Minggu, 25 Maret 2012

Saridin


Seorang Guru yg sedang mengisahkan Biografi seorang ulama besar, kesal melihat salah satu muridnya tertidur di kelas. sambil menyebut nama si murid tsb, ia sedikit membentak.
Guru : Saridin !!!
murid : I..iya..iya pak (gelagapan ia terbangun, tapi dengan cepat bisa menguasai keadaan) ada apa pak ?
Guru : Jangan tidur ketika saya menerangkan pelajaran.
murid : saya tidak tidur pak. saya memperhatikan penjelasan bapak.

Dialog dengan A.M. Waskito [2]


Nih lanjutan Dialog dg A.M. Waskito

Said : Ustadz A.M. Waskito, mhn ma’af, saya koment lg :

1. Mengenai kaidah : al-Ashlu fi al-’Ibadah al-Tahrim, itu benar sekali. Setiap ibadah harus ada dalilnya. Hanya saja, dalil itu macam-macam, ada yang bersifat umum, ada yang bersifat khusus. Ada yang berdasarkan ‘Ibarah al-Nash, ada juga yang berdasarkan isyarah al-Nash, dilalah al-Nash, dan Iqtidha’ al-Nash. Ada yang berdasarkan mantuq, dan ada juga yang berdasarkan mafhum, dan lain-lain, sebagaimana dibahas oleh ulama’-ulama’ ushul. Yang bikin kaidah itu adalah para ulama’, masa iya mereka sendiri yg melanggarnya. Imam Ahmad, misalnya, beliau tahu kaidah itu, tetapi mengapa beliau mengeluarkan fatwa sampainya seluruh amal kebaikan orang yang masih hidup untuk orang yg telah meninggal. Pendapat beliau ini, diikuti oleh ulama’ – ulama’ Hanbali seperti, Ibnu Taimiyah, dan Ibnul Qayyim.