalam dunia
pendidikan. Keempat hal ersebut sebagai berikut:
1. Learning to know. Bukan sekedar mempelajari materi pembelajaran, tetapi
yang lebih penting adalah mengenal cara memahami dan mengkomunikasikannya.
2. Learning to do. Menumbuhkan semangat kreativitas, produktivitas,
ketangguhan, menguasai kompetensi secara professional, dan siap menghadapi
situasi yang senantiasa berubah.
3. Learning to be. Pengembangan potensi diri yang meliputi kemandirian,
kemampuan bernalar, berimajinasi, kesadaranestetk, disiplin, dan tangung jawab.
4. Learning to live together. Pemahaman hidup selaas seimbang, baik nasional maupun
internasional dengan menghormati nilai spiritual dan tradisi kebhinekaan.
Setelah kita menelaah keempat poin di atas, meskipun
itu untuk pendidikan yang sifatnya global, sejatinya makna yang terkandung sama
sekali tidak keluar dari ajaran islam. Dan hal ini cocok untuk diterapkan dalam
pesantren. Sehingga diharapkan setiap ustad harus memiliki keempat poin ini
dalam rangka menggapai keberhsilan pesantren.
BIBLIOGAFI
Dhofier, Zamakhsari, 1985. Tradisi Pesantren, Studi
Tentang Pandangan Hidup Kiyai, Jakarta, LP3ES.
Van Bruinessen, Martin, 1995. Kitab Kuning,
Pesantren dan Tarekat, Jakarta, Mizan.
Wahid, Abdurrahman, 2001. Menggerakkan Tadisi:
Esai-esai Pesantren, Jogjakarta, LkiS.
Nasution, S, 1995. Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta:
Bumi Aksara.
Team Dedikatik Meodik Kurikulum IKIP Surabaya, 1993. Pngantar
Dedkatik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta, PT. Grafindo Persada.
Mastuhu 1998. Prinsip Pendidikan Pesantren, Jakarta,
P3M
Ainurrafiq, 2001. Pesatren dan Pembaharuan: arah
dan implikasi dalam Abuddin Nata, Sejarah pertumbuhan dan perkembangan
lembaga-lembaga islam di Indonesia, Jakarta,
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Majid, Nurcholis, 1997. Bilik-bilik pesantren,
Sebuah potret perjalanan, Jakarta, Paramadina.
Jurnal Ilmiah Kependidikan, Khasanah Pendidikan:
vol.1 No. 1( September 2008)
Murtiyasa, Budi Esai, Peran Teknologi Informasi dan
Komunkasi untuk meningkatkan fungsi dakwah dan pendidikan pesantren.
Priyanto, Dwi, Esai, Inovasi
kurikulum Pesantren (Memproyeksikan Model Pendidikan Alternatif Masa Depan)
http//:www.rahmat.blog.id/
http:/:www.pondokpesantren.net/
[1] H. Choirul fuad Yusuf,
Direktur Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesanren dalam “Halaqah Pesantren” yang di
selenggarakan hasil kerjasama LeKDIS Nusantara dengan Direktorat Pendidikan
DIniyanh dan Pondok Pesantren Depag RI, http//:www.pondokpsantren.net/
[2] http//:rahmat.blog.or.id/
[3] Nurcholis Majid,
Bilik-bilik pesantren, Sebuah potret perjalanan (Jakarta: Paramadina,1997)
[4] Prof Sodiq Aziz Kuntoro. 2008. Materi Perkuliahan Manajemen
Berbasis Pesantren, Madrasah, dan Sekolah. Program Pascasarjana Prodi
Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[5] Tony Bush & Marianne Coleman. 2006. Manajemen Strategis
Kepemimpinan Pendidikan (terj.) oleh. Fahrurrozi. Yogyakarta: IRCiSoD.,
hal. 133 atau Tony Bush and Marianne Coleman. 2000. Leadership and Strategic
Management in Education., London:Paul Chapman Publishing Ltd., p. 42.
[6] Ibid., hal 133-134
[7] Ibid., hal. 134-135
[8] S. Nasution, Kurikulum
dan Pengajaran ( Jakarta: Bumi aksara, 1995), hal. 13
[9] Nurcholis Majid,
Bilik-bilik pesantren, Sebuah potret perjalanan (Jakarta: Paramadina,1997),
hal. 59
[10] Dwi priyanto, Inovasi
kurikulum Pesantren (Memproyeksikan Model Pendidikan Alternatif Masa Depan)
[11] Ainurrafiq, “Pesatren dan
Pembaharuan: arah dan implikasi” dalam Audin Nata, Sejarah pertumbuhan dan
perkembangan lembaga-lembaga islam di
Indonesia (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 201) hal. 155.
[12] S. Nasution, Pengembangan
kurikulum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991) hal.4
[13] Dwi Priyanto, Inovasi
Kurikulum Pesantren (Memproyeksikan model Pendidikn Alternatif Masa depan)
[14] Ibid
[15] Mastuhu, Prinsip
Pendidikan Pesantren (Jakarta, P3M, 1998) al. 19
[16] Team Didaktik Metodik
Kurikulum IKIP Durabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM (Jakarta: PT:
Raja Grafindo Persad, 1993), hal. 40
[17] Budi Murtiyasa, Peran
Teknologi Informasi dan Komunkasi untuk meningkatkan fungsi dakwah dan
pendidikan pesantren
[18] Budi Murtiyasa, Peran
Teknologi Informasi dan Komunkasi untuk meningkatkan fungsi dakwah dan
pendidikan pesantren
[19] KHASANAH PENDIDIKAN:
Jurnal Ilmiah Kependidikan, vol.1 No. 1( September 2008), hal 22
[20] Ibid ha.10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar