Oleh: M. Noor Khozin
PENDAHULUAN
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Lembaga ini telah
berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan
pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. Di luar Pulau Jawa lembaga
pendidikan ini disebut dengan nama lain, seperti surau di Sumatra Barat, dayah
di Aceh, dan pondok pada daerah lainnya.
Kekhususan
pesantren dibanding dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya adalah para
santri atau murid tinggal bersama dengan kiai atau guru mereka dalam suatu
kompleks tertentu yang mandiri. Agar dapat melaksanakan tugas mendidik dengan
baik, biasanya sebuah pesantren memiliki sarana fisik yang minimal terdiri dari
sarana dasar, yaitu masjid atau langgar sebagai pusat kegiatan, rumah tinggal
kiai dan keluarganya, pondok tempat tinggal para santri dan ruangan-ruangan
belajar.
Dalam
perjalanan sejarah Indonesia pesantren telah memiliki peranan yang besar dalam
usaha memperkuat iman, meningkatkan ketakwaan, membina akhlak mulia dan
mengembangkan swadana masyarakat Indonesia dan ikut mencerdaskan kehidupan
bangsa melalui pendidikan informal, non formal, dan pendidikan formal.
Seiring
dengan perkembangan zaman, sekarang telah banyak pendidikan yang menawarkan
model pendidikan dengan konsep yang bermacam-macam. Model-model pendidikan
tersebut secara tidak langsung menjadi “saingan” bagi pesantren. Dengan
demikian pesantren perlu dikembangkan dan ditingkatkan dari berbagai aspek dan
manajemen. Dalam kaitannya dengan peningkatan pesantren, pada makalah ini akan
dibahas tentang manajemen pelayanan pesantren yang diharapkan bisa meningkatkan
kualitas pesantren.
Manajemen
Pelayanan Pesantren
A. Konsepsi Pelayanan
Dalam KBBI disebutkan bahwa pengertian pelayanan
adalah perihal atau cara melayani.[1]
Yakni perbuatan untuk menyediakan segala yang diperlukan orang lain. Sedangkan
pelayanan menurut istilah adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas
orang lain.[2]
Setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi
layanan bisa berhubungan fisik ataupun tidak.[3]
Menurut I.N.R. Pendit dan Tata Sudarta, pelayanan
(service) adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk seseorang sebagai
penerima pelayanan akan menikmati suatu manfaat atau merasa senang dan puas. [4]
Pada perusahaan di bidang jasa istilah service diuraikan sebagai berikut:
S : Smile for everyone
E : Excellence in everything we do
R
: Reaching out to every guest with hospitality
V
: Viewing every guest as special
I
: Inviting guest to return
C
: Creating warm atmosphere
E
: Eye contact that shows we care
Tujuan dari pelayanan adalah untuk membantu memenuhi
kepentingan orang lain atau umum, karena seringkali untuk memenuhi kebutuhan
tidak dapat dilakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan berupa perbuatan
orang lain. [5]
Salah satu unsur penting service adalah
perilaku yang sopan dan beradab yang dikenal dengan istilah courtesy (adab,
sopan santun). Courtesy menyangkut cara penerimaan yang tulus,
keramahtamahan dalam menerima/menyambut
tamu, tutur kata/cara berbicara yang ramah dan tindakan lainnya yang dapat
menyenangkan tamu, fasilitas yang kita miliki dan pelayanan yang kita berikan.
Courtesy hendaknya dilakukan pada setiap perusahaan
yang langsung berhubungan dengan konsumen, apalagi perusahaan yang produknya
berupa jasa, seperti hotel, biro perjalanan, bank dan perusahaan lainnya.
Perwujudan courtesy dalam pelayanan diartikan
sebagai suatu perbuatan yang dilakukan secara attentive (penuh
perhatian), helpful (penuh pertolongan), considerate (tenggang
rasa), polite (sopan) dan respectful (peduli) dalam perkataan dan
perbuatan.[6]
1. Attentive
Maksudnya memberikan konsentrasi penuh pada
seseorang yang sedang anda layani dan menunjukkan sikap bertindak cepat dalam
melakukan pekerjaan. Memberikan konsentrasi penuh berarti mengkonsentrasikan pikiran dan gerak badan
anda kepada pelangggan.
Sikap bertindak cepat berarti melakukan sesuatu
perbuatan dengan cepat tetapi tidak terlalu cepat sehingga memberikan gambaran
kepada pelangan bahwa dia tidak diinginkan kedatangannya.
2. Helpful
Maksudnya menyediakan bantuan tanpa diminta
(sukarela) dalam bentuk kemudahan, informasi, juga bantuan fisik dan sebagainya
yang bermanfaat bagi pelanggan.
3. Considerate
Maksudnya menunjukkan sikap empati terhadap kepuasan
orang lain
4. Polite
Maksudnya bertingkah laku secara baik dan
menyenangkan, artinya menggunakan kata-kata baik, seperti selamat pagi,
silakan, terima kasih, saya minta maaf, maafkan saya dan sebagainya.
5. Respectful
Maksudnya menggunakan panggilan hormat kepada seseorang secara betul dan sesuai
dengan kedudukan.
Dalam
konsep pelayanan, dikenal dengan konsep pelayanan prima. Konsep pelayanan prima
meliputi unsur-unsur kepribadian, penambilan, perilaku, komunikasi,
pengetahuan, dan penyampaian. Konsep layanan prima tersebut terdiri dari
hal-hal berikut ini:
a. Pribadi
prima tampil ramah
b. Pribadi
prima tampil sopan
c. Pribadi
prima tampil yakin
d. Pribadi
prima tampil rapi
e. Pribadi
prima tampil ceria
f. Pribadi
prima senang memaafkan
g. Pribadi
prima senang bergaul
h. Pribadi
prima tampil belajar dari orang lain
i.
Pribadi prima
senang kepada kewajaran
j.
Pribadi prima
senang menyenangkan orang lain
B.
Kinerja
dan Kualitas Pelayanan Pesantren
Kinerja merupakan aspek penting dalam usaha
pencapaian suatu tujuan. Pencapaian tujuan yang maksimal merupakan buah dari kinerja tim atau
individu yang baik, begitu pula merupakan
akibat dari kinerja individu atau tim yang tidak optimal. Cukup banyak batasan
yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan kinerja. Sebagaimana ditulis
Mangkunegara dalam Evaluasi Kinerja SDM, Whitmore misalnya secara sederhana
mengemukakan bahwa kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari
seseorang. Dengan demikian, menurut Whitmore kinerja merupakan suatu perbuatan, prestasi atau apa
yang diperlihatkan seseorang melalui ketrampilan yang nyata.
Amstron dan Baron sebagaiama ditulis Wibowo dalam
Manajemen Kinerja , kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan
kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi kepada ekonomi. Dengan demikian kinerja berkaitan dengan melakukan
pekerjaan dan mencapai hasil dari hasil pekerjaan tersebut.
Faktor kinerja untuk masing-masing orang mempunyai
perbedaan sesuai jenis pekerjaan, organisasi atau profesi. Faktor kinerja
merujuk pada tujuan organisasi yang dijabarkan ke dalam tugas-tugas fungsional.
Faktor kinerja untuk karyawan akan berbeda dengan faktor kinerja guru, seniman,
atau pekerja lain, karena masing-masing memiliki spesifikasi tugas atau
pekerjaan yang berbeda.
Menurut A Dale Timple, faktor-faktor kinerja terdiri
dari faktor internal dan ekternal. Faktor internal yaitu faktor yang
dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik
disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan ia tipe pekerja keras,
sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai
kemampuan rendah atau orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang
tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Sedangkan
faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang
berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan
kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Menurut Dale Furtwengler terdapat 9
faktor kinerja, yaitu
- Kecepatan
- Kualitas
- Nilai
- Ketrampilan
interpersonal
- Terbuka untuk
berubah
- Kreativitas
- Ketrampilan
berkomunikasi
- Inisiatif
- Perencanaan dan
organisasi.
Penilaian kinerja merupakan proses peneliaian yang
dilakukan organisasi terhadap para pegawai yang dapat memberikan umpan balik,
sehingga organisasi dapat mengidentifikasi secara tegas perbaikan atau penyesuaian
yang diperlukan dalam rangka perbaikan kinerja pegawai.
Untuk melakukan penilaian kinerja dilakukan dengan
tiga langkah. Pertama, mendefinisikan pekerjaan, yang artinya memastikan bahwa
pimpinan dan bawahan sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar jabatan. Kedua,
menilai kinerja, berarti membandingkan kinerja actual bawahan dengan
standar-standar yang telah ditetapkan. Ketiga, umpan balik yaitu kinerja dan
kemajuan bawahan dan rencana-rencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang
dituntut.
Kualitas pelayanan merupakan faktor yang menjadi
pertimbangan terpenting dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Karena
kualitas pelayanan yang kurang memuaskan akan membuat pelanggan dalam hal ini
satuan kerja dan pihak ketiga akan merasa terganggu dan merasa dirugikan dalam
hal waktu dan pelayanan. Dalam pemberian
pelayanan terhadap masyarakat masih banyak kesalahan yaitu adanya keluhan.
Pengalaman kualitas pelayanan yang memuaskan dengan interasi yang
berulang-ulang akan memperkuat kepercayaan karena proses pemberian penciptaan
layanan penting dalam pembentukan kepercayaan.
Kualitas sebagai alat stategis mempunyai kemampuan
kompetitif dalam berparisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.
Untuk menghadapi perubahan lingkungan, dilakukan usaha untuk memperbaiki proses
implemntasi terus menerus.
Kottler mendefinisikan kualitas sebagai keseluruhan
ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuan memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Sedangkan menurut
Fanddy Tjiptono menyatakan bahwa kualitas pelayanan atau jasa adalah upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Leonard L Berry dan Pasaruraman menyatakan pelayanan
jasa yang baik pada pelanggan memiliki lima kriteria penentu kualitas pelayanan
yaitu:
a.
Tangible (bukti
langsung)
Meliputi
kualitas pendukung, perlengkapan karyawan dan sarana komunikasi. Berdasarkan
kualitas pelayanan yang diberikan tersebut, pelanggang akan memberikan
tanggapan, selanjutnya mepersepsikan tolok ukur penilaian kepuasan yang
dirasakannya
b.
Reliability
(keandalan)
Yakni
melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
c.
Responsibility (daya tanggap)
Yakni
kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaannya untuk melayani pelanggan
dengan baik.
d.
Empathy (empati)
Yakni
rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan,
serta kemudahan untuk dihubungi.
e.
Assurance
(jaminan)
Yakni
pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga
pelangggan terbebas dari resiko.
C. Pengawasan, Pengaduan, dan Penyelesaian Konflik di Pesantren
Pengawasan yang berasal dari kata awas berarti
mengamat-amati dan menjaga baik-baik. Pengawasan adalah sesgala sesuatu yang
berkaitan dengan proses penjagaan dan pengarahan yang dilakukan
secara-sungguh-sungguh agar objek yang diawasi dapat berjalan dengan
semestinya. Pengawasan merupakan tugas untuk mengawasi apakah objek pengawasan
itu berjalan sesuai tugas, fungsi, dan aturan yang mengaturnya.
Dasar
dari pengawasan disebutkan dalam alquran:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ
وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105)
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu,
maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan
(QS
at-Taubah 105)
Pengawasan pesantren sudah selayaknya
menerapkan manajemen modern, yaitu sistem manajemen pengawasan. Manajeman
pengawasan adalah cara atau metode yang sistematis yang mengatur bagaimana
pengawasan dapat dilaksanakan secara efektif, independen dan objektif serta
sesuai dengan prinsip-prinsip pengawasan.
Manajemen dalam arti mengatur segala
sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat dan tuntas merupakan hal yang
disyariatkan dalam ajaran Islam. Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang
mantap, dan cara-cara mendapatkannya yang transparan.merupakan amal perbuatan yang
dicintai Allah.
Dalam ajaran Islam segala sesuatu harus
dikerjakan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesya harus
diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini
merupakan prinsip utama dalam ajaranIslam. Sabda Rasulullah saw
عن عائشة
: أن النبي صلى الله عليه و سلم قال : إن الله يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه (أخرجه الطبراني)[7]
Dari
A’isyah, sesungguhnya Nabi saw berkata; sesungguhnya Allah menyukai seseorang
yang mengerjakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya (HR.
At-Thabrani)
Manajemn dan pengawasan memiliki
hubungan erat. Manajemen akan dapat berjalan efektif apabila ditopang oleh
fungsi pengawasan yang efektif dan pengawasan akan dapat berjalan secara efektif
apabila dikendalikan oleh sistem manajemen yang baik.
Pengawasan terhadap pesantren akan
efektif jika memenuhi prinsip-prinip pengawasan yaitu:
- Objektif.
Pengawsan terhadap pesantren harus dilakukan secara objektif berdasarkan
bukti-bukti otentik dan rasonal, mengungkap fakta-fakta yang relevan
dengan pelaksanaan pekerjaan, terhindar dari prasangka subjektif atau
memihak tanpa bukti dan data-data yang valid
- Independen.
Pengawasan pesantren harus bersifat independen, artinya dalam prosese dan
praktik pengawasan tidak boleh terjadi pemihakan atau pengaruh lain yang
disebabkan adanya hubungan saudara, kerabat, teman kerabat,status jabatan
dan lain-lain.
- Sistem.
Kegiatan pengawasan pesantren harus menerapkan system manajeman, yakni
adanya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
- Korektif.
Pengawasan terhadap pesantren harus dapat memberikan manfaat kepada pesantren
tersebut, menjamin adanya tindakan korektif dalam menjalankan tugas dan
fungsi manajemen, di samping kelancaran aspek pendukung lainnya.
Dalam menghadapi kompali diperlukan ketrampilan
khusus untuk menghadapi berbagai karakter individu yang berbeda-beda.
Karakter-karakter tersebut antara lain sebagai berikut:
- Pusatkan
perhatian kepada pelanggan
- Berikan
pelayanan yang efisien
- Naikkan
harga diri tamu
- Bina
hubungan baik dan harmonis dengan tamu
- Berikan
penjelasan dan informasi sebaik mungkin.
- Ketahuilah
apa yang diinginkan tamu.
- Jelaskan
pelayanan apa saja yang diberikan oleh perusahaan
- Alihkan
tugas pada yang lebih mampu apabila tidak sanggup melayani.
Menurut Pramono, konflik adalah suatu proses
sosial di mana orang perorangan atau kelompok manusia untuk memenuhi tujuannya
dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman dan atau kekerasan.[8]
Lebih lanjut ia menyatakan, bahwa sebab timbulnya konflik antara lain adanya
persaingan dan prasangka sosial yang terlalu mendalam antara orang atau
kelompok. Timbulnya konflik dapat bersumber pula dari adanya perbedaan antara
individu-individu atau kelompok dalam kebudayaan, kepentingan-kepentingan-kepentingan,
ideologi, perubahan sosial dan sebagainya. Dengan demikian, adanya pergaulan
dalam berbagai lingkungan termasuk lingkungan peantren, tidak akan terlepas
dari konflik.
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat
digunakan dalam me-manage konflik organisasi sebagaimana yang dikemukakan oleh
Wexley berikut ini:
- Menetapkan
peraturan-peraturan dan prosedur standar untuk mengatur perilaku agresif,
menekankan pekerjaan yang jujur terhadap pegawai, serta meredakan
permusuhan yang dapat diramalkan.
- Mengubah
peraturan arus kerja, disain pekerjaan, batas-batas bidang kerja serta
aspek-aspek lain dari hubungan kerja antar pribadi dan antar kelompok yang
dengan cara ini dapat meningkatkan atau mengurangi kemungkinan konflik.
- Mengubah
sistem ganjaran untuk mendorong persaingan atau kerja sama.
4. Mendirikan
posisi-posisi khusus yang bertanggung jawab untuk mediasi (campur tangan pihak
ketiga) arbritasi atau juru damai pihak ketiga agar dapat mempermudah penyelesaian
jenis-jenis konflik yang diramalkan
- Memberikan
kesempatan kepada pihak-pihak yang mempunyai orientasi tujuan yang
berlainan terwakili dalam kelompok peembuat kebijaksanaan agar dapat mendorong
konfrontasi yang konstruktif serta menurunkan kebutuhan masing-masing
pihak mempercayakan pada taktik-taktik paksaan yang merusak.
- Melatih
pejabat-pejabat kunci mengenai penggunaan yang tepat tentang taktik-taktik
untuk mengatasi konflik.
DAFTAR
PUSTAKA
Kotler,
Philip, Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan dan Pengendalian, Edisi
ke-7 Jasawasana Jakarta 2002
Mangkunegara, AA Anwar
Prabu, Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama Bandung: 2005
Timpe
A Dale (2002), The Art Science of Business Management Performance, edisi
terjemahan. Jakarta: Alex Media Komputindo
Wibowo, Manajemen
Kinerja, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Tim Penyusun, Kamus besar bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998) cet I
Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di
Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2002)
Bilson, Memenangkan Pasar dengan
Pemasaran Efektif dan Profitable (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001)
INR Pendit dan Tata Sudarta, Psychology
of Service, Sebuah Pengantar dalam memberikan Pelayanan secara paripurna, (Yogyakarta:
Graha Ilmu 2004) cet I
Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di
Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2002)
Wahyu Pramono, Bentuk-bentuk
Penyesuaian Konflik antara Penduduk Asli dan Pendatang, Kasus Daerah
Transmigrasi Situng (Padang: Pusat Penelitian Universitas Andasas, 1991)
[1] Tim Penyusun, Kamus
besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998) cet I h. 504
[2] Moenir, Manajemen
Pelayanan Umum di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) h. 17
[3] Bilson, Memmenangkan
Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitable (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2001) h. 172,
[4]INR Pendit dan
Tata Sudarta, Psychology of Service, sebuah Pengantar dalam memberikan
Pelayanan Secara paripurna, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2004) cet I h. 33
[5] Moenir, Manajemen
Pelayanan Umum di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) h. 26
[6] NR Pendit dan
Tata Sudarta, Psychology of Service, Sebuah Pengantar dalam Memberikan
Pelayanan Secara Paripurna, (Yogyakarta: Graha Ilmu 2004) cet I h. 34
[7]
Sahih al-Jami’ al-shaghir 2/144 no. 1876
[8] Wahyu Pramono,
Bentu-bentuk penyesuaian konflik antara penduduk asli dan pendatang, kasus
daerah transmigrasi situng (Padang: Pusat Penelitian Universitas Andasas,)
1991) h. 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar