Pendiri NU yang sebenarnya. Putra Kiai Chasbullah dari Tambakberas, Jombang.
Belajar di berbagai pesantren Jawa Timur (termasuk yang dipimpin Kiai Kholil di
Bangkalan dan di pesantren kerabatnya, Hasjim Asj'ari, di Tebuireng). Selama
1910-14 belajar di Mekkah, kepada ulama Indonesia terkemuka seperti Mahfuzh
Termas dan Ahmad Khatib Minangkabau. Sekembalinya dari tanah Arab, dia menetap
di Surabaya dan aktif di berbagai lingkungan sosial yang luas, mendirikan
beberapa organisasi yang dapat dipandang sebagai cikal bakal Nahdlatul Ulama,
yang didirikan di rumahnya di Surabaya pada bulan Januari 1926.
Dia semula menjabat sebagai sekretaris (katib) Syuriyah, tetapi segera menarik diri ke belakang sebagai mustasyar. Pada 1942 dia kembali maju ke depan, menggantikan Machfoezh Siddiq sebagai ketua umum. Pada saat pembentukan Masyumi pada 1943, Kiai Wahab menjadi salah seorang wakil NU di kepengurusannya. Dia juga mewakili Masyumi, dan sejak 1952 mewakili NU, di DPR. Ketika Hasjim Asj'ari meninggal peda 1947, Kiai Wahab menggantikannya sebagai Rois Aam, posisi yaag tetap berada di tangannya sampai akhir hayatnya pada 1971.
Wahab adalah pengagum berat Soekarno, dan di bawah pimpinannya NU senantiasa mendukung hampir semua kebijakan Soekarno. Setelah kejatuhan Soekarno, Kiai Wahab secara formal tetap menduduki jabatannya tetapi dalam prakteknya kehilangan seluruh pengaruhnya di NU.
Dia semula menjabat sebagai sekretaris (katib) Syuriyah, tetapi segera menarik diri ke belakang sebagai mustasyar. Pada 1942 dia kembali maju ke depan, menggantikan Machfoezh Siddiq sebagai ketua umum. Pada saat pembentukan Masyumi pada 1943, Kiai Wahab menjadi salah seorang wakil NU di kepengurusannya. Dia juga mewakili Masyumi, dan sejak 1952 mewakili NU, di DPR. Ketika Hasjim Asj'ari meninggal peda 1947, Kiai Wahab menggantikannya sebagai Rois Aam, posisi yaag tetap berada di tangannya sampai akhir hayatnya pada 1971.
Wahab adalah pengagum berat Soekarno, dan di bawah pimpinannya NU senantiasa mendukung hampir semua kebijakan Soekarno. Setelah kejatuhan Soekarno, Kiai Wahab secara formal tetap menduduki jabatannya tetapi dalam prakteknya kehilangan seluruh pengaruhnya di NU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar