Selasa, 14 Februari 2012

Menerapkan Analisis Swot untuk Pondok Pesantren


Oleh: Makhrusudin Ahmad

A.    PENDAHULAN
Berbicara mengenai sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pesantren, karena Pesantren dianggap sebagai sistem pendidikan asli Indonesia. Rentang waktu perjalanan lembaga pendidikan yang bernama pesantren di bumi pertiwi ini (baca: Indonesia) sangat panjang, dapat dikatakan hampir sama dengan irama dinamika dunia pendidikan di Indonesia. Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi, maka upaya-upaya yang ditujukan untuk mengembangkan kualitas agar citra sekolah ini tidak selalu menjadi “nomor dua”, perlu dilakukan.
Zaman telah mengalami perkembangan, namun banyak pesantren yang masih tetap bertahan dengan gaya  klasiknya. Memang ada banyak hal baik yang harus kita pertahankan dalam budaya pesantren-pesantren kuno, namun juga banyak hal-hal yang lebih baik dalam dunia modern ini yang perlu untuk diambil dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bagaimana pun juga masyarakat adalah “anak zaman” yang tidak bisa terlepas dari perkembangan  masa dan hanya berkutat pada masa tertentu. Maka dari itu perlu dilakukan reorientasi pendidikan pesantren sehingga bisa tetap eksis dan mampu menanggapi berbagai macam tututan zaman yang ada.

Terkait dengan hal di atas, dalam makalah ini akan diulas masalah reorientasi pesantren, terkait dengan perkembangan zaman, serta analisis yang perlu dilakukan untuk menetapkan strategi-strategi yang dibutuhkan. Dan dalam hal ini kami akan menjadikan analisis SWOT sebagai metode analisis.



B.     PEMBAHASAN
1.      Reorientasi Pesantren
Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia,  termasuk di dalamnya pendidikan pesantren. Pesantren merupakan institusi yang banyak dipuji orang, khususnya masyarakat muslim. Namun di saat yang sama sering pula mendapat kecaman dan dilabelkan sebagai institusi yang banyak “menghambat” kemajuan Islam, karena kekolotannya dalam menyikapi perkembangan zaman.
Pesantren perlu melakukan reorientasi dalam system pendidikannya sehingga keberadaannya lebih membumi.Di era penjajahan, pesantren di berbagai daerah menjadi basis pergerakan melawan kolonialisme.Para kiyai/ulama’ seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro adalah kalangan yang mempelopori perlawanan terhadap pemerintah kolonial.Namun ketika perlawanan fisik ini dirasa gagal, mereka mengalihkan perlawanan tersebut ke bidang pendidikan dengan membuat sistem pendidikan sendiri.[1]Lalu, apakah pesantren saat ini telah memiliki peran signifikan seperti yang pernah dimilikinya pada era penjajahan?
Sejalan dengan perkembangan global, pendidikan Islam menghadapi tantangan manajerial yang cukup mendasar.Harapan dari berbagai pihak agar pendidikan dikelola dengan pola “industri pendidikan” merupakan salah satu perkembangan yang muncul dalam era kompetitif saat ini. Manajemen pendidikan tidak lagi bisa dianggap sebagai “manajemen sosial” yang bebas dari keharusan pencapaian target dan dikendalikan oleh subyek tertentu, misalnya dengan pendekatan kekeluargaan seperti yang ada di sebagian besar pesantren di Indonesia. Sesuatu yang dapat dikembangkan mengenai peran pesantren adalah pada peran strategisnya dalam mengelola pola manajemen strategik yang dapat menghasilkan rumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan, yang dalam hal ini disebut Pesantren.[2]
Sudah banyak diketahui bahwa peran pesantren secara konvensional adalah melakukan proses transfer ilmu agama Islam, mencetak kader-kader ulama’, dan mempertahankan tradisi. Namun dalam perkembangan modern, pesantren menghadapi tantangan baru, di mana ia tidak bisa mengelak dari proses modernisasi itu. Dampak dari modernisasi setidaknya mempengaruhi pesantren dari berbagai aspeknya, di antaranya adalah sistem kelembagaan, orientasi hubungan kiyai-santri, kepemimpinan dan peran pesantren.
Dalam perkembangan modern seperti saat ini, tuntutan peran pesantren semakin kompleks.Problem-problem sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat, seperti masalah disintegrasi, kemiskinan, kemunduran akhlak sudah semakin terbuka dan merajalela di masyarakat.Pesantren diharapkan tidak saja mampu menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan faham keagamaan, tetapi juga diharapkan dapat terlibat menyelesaikan masalah-masalah sosial tersebut.Oleh karena itu, kita lihat banyak pesantren yang awalnya hanya mengajarkan kitab-kitab kuning dan bertujuan mencetak kader ulama’, kemudian berubah dengan menawarkan sekolah formal, seperti madrasah atau sekolah.Ini adalah bukti pesantren telah mengalami perubahan orientasi.[3]
Dengan demikian, esensi peran strategis pesantren, madasah dan sekolah Islam ada dua pokok, yaitu mencetak kader ulama’ yang mendalami ilmu agama dan pada saat yang sama mengetahui, terampil, dan peduli terhadap persoalan keummatan. Pesantren adalah tempat untuk mencetak  kader  yang bagus agamanya  dan pandai menghadapi persoalan umat.[4]
2.      Analisis SWOT
Terkait dengan reorientasi pesantren pada masa modern ini, maka pesantren perlu menetapkan strategi-strategi tertentu. Penentuan strategi tersebut dapat dilakukan setelah melakukan analisis, dan dalam hal ini kita memakai metode analisis SWOT.Sebenarnya untuk melakukan analisis ini, perlu ditentukan objek penelitian yang jelas dan tertentu.Apalagi pada masa sekarang, ada beragam corak pesantren yang berbeda satu dengan lainnya. Namun kami akan mencoba menganalisis corak umum pesantren salaf yang berada di pedesaan, yang pada umumnya masih mempertahankan model kuno pesantren.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah analisis dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah atau permasalahan yang untuk dimulai dengan dugaan akan kebenarannya dan dapat juga diartikan sebagai pengkajian terhadap suatu peristiwa (tindakan, hasil pemikiran dan sebaginya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.[5] Kegiatan yang paling penting dalam proses analisis adalah memahami seluruh informasi yang terdapat pada suatu kasus, menganalisis situasi untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan tindakan apa yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah.
Analisis SWOT adalah suatu proses identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Oportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).[6]
Hampir setiap perusahaan maupun pengamat bisnis dalam pendekatannya banyak menggunakan analisis SWOT. Kecenderungan ini tampaknya akan terus semakin meningkat, terutama dalam era perdagangan bebas abad 21, yang satu sama lain saling tergantung. Penggunaan analisis SWOT ini sebenarnya telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu dari bentuknya yang paling sederhana, yaitu dalam rangka menyusun strategi untuk mengalahkan musuh dalam setiap pertempuran sampai menyusun strategi untuk memenangkan persaingan bisnis.
Menurut Sun Tzu yang dikutip oleh Freddy Rangkuti mengatakan bahwa konsep dasar pendekatan SWOT ini, tampaknya sederhana sekali”apabila kita telah mengenal kekuatan dan kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan dapat memenangkan pertempuran”. Dalam perkembangganya saat ini analisis SWOT, tidak hanya dipakai untuk menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan banyak dipakai dalam penyusunan perencanaan strategi bisnis Strategic Business Planing yang bertujuan untuk menyusun strategi-strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera di ambil keputusan, berikut semua perubahannya dalam menghadapi pesaing.[7]
Proses pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planer) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat itu. Dengan analisis tersebut organisasi akan bereaksi secara tepat terhadap setiap perubahan, guna mewujudkan tujuan yang diinginkan.[8]
Faktor-faktor berupa kekuatan.Yang dimaksud dengan faktor-faktor kekuatan yang dimiliki oleh suatu perusahaan adalah antara lainkompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang berakibat kepada pemilikan keunggulan komparatif oleh unit usaha di pasaran. Dikatakan demikian karena satuan bisnis memiliki sumber keterampilan, produk andalan dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari para pesaing dalam memuaskan kebutuhan pasar yang sudah dan direncanakan akan dilayani oleh satuan usaha yang bersangkutan. Contoh-contoh bidang-bidang keunggulan itu antara lain ialah kekuatan pada sumber keuangan, citra positif, keunggulan kedudukan di pasar, hubungan dengan pemasok, loyalitas pengguna produk dan kepercayaan para berbagai pihak yang berkepentingan.[9]
Faktor-faktor kelemahan.Jika orang berbicara tentang kelemahan yang terdapat dalam tubuh suatu satuan bisnis, yang dimaksud ialah keterbatasan atau kekuarangan dalam hal sumber, keterampilan dan kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan kinerja organisasi yang memuaskan. Dalam praktek, berbagai keterbatasan dan kekurangan kemampuan tersebut bisa terlihat pada sarana dan prasaran yang dimiliki atau tidak dimiliki, kemampuan manajerial yang rendah, keterampilan pemasaran yang tidak sesuai dengan tuntutan pasar, produk yang tidak atau diminati oleh para pengguna atau calon pengguna dan tingkat perolehan keuntungan yan kurang memadai.[10]
Faktor peluang. Definisi sederhana tentang peluang ialah ”berbagai situasi lingkungan yang menguntungkan bagi suatu satuan bisnis”. Yang dimaksud dengan berbagai situasi tersebut antara lain:
a.       Kecenderungan penting yang terjadi dikalangan pengguna produk.
b.      Identifikasi suatu segmen pasar yang belum mendapat perhatian.
c.       Perubahan dalam kondisi persaingan.
d.      Perubahan dalam peraturan perundang-undangan yang membuka berbagai kesempatan baru dalam kegiatan berusaha.
e.       Hubungan dengan para pembeli yang ”akrab”.
f.       Hubungan dengan pemasok yang ”harmonis”.[11]
Faktor ancaman.Pengertian ancaman merupakan kebalikan pengertian peluang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ancaman ”adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu satuan bisnis.” Jika tidak diatasi ancaman akan menjadi ”ganjalan” bagi satuan bisnis yang bersangkutan baik untuk masa sekarang maupaun dimasa depan. Berbagai contohnya, antara lain adalah:
a.       Masuknya pesaing baru di pasar yang sudah dilayani oleh satuan bisnis.
b.      Pertumbuhan pasar yang lamban.
c.       Meningkatnya posisi tawar pembeli produk yang dihasilkan.
d.      Menugatnya posisi tawar pemasok bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan untuk proses lebih lanjut menjadi produk tertentu.
e.       Perkembangan dan perubahan teknologi yang belum dikuasai.[12]
f.       Perubahan dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya restriktif.
3.      Cara Menggunakan Analis SWOT
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Diagram Analisis SWOT[13]

Kuadran 1: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).
Kuadran 2: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal.Focus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
 Dalam menggunakan analisis SWOT sedikitnya terdapat tiga tahapan dalam proses penyusunan perencanaan strategis, yaitu: pertama : Tahap pengumpulan data. Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis.Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan internal.Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, sedangkan data internal diperolah didalam perusahaan itu sendiri.Kedua: Tahap analisis. Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi.
Alat yang di pakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT.Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat set kemungkinanalternatif strategis.
Diagram Matrik SWOT[14]
a.       Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b.      Strategi ST
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
c.       Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d.      Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menhindari ancaman.
Tahapan ketiga dalam proses penyusunan perencanaan strategis adalah tahap pengambilan keputusan. Jika dikatakan bahwa analisis SWOT dapat merupakan instrumen yang ampuh dalam melakukan analisis stratejik, keampuhan tersebut terletak pada kemampuan para penentu strategi perusahaan untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan pemanfaatan peluang sehingga sekaligus berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi.Jika para penentu strategi perusahaan mampu melakukan kedua hal tersebut dengan tepat, biasanya upaya untuk memilih dan menentukan strategi yang efektif membuahkan hasil yang diharapkan.





KONDISI INTERNAL
Kekuatan
(Strengths)
Kelemahan
(Weaknesses)
Kekuatan 1
…….
Kekuatan N
Kekuatan 1
…..
Kekuatan N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
KONDISI EKSTERNAL
Peluang
(Opportunuties)
Peluang 1
xxx





…………


xx



Peluang N
X




XXX
Ancaman
(Threats)
Ancaman 1

xxx


xxx

……….



Xxx


Ancaman N


xxx




Keterangan :
a.       Narasi “Peluang 1”,”…”dan “Peluang n” diganti dengan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh institusi.
b.      Narasi “Ancaman 1”,”…”dan”Ancaman n” diganti dengan ancaman yang harus dihadapi oleh institusi.
c.       Narasi “Kekuatan 1”,”…”dan “kekuatan n” diganti dengan kekuatan yang dimiliki institusi
d.      Narasi “Kelemahan” 1”,”…”dan”Kelemahan n”diganti dengan kelemahan yang dimiliki oleh institusi.
e.       Kolom 4 s/d 9 diisi dengan : xxx atau xx atau x, yang menunjukkan tingkat korelasi antara kekuatan dan kelemahan tersebut dengan peluang dan ancaman xxx = sangat terkait dan x = kurang/sedikit terkait.          
Tingkat korelasi harus dilihat dari 2 sisi/arah, baik dari sisi kondisi internal maupun dari sisi kondisi eksternal. Tingkat korelasi dilihat dari : (1) adanya ketergantungan satu dengan lainnya, (2) adanya keterkaitan satu dengan lainnya.
Setelah table 4 selesai disusun, maka perlu dilakukan analisa lagi untuk identifikasi program-program yang dapat diusulkan untuk di impementasikan.untuk itu diperlukan pembuatan table 5.

Tebel Program-program atau Strategi
Yang Dapat Direncanakan Untuk Pengembangan Institusi.


KONDISI INTERNAL
Kekuatan
(Strengths)
Kelemahan
(Weaknesses)
·  Oval: 3Kekuatan
·  ……………..
·  Kekuatan N
·    Oval: 4Kekuatan 1
·    ………………
·    Kelemahan N
KONDISI EKSTERNAL
Peluang
(Opportunities)
·   Oval: 1Peluang 1
·   ……………
·   Peluang N
Oval: 5
Oval: 6
Ancaman
(Threats)
·   Oval: 2Ancaman 1
·   ……………
·   Ancaman N
Oval: 7
Oval: 8

Keterangan:
a.       Kotak Nomor 1,diisi dengan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh institusi.
b.      Kotak nomor 2, diisi dengan ancaman yang dihadapi oleh oleh institusi
c.       Kotak nomor 3, diisi dengan ancaman yang dimiliki oleh institusi
d.      Kotak nomor 4, diisi dengan kelemahan yang dihadapi oleh oleh institusi.
e.       Kotak nomor 5, diisi strategi yang dipresentasikan dalam bentuk program2 pengembangan yang dapat dipakai memanfaatkan peluang dengan mendaya gunakan kekuatan yang dimiliki.
f.       Kotak nomor 6, diisi strategi yang dipresentasikan dalam bentuk program2 pengembangan yang dapat dipakai untuk mengurangi kelemahan dengan melihat peluang yang ada.
g.      Kotak nomor 7, diisi strategi yang dipresentasikan dalam bentuk program2 pengembangan yang dapat dipakai untuk mengurangi dan mengantisipasi ancaman dengan mendaya gunakan kekuatan yang dimiliki.
h.      Kotak nomor 8, diisi strategi yang dipresentasikan dalam bentuk program2 pengembangan yang dapat dipakai untuk mengurangi kelemahan dan ancaman yang dihadapi.
i.        Pencantuman program2 pengembangan pada kotak 5,6,7 dan 8, harus diurutkan berdasarkan prioritas.[15]

4.      Kekuatan dan Kelemahan Pesantren (Internal)
a. Kekuatan Pesantren:
1)      Pesantren mempunyaipengaruh cukup kuat pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat muslim pedesaan yang taat.[16]
2)      Pesantren menggunakan sistem sorogan dan halaqoh (ceramah) dengan metode tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan akan menghafal sekian banyak ayat, hadits, dan pelajaran-pelajaran lainnya di luar kepala.
3)      Sistem pembelajaran pesantren dinilai dapat melestarikan kitab-kitab klasik, juga setidak-tidaknya mampu membuat peserta didiknya memahami bahasa aslinya (bahasa Arab).
4)      Dapat menerima (ikhlas) dengan kekurangan sarana dan prasarana yang dimiliki pesantren serta semangat juang yang menggebu-gebu untuk menutupi kekurangan dan berusaha untuk mengatasinya.
5)      Sistemnya yang sentralistik, di mana para santri sangat menghormati/ta’dhimkepada kyai dan mentaati hampir segala yang diperintahkannya,[17] membuat lebih mudah dalam pengorganisasian dan menata administrasi pesantren.
b.      Kelemahan Pesantren
1)      Pada umumnya, pendidikan pesantren tidak memiliki prasarana dan sarana yang cukup memadai(fisik, personal, dan finasial) untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
2)      Pemilikan lembaga oleh keluarga dan kelompok, yang kemudian sering memunculkan sikap otoriter, tidak proposional dalam pengelolaannya.
3)      Lulusan pesantren mengalami kesulitan dalam memasuki dunia kerja.
4)      Kurangnya kemampuan dalam menalar, karena doktrin harus menghafal sehingga juga banyak yang kurang memahami pelajaran yang dihafalnya.
5)      Fanatik terhadap salah satu pendapat (madzhab) tertentu dengan tanpa mempelajari madzhab lainnya, sehingga jika ada persoalan dalam masalah fiqih terjadi pertentangan dan saling menyalahkan.[18]
5.      Peluang dan Ancaman Pesantren (Eksternal)
a.       Peluang Pesantren:
1)      Adanya tradisi keagamaan dan kepemimpinan (informal) pada pesantren yang merupakan potensi nasional untuk pembangunan, khususnya pembinaan keimanan dan ketakwaan yang menjadi tujuan pendidikan nasional. Harus diakui bahwa peranan para tokoh pesantren masih menduduki dominasi tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, program pembangunan yang tidak disertai kepemihakan mereka dapat saja terbengkalai. Pendapat mereka yang bersifat apolitis diperhatikan semua pihak.[19]
2)      Tradisi keagamaan pada pesantren terlihat sangat kuat dan tidak mudah untuk dimasuki oleh paham-paham dari luar yang akan merusak sendi-sendi tradisi kegamaan tersebut.
3)      Lembaga pendidikan pesantren masih diterima sebagai lembaga pendidikan alternatif. Keterbatasan tempat dan kurang cerahnya harapan lulusan sekolah umum menolong kedudukan lembaga pendidikan Islam (pesantren) untuk selalu dapat melaksanakan program studinya, baik secara menyeluruh maupun secara terbatas.
4)      Keterikatan psikologis orang tua muslim dengan lembaga pendidikan agama masih kuat. Walaupun terasa bahwa lembaga pendidikan pesantren masih banyak kekurangan secara umum tidak menggoyahkan keterkaitan psikologis dan emosional orang tua muslim pada lembaga pendidikan tersebut.[20]
5)      Kuantitas lembaga pendidikan pesantren yang berjumlah sangat banyak, membuat keberadaan pesantren sangat berpengaruh dan menjadi perhatian sistem pendidikan nasional.
b.      Ancaman Pesantren:
1)      Lembaga pesantren memberikan kesan tradisional sehingga tidak menjadi pilihan untuk kemajuan.
2)      Pesantren dikesankan eksklusif.
3)      Kurang mengikuti perkembangan kitab-kitab terbaru dengan problematika yang terjadi di masyarakat.
4)      Pola kehidupannya mencontoh para sufi, sehingga dalam pandangan kebanyakan orang, terlihat kumuh dan tidak terawat dengan baik serta kurang memperhatikan unsur keduniawian.
5)      Sistem organisasi yang sentralistik, di mana semua kebijakan dan orientasi program ditentukan oleh kyai,[21]menjadikan ketergantungan kepada sosok sentral, dan menjadi ancaman serius ketika sang kyai wafat.
6.      Strategi yang Perlu Diambil Pesantren
a.       Strategi SO
Berdasarkan faktor-faktor kekuatan yang dihadapkan dengan faktor-faktor peluang, maka dapat diambil beberapa strategi, diantaranyadengan mendevirsifikasi model pendidikan pesantren, sehingga bisa diadakan sebagai pendidikan alternatif yang mudah diakses kalangan luar/awam, seperti pendidikan intensif yang dilakukan dalam beberapa minggu.Selain itu perlu dilakukan koordinasi dengan para wali dan alumni untuk memperkuat keberadaan pesantren dalam memperluas basis pendidikannya ke masyarakat luas.
b.      Strategi ST
Berdasarkan faktor-faktor kekuatan yang dihadapkan dengan faktor-faktor ancaman, maka dapat diambil beberapa strategi, diantaranya dengan menambahkan materi pendidikan umum seperti sains dan teknologi tepat guna, di samping tetap mempertahankan kajian kitab-kitab klasik, sehingga prespektif masyarakat bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang kuno menjadi terkikis. Selain itu, untuk menghilangkan kesan eksklusifnya, pesantren perlu melibatkan para wali santri atau juga perwakilan  masyarakat setempat dalam memutuskan kebijakan-kebijakan tertentu.
c.       Strategi WO
Berdasarkan faktor-faktor kelemahan yang dihadapkan dengan faktor-faktor peluang, maka dapat diambil beberapa strategi, di antaranyadengan memperkuat hubungan antar pesantren agar bisa saling memberikan masukan dan melakukan usaha bersama dalam memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada.Selain itu, agar para lulusannya bisa bersaing dalam memasuki dunia kerja pesantren bisa melakukan persamaan ke pihak Diknas dan Kemetrian Agama, sehingga ijazah dapat diakui. Bisa juga dengan mengadakan PKBM di mana para santri yang tidak memiliki ijazah umum dapat mengikuti program Paket A/B/C.
d.      Strategi WT
Berdasarkan faktor-faktor kelemahan yang dihadapkan dengan faktor-faktor ancaman, maka dapat diambil beberapa strategi, di antaranya dengan memperkenalkan metode pembelajaran digital, melalui program-program seperti: Maktabah Syamilah, Mausu’ah Kutubut Tis’ah, Jawami’ul Kalim, dan lain-lain; sehingga para santri mempunyai cakrawala baru dalam khazanah pemikiran Islam dan tidak berkutat dalam pembacaan satu madzhab tertentu, sekaligus dapat menepis pandangan masyarakat akan keberadaan pesantren yang kuno. Di samping itu sang kyai sebagai tokoh sentral harus membagi tugas-tugas terkait manajemen pesantren kepada orang-orang yang dipercaya dan mempunyai kompetensi, serta memperkuat sistem pendidikan secara sistematis berdasarkan mutu. Sehingga bila nanti ditinggalkan kepemimpinan sosok sentral yang ditokohkan, masyarakat masih bisa mempercayai pesantren, karena sistem pendidikannya yang sudah mapan dan memang punya kualitas yang bisa diandalkan.

C.    PENUTUP
Seiring dengan laju zaman, pesantren harus membuka diri untuk melakukan perubahan.Hal ini perlu dilakukan agar keberadaanya tidak dilindas zaman.Masyarakat pesantren tidak boleh gagap dengan teknologi, dan mereka harus membuka diri dengan masyarakat sekitar.Peranan kyai sebagai satu-satunya tiang penyangga pesantren harus mulai diubah.Model pendidikan yang tanpa kurikulum jelas, perlu di-sistematisasi dengan rapi. Selain itu hubungan dengan pesantren lain, para alumni dan wali santri harus tetap dijaga. Dengan demikian diharapkan lembaga pendidikan pesantren dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lain yang bersifat umum dan formal.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Abd A’la, Pembaharuan Pesantren, PT Elkis Pelangi Nusantara, Yogyakarta, 2006
Agus Maulana, MSM dalam Pearce Robinson, Manajemen Strategik, Formulasi, Implementasi dan pengenalian, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU, PT Elkis Pelangi Angkas, Yogyakarta, 2004
Azyumardi Azra, dalam Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II No. 2 November 2007
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,   2008
Haedari Amin, Dalam jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II, no. 1 Juli  2007
http://zulfahmi.edublogs.org/files/2008/04/teori-analisis-swot.doc
Jamaluddin Malik (ed.), Pemberdayaan Pesantren, Pustaka Pesantren, Jakarta, 2005
Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1995
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, LP3ES, Jakarta, 1994
Kusnadi, Pengantar Manajemen Strategi, Universitas Brawijaya, Malang, 2000
Lihat, M. Dahlan. Y. Al-Barry, Kamus Induk Istilah ilmiah, Target Press, Suranaya, 2003
Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2008




[1] Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta : LP3ES, 1994), hlm. 211
[2] Agus Maulana, MSM dalam Pearce Robinson, Manajemen Strategik, Formulasi, Implementasi dan pengenalian, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1997), hlm. 20.
[3] Azyumardi Azra, dalam Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II No. 2 November 2007, hlm. 6
[4] Haedari Amin, Dalam jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II, no. 1 Juli  2007, hlm. 34
[5] Lihat, M. Dahlan. Y. Al-Barry, Kamus Induk Istilah ilmiah (Surabaya: Target Press, 2003), hlm 38.
[6]Freddy Rangkuti, Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis (Jakarta, PT Gramedia PustakaUtama., 2008), hlm. 19.
[7]Ibid., hlm x.
[8] Kusnadi, Pengantar Manajemen Strategi, (Malang: Universitas Brawijaya, 2000), hlm. 71.
[9]Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik (Jakarta, PT Bumi Aksara; 2008) hlm 172-173.
[10]Ibid., hlm 173.
[11]Ibid., hlm 173.
[12]Ibid., hlm 173-174.
[13] Freddy Rangkuti., op.cit., hlm 19
[14]Ibid., hlm 31.
[15] http://zulfahmi.edublogs.org/files/2008/04/teori-analisis-swot.doc
[16] Abd A’la, Pembaharuan Pesantren, (Yogyakarta: PT Elkis Pelangi Nusantara, 2006), hlm. 1.
[17] Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU, (Yogyakarta: PT Elkis Pelangi Angkas, 2004), hlm. 27.
[19] Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 188-189
[20]Ibid.,hlm. 188.
[21] Jamaluddin Malik (ed.), Pemberdayaan Pesantren, (Yoyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. Hlm. 6-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar