A.
PENDAHULAN
Berbicara mengenai sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari pesantren, karena Pesantren dianggap sebagai sistem pendidikan
asli Indonesia. Rentang waktu perjalanan lembaga pendidikan yang bernama
pesantren di bumi pertiwi ini (baca: Indonesia) sangat panjang, dapat dikatakan
hampir sama dengan irama dinamika dunia pendidikan di Indonesia. Seiring dengan
perubahan dan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
globalisasi, maka upaya-upaya yang ditujukan untuk mengembangkan kualitas agar
citra sekolah ini tidak selalu menjadi “nomor dua”, perlu dilakukan.
Zaman telah mengalami perkembangan, namun banyak pesantren yang
masih tetap bertahan dengan gaya
klasiknya. Memang ada banyak hal baik yang harus kita pertahankan dalam
budaya pesantren-pesantren kuno, namun juga banyak hal-hal yang lebih baik
dalam dunia modern ini yang perlu untuk diambil dan dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Bagaimana pun juga masyarakat adalah “anak zaman” yang tidak
bisa terlepas dari perkembangan masa dan
hanya berkutat pada masa tertentu. Maka dari itu perlu dilakukan reorientasi
pendidikan pesantren sehingga bisa tetap eksis dan mampu menanggapi berbagai
macam tututan zaman yang ada.
Terkait dengan hal di atas, dalam makalah ini akan diulas masalah
reorientasi pesantren, terkait dengan perkembangan zaman, serta analisis yang
perlu dilakukan untuk menetapkan strategi-strategi yang dibutuhkan. Dan dalam
hal ini kami akan menjadikan analisis SWOT sebagai metode analisis.
B.
PEMBAHASAN
1.
Reorientasi Pesantren
Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam pembangunan
sumber daya manusia Indonesia, termasuk
di dalamnya pendidikan pesantren. Pesantren merupakan institusi yang banyak
dipuji orang, khususnya masyarakat muslim. Namun di saat yang sama sering pula
mendapat kecaman dan dilabelkan sebagai institusi yang banyak “menghambat”
kemajuan Islam, karena kekolotannya dalam menyikapi perkembangan zaman.
Pesantren perlu melakukan reorientasi dalam system pendidikannya
sehingga keberadaannya lebih membumi.Di era penjajahan, pesantren di berbagai
daerah menjadi basis pergerakan melawan kolonialisme.Para kiyai/ulama’ seperti
Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro adalah kalangan yang mempelopori perlawanan
terhadap pemerintah kolonial.Namun ketika perlawanan fisik ini dirasa gagal,
mereka mengalihkan perlawanan tersebut ke bidang pendidikan dengan membuat
sistem pendidikan sendiri.[1]Lalu,
apakah pesantren saat ini telah memiliki peran signifikan seperti yang pernah
dimilikinya pada era penjajahan?
Sejalan dengan perkembangan global, pendidikan Islam menghadapi
tantangan manajerial yang cukup mendasar.Harapan dari berbagai pihak agar
pendidikan dikelola dengan pola “industri pendidikan” merupakan salah satu
perkembangan yang muncul dalam era kompetitif saat ini. Manajemen pendidikan
tidak lagi bisa dianggap sebagai “manajemen sosial” yang bebas dari keharusan
pencapaian target dan dikendalikan oleh subyek tertentu, misalnya dengan
pendekatan kekeluargaan seperti yang ada di sebagian besar pesantren di
Indonesia. Sesuatu yang dapat dikembangkan mengenai peran pesantren adalah pada
peran strategisnya dalam mengelola pola manajemen strategik yang dapat
menghasilkan rumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana
untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan, yang dalam hal ini disebut
Pesantren.[2]
Sudah banyak diketahui bahwa peran pesantren secara konvensional
adalah melakukan proses transfer ilmu agama Islam, mencetak kader-kader ulama’,
dan mempertahankan tradisi. Namun dalam perkembangan modern, pesantren
menghadapi tantangan baru, di mana ia tidak bisa mengelak dari proses
modernisasi itu. Dampak dari modernisasi setidaknya mempengaruhi pesantren dari
berbagai aspeknya, di antaranya adalah sistem kelembagaan, orientasi hubungan
kiyai-santri, kepemimpinan dan peran pesantren.
Dalam perkembangan modern seperti saat ini, tuntutan peran
pesantren semakin kompleks.Problem-problem sosial ekonomi yang terjadi di
masyarakat, seperti masalah disintegrasi, kemiskinan, kemunduran akhlak sudah
semakin terbuka dan merajalela di masyarakat.Pesantren diharapkan tidak saja
mampu menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan faham keagamaan, tetapi
juga diharapkan dapat terlibat menyelesaikan masalah-masalah sosial
tersebut.Oleh karena itu, kita lihat banyak pesantren yang awalnya hanya
mengajarkan kitab-kitab kuning dan bertujuan mencetak kader ulama’, kemudian
berubah dengan menawarkan sekolah formal, seperti madrasah atau sekolah.Ini
adalah bukti pesantren telah mengalami perubahan orientasi.[3]
Dengan demikian, esensi peran strategis pesantren, madasah dan
sekolah Islam ada dua pokok, yaitu mencetak kader ulama’ yang mendalami ilmu
agama dan pada saat yang sama mengetahui, terampil, dan peduli terhadap persoalan
keummatan. Pesantren adalah tempat untuk mencetak kader
yang bagus agamanya dan pandai
menghadapi persoalan umat.[4]
2.
Analisis SWOT
Terkait dengan reorientasi pesantren pada masa modern ini, maka
pesantren perlu menetapkan strategi-strategi tertentu. Penentuan strategi
tersebut dapat dilakukan setelah melakukan analisis, dan dalam hal ini kita
memakai metode analisis SWOT.Sebenarnya untuk melakukan analisis ini, perlu
ditentukan objek penelitian yang jelas dan tertentu.Apalagi pada masa sekarang,
ada beragam corak pesantren yang berbeda satu dengan lainnya. Namun kami akan
mencoba menganalisis corak umum pesantren salaf yang berada di pedesaan, yang
pada umumnya masih mempertahankan model kuno pesantren.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia istilah analisis dapat diartikan
sebagai proses pemecahan masalah atau permasalahan yang untuk dimulai dengan
dugaan akan kebenarannya dan dapat juga diartikan sebagai pengkajian terhadap
suatu peristiwa (tindakan, hasil pemikiran dan sebaginya) untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya.[5]
Kegiatan yang paling penting dalam proses analisis adalah memahami seluruh
informasi yang terdapat pada suatu kasus, menganalisis situasi untuk mengetahui
isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan tindakan apa yang harus segera
dilakukan untuk memecahkan masalah.
Analisis SWOT adalah suatu proses identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Oportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman
(Threats).[6]
Hampir setiap perusahaan maupun pengamat bisnis dalam pendekatannya
banyak menggunakan analisis SWOT. Kecenderungan ini tampaknya akan terus
semakin meningkat, terutama dalam era perdagangan bebas abad 21, yang satu sama
lain saling tergantung. Penggunaan analisis SWOT ini sebenarnya telah muncul
sejak ribuan tahun yang lalu dari bentuknya yang paling sederhana, yaitu dalam
rangka menyusun strategi untuk mengalahkan musuh dalam setiap pertempuran
sampai menyusun strategi untuk memenangkan persaingan bisnis.
Menurut Sun Tzu yang dikutip oleh Freddy Rangkuti mengatakan bahwa
konsep dasar pendekatan SWOT ini, tampaknya sederhana sekali”apabila kita telah
mengenal kekuatan dan kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan
dapat memenangkan pertempuran”. Dalam perkembangganya saat ini analisis SWOT,
tidak hanya dipakai untuk menyusun strategi di medan pertempuran, melainkan
banyak dipakai dalam penyusunan perencanaan strategi bisnis Strategic
Business Planing yang bertujuan untuk menyusun strategi-strategi jangka
panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan jelas dan
dapat segera di ambil keputusan, berikut semua perubahannya dalam menghadapi pesaing.[7]
Proses pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi. Dengan demikian perencanaan
strategis (strategic planer) harus menganalisis faktor-faktor strategis
perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada
pada saat itu. Dengan analisis tersebut organisasi akan bereaksi secara tepat
terhadap setiap perubahan, guna mewujudkan tujuan yang diinginkan.[8]
Faktor-faktor berupa kekuatan.Yang
dimaksud dengan faktor-faktor kekuatan yang dimiliki oleh suatu perusahaan
adalah antara lainkompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang
berakibat kepada pemilikan keunggulan komparatif oleh unit usaha di pasaran.
Dikatakan demikian karena satuan bisnis memiliki sumber keterampilan, produk
andalan dan sebagainya yang membuatnya lebih kuat dari para pesaing dalam
memuaskan kebutuhan pasar yang sudah dan direncanakan akan dilayani oleh satuan
usaha yang bersangkutan. Contoh-contoh bidang-bidang keunggulan itu antara lain
ialah kekuatan pada sumber keuangan, citra positif, keunggulan kedudukan di
pasar, hubungan dengan pemasok, loyalitas pengguna produk dan kepercayaan para
berbagai pihak yang berkepentingan.[9]
Faktor-faktor kelemahan.Jika
orang berbicara tentang kelemahan yang terdapat dalam tubuh suatu satuan
bisnis, yang dimaksud ialah keterbatasan atau kekuarangan dalam hal sumber,
keterampilan dan kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan
kinerja organisasi yang memuaskan. Dalam praktek, berbagai keterbatasan dan
kekurangan kemampuan tersebut bisa terlihat pada sarana dan prasaran yang
dimiliki atau tidak dimiliki, kemampuan manajerial yang rendah, keterampilan
pemasaran yang tidak sesuai dengan tuntutan pasar, produk yang tidak atau
diminati oleh para pengguna atau calon pengguna dan tingkat perolehan
keuntungan yan kurang memadai.[10]
Faktor peluang. Definisi
sederhana tentang peluang ialah ”berbagai situasi lingkungan yang menguntungkan
bagi suatu satuan bisnis”. Yang dimaksud dengan berbagai situasi tersebut antara
lain:
a.
Kecenderungan
penting yang terjadi dikalangan pengguna produk.
b.
Identifikasi
suatu segmen pasar yang belum mendapat perhatian.
c.
Perubahan
dalam kondisi persaingan.
d.
Perubahan
dalam peraturan perundang-undangan yang membuka berbagai kesempatan baru dalam
kegiatan berusaha.
e.
Hubungan
dengan para pembeli yang ”akrab”.
f.
Hubungan
dengan pemasok yang ”harmonis”.[11]
Faktor ancaman.Pengertian
ancaman merupakan kebalikan pengertian peluang. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ancaman ”adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu
satuan bisnis.” Jika tidak diatasi ancaman akan menjadi ”ganjalan” bagi satuan
bisnis yang bersangkutan baik untuk masa sekarang maupaun dimasa depan.
Berbagai contohnya, antara lain adalah:
a.
Masuknya
pesaing baru di pasar yang sudah dilayani oleh satuan bisnis.
b.
Pertumbuhan
pasar yang lamban.
c.
Meningkatnya
posisi tawar pembeli produk yang dihasilkan.
d.
Menugatnya
posisi tawar pemasok bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan untuk proses
lebih lanjut menjadi produk tertentu.
e.
Perkembangan
dan perubahan teknologi yang belum dikuasai.[12]
f.
Perubahan
dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya restriktif.
3.
Cara Menggunakan Analis SWOT
Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan
oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Diagram Analisis SWOT[13]
Kuadran 1: Ini merupakan
situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan
kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus
diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang
agresif (Growth oriented strategy).
Kuadran 2: Meskipun
menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi
internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi
(produk/pasar).
kuadran 3: Perusahaan
menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi
beberapa kendala/kelemahan internal.Focus strategi perusahaan ini adalah
meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang
pasar yang lebih baik.
Kuadran 4: Ini merupakan
situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi
berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Dalam menggunakan analisis
SWOT sedikitnya terdapat tiga tahapan dalam proses penyusunan perencanaan
strategis, yaitu: pertama : Tahap pengumpulan data. Tahap ini pada
dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis.Pada
tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan
internal.Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan,
sedangkan data internal diperolah didalam perusahaan itu sendiri.Kedua:
Tahap analisis. Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap
kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi
tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi.
Alat yang di pakai untuk menyusun faktor-faktor strategis
perusahaan adalah matrik SWOT.Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini
menghasilkan empat set kemungkinanalternatif strategis.
Diagram
Matrik SWOT[14]
a.
Strategi
SO
Strategi
ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan
seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
b.
Strategi
ST
Ini adalah
strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi
ancaman.
c.
Strategi
WO
Strategi
ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
d.
Strategi
WT
Strategi
ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada serta menhindari ancaman.
Tahapan
ketiga dalam proses penyusunan perencanaan strategis adalah tahap
pengambilan keputusan. Jika dikatakan bahwa analisis SWOT dapat merupakan instrumen
yang ampuh dalam melakukan analisis stratejik, keampuhan tersebut terletak pada
kemampuan para penentu strategi perusahaan untuk memaksimalkan peranan faktor
kekuatan dan pemanfaatan peluang sehingga sekaligus berperan sebagai alat untuk
meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan
dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi.Jika para penentu strategi
perusahaan mampu melakukan kedua hal tersebut dengan tepat, biasanya upaya
untuk memilih dan menentukan strategi yang efektif membuahkan hasil yang
diharapkan.
KONDISI INTERNAL
|
||||||||
Kekuatan
(Strengths)
|
Kelemahan
(Weaknesses)
|
|||||||
Kekuatan 1
|
…….
|
Kekuatan N
|
Kekuatan 1
|
…..
|
Kekuatan N
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
KONDISI EKSTERNAL
|
Peluang
(Opportunuties)
|
Peluang 1
|
xxx
|
|||||
…………
|
xx
|
|||||||
Peluang N
|
X
|
XXX
|
||||||
Ancaman
(Threats)
|
Ancaman 1
|
xxx
|
xxx
|
|||||
……….
|
Xxx
|
|||||||
Ancaman N
|
xxx
|
Keterangan :
a.
Narasi
“Peluang 1”,”…”dan “Peluang n” diganti dengan peluang yang dapat dimanfaatkan
oleh institusi.
b.
Narasi
“Ancaman 1”,”…”dan”Ancaman n” diganti dengan ancaman yang harus dihadapi oleh
institusi.
c.
Narasi
“Kekuatan 1”,”…”dan “kekuatan n” diganti dengan kekuatan yang dimiliki
institusi
d.
Narasi
“Kelemahan” 1”,”…”dan”Kelemahan n”diganti dengan kelemahan yang dimiliki oleh
institusi.
e.
Kolom
4 s/d 9 diisi dengan : xxx atau xx atau x, yang menunjukkan tingkat korelasi
antara kekuatan dan kelemahan tersebut dengan peluang dan ancaman xxx = sangat
terkait dan x = kurang/sedikit terkait.
Tingkat korelasi harus dilihat dari 2 sisi/arah, baik dari sisi
kondisi internal maupun dari sisi kondisi eksternal. Tingkat korelasi dilihat
dari : (1) adanya ketergantungan satu dengan lainnya, (2) adanya keterkaitan
satu dengan lainnya.
Setelah table 4 selesai disusun, maka perlu dilakukan analisa lagi
untuk identifikasi program-program yang dapat diusulkan untuk di
impementasikan.untuk itu diperlukan pembuatan table 5.
Tebel Program-program atau Strategi
Yang Dapat Direncanakan Untuk Pengembangan
Institusi.
KONDISI INTERNAL
|
||||
Kekuatan
(Strengths)
|
Kelemahan
(Weaknesses)
|
|||
· Kekuatan
· ……………..
· Kekuatan N
|
· Kekuatan 1
· ………………
· Kelemahan N
|
|||
KONDISI EKSTERNAL
|
Peluang
(Opportunities)
|
· Peluang 1
· ……………
· Peluang N
|
||
Ancaman
(Threats)
|
· Ancaman 1
· ……………
· Ancaman N
|
Keterangan:
a.
Kotak
Nomor 1,diisi dengan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh institusi.
b.
Kotak
nomor 2, diisi dengan ancaman yang dihadapi oleh oleh institusi
c.
Kotak
nomor 3, diisi dengan ancaman yang dimiliki oleh institusi
d.
Kotak
nomor 4, diisi dengan kelemahan yang dihadapi oleh oleh institusi.
e.
Kotak
nomor 5, diisi strategi yang dipresentasikan dalam bentuk program2 pengembangan
yang dapat dipakai memanfaatkan peluang dengan mendaya gunakan kekuatan yang
dimiliki.
f.
Kotak
nomor 6, diisi strategi yang dipresentasikan dalam bentuk program2 pengembangan
yang dapat dipakai untuk mengurangi kelemahan dengan melihat peluang yang ada.
g.
Kotak
nomor 7, diisi strategi yang dipresentasikan dalam bentuk program2 pengembangan
yang dapat dipakai untuk mengurangi dan mengantisipasi ancaman dengan mendaya
gunakan kekuatan yang dimiliki.
h.
Kotak
nomor 8, diisi strategi yang dipresentasikan dalam bentuk program2 pengembangan
yang dapat dipakai untuk mengurangi kelemahan dan ancaman yang dihadapi.
i.
Pencantuman
program2 pengembangan pada kotak 5,6,7 dan 8, harus diurutkan berdasarkan
prioritas.[15]
4.
Kekuatan dan Kelemahan Pesantren (Internal)
a. Kekuatan
Pesantren:
1)
Pesantren
mempunyaipengaruh cukup kuat pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat
muslim pedesaan yang taat.[16]
2)
Pesantren
menggunakan sistem sorogan dan halaqoh (ceramah) dengan metode
tersebut menyimpulkan bahwa kemampuan akan menghafal sekian banyak ayat,
hadits, dan pelajaran-pelajaran lainnya di luar kepala.
3)
Sistem
pembelajaran pesantren dinilai dapat melestarikan kitab-kitab klasik, juga setidak-tidaknya
mampu membuat peserta didiknya memahami bahasa aslinya (bahasa Arab).
4)
Dapat
menerima (ikhlas) dengan kekurangan sarana dan prasarana yang dimiliki
pesantren serta semangat juang yang menggebu-gebu untuk menutupi kekurangan dan
berusaha untuk mengatasinya.
5)
Sistemnya
yang sentralistik, di mana para santri sangat menghormati/ta’dhimkepada kyai
dan mentaati hampir segala yang diperintahkannya,[17]
membuat lebih mudah dalam pengorganisasian dan menata administrasi pesantren.
b.
Kelemahan
Pesantren
1)
Pada
umumnya, pendidikan pesantren tidak memiliki prasarana dan sarana yang cukup
memadai(fisik, personal, dan finasial) untuk menunjang kegiatan belajar
mengajar.
2)
Pemilikan
lembaga oleh keluarga dan kelompok, yang kemudian sering memunculkan sikap
otoriter, tidak proposional dalam pengelolaannya.
3)
Lulusan
pesantren mengalami kesulitan dalam memasuki dunia kerja.
4)
Kurangnya
kemampuan dalam menalar, karena doktrin harus menghafal sehingga juga banyak
yang kurang memahami pelajaran yang dihafalnya.
5)
Fanatik
terhadap salah satu pendapat (madzhab) tertentu dengan tanpa mempelajari
madzhab lainnya, sehingga jika ada persoalan dalam masalah fiqih terjadi
pertentangan dan saling menyalahkan.[18]
5.
Peluang dan Ancaman Pesantren (Eksternal)
a.
Peluang
Pesantren:
1)
Adanya
tradisi keagamaan dan kepemimpinan (informal) pada pesantren yang merupakan
potensi nasional untuk pembangunan, khususnya pembinaan keimanan dan ketakwaan
yang menjadi tujuan pendidikan nasional. Harus diakui bahwa peranan para tokoh
pesantren masih menduduki dominasi tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu,
program pembangunan yang tidak disertai kepemihakan mereka dapat saja
terbengkalai. Pendapat mereka yang bersifat apolitis diperhatikan semua pihak.[19]
2)
Tradisi
keagamaan pada pesantren terlihat sangat kuat dan tidak mudah untuk dimasuki
oleh paham-paham dari luar yang akan merusak sendi-sendi tradisi kegamaan
tersebut.
3)
Lembaga
pendidikan pesantren masih diterima sebagai lembaga pendidikan alternatif.
Keterbatasan tempat dan kurang cerahnya harapan lulusan sekolah umum menolong
kedudukan lembaga pendidikan Islam (pesantren) untuk selalu dapat melaksanakan
program studinya, baik secara menyeluruh maupun secara terbatas.
4)
Keterikatan
psikologis orang tua muslim dengan lembaga pendidikan agama masih kuat.
Walaupun terasa bahwa lembaga pendidikan pesantren masih banyak kekurangan
secara umum tidak menggoyahkan keterkaitan psikologis dan emosional orang tua
muslim pada lembaga pendidikan tersebut.[20]
5)
Kuantitas
lembaga pendidikan pesantren yang berjumlah sangat banyak, membuat keberadaan
pesantren sangat berpengaruh dan menjadi perhatian sistem pendidikan nasional.
b.
Ancaman
Pesantren:
1)
Lembaga
pesantren memberikan kesan tradisional sehingga tidak menjadi pilihan untuk
kemajuan.
2)
Pesantren
dikesankan eksklusif.
3)
Kurang
mengikuti perkembangan kitab-kitab terbaru dengan problematika yang terjadi di
masyarakat.
4)
Pola
kehidupannya mencontoh para sufi, sehingga dalam pandangan kebanyakan orang,
terlihat kumuh dan tidak terawat dengan baik serta kurang memperhatikan unsur
keduniawian.
5)
Sistem
organisasi yang sentralistik, di mana semua kebijakan dan orientasi program
ditentukan oleh kyai,[21]menjadikan
ketergantungan kepada sosok sentral, dan menjadi ancaman serius ketika sang
kyai wafat.
6.
Strategi yang Perlu Diambil Pesantren
a.
Strategi
SO
Berdasarkan
faktor-faktor kekuatan yang dihadapkan dengan faktor-faktor peluang, maka dapat
diambil beberapa strategi, diantaranyadengan mendevirsifikasi model pendidikan
pesantren, sehingga bisa diadakan sebagai pendidikan alternatif yang mudah
diakses kalangan luar/awam, seperti pendidikan intensif yang dilakukan dalam
beberapa minggu.Selain itu perlu dilakukan koordinasi dengan para wali dan
alumni untuk memperkuat keberadaan pesantren dalam memperluas basis
pendidikannya ke masyarakat luas.
b.
Strategi
ST
Berdasarkan
faktor-faktor kekuatan yang dihadapkan dengan faktor-faktor ancaman, maka dapat
diambil beberapa strategi, diantaranya dengan menambahkan materi pendidikan
umum seperti sains dan teknologi tepat guna, di samping tetap mempertahankan
kajian kitab-kitab klasik, sehingga prespektif masyarakat bahwa pesantren
adalah lembaga pendidikan yang kuno menjadi terkikis. Selain itu, untuk
menghilangkan kesan eksklusifnya, pesantren perlu melibatkan para wali santri atau
juga perwakilan masyarakat setempat
dalam memutuskan kebijakan-kebijakan tertentu.
c.
Strategi
WO
Berdasarkan
faktor-faktor kelemahan yang dihadapkan dengan faktor-faktor peluang, maka
dapat diambil beberapa strategi, di antaranyadengan memperkuat hubungan antar
pesantren agar bisa saling memberikan masukan dan melakukan usaha bersama dalam
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada.Selain itu, agar para lulusannya bisa
bersaing dalam memasuki dunia kerja pesantren bisa melakukan persamaan ke pihak
Diknas dan Kemetrian Agama, sehingga ijazah dapat diakui. Bisa juga dengan
mengadakan PKBM di mana para santri yang tidak memiliki ijazah umum dapat
mengikuti program Paket A/B/C.
d.
Strategi
WT
Berdasarkan
faktor-faktor kelemahan yang dihadapkan dengan faktor-faktor ancaman, maka
dapat diambil beberapa strategi, di antaranya dengan memperkenalkan metode
pembelajaran digital, melalui program-program seperti: Maktabah Syamilah,
Mausu’ah Kutubut Tis’ah, Jawami’ul Kalim, dan lain-lain; sehingga para
santri mempunyai cakrawala baru dalam khazanah pemikiran Islam dan tidak
berkutat dalam pembacaan satu madzhab tertentu, sekaligus dapat menepis
pandangan masyarakat akan keberadaan pesantren yang kuno. Di samping itu sang
kyai sebagai tokoh sentral harus membagi tugas-tugas terkait manajemen
pesantren kepada orang-orang yang dipercaya dan mempunyai kompetensi, serta
memperkuat sistem pendidikan secara sistematis berdasarkan mutu. Sehingga bila
nanti ditinggalkan kepemimpinan sosok sentral yang ditokohkan, masyarakat masih
bisa mempercayai pesantren, karena sistem pendidikannya yang sudah mapan dan
memang punya kualitas yang bisa diandalkan.
C.
PENUTUP
Seiring dengan laju zaman, pesantren harus membuka diri untuk
melakukan perubahan.Hal ini perlu dilakukan agar keberadaanya tidak dilindas
zaman.Masyarakat pesantren tidak boleh gagap dengan teknologi, dan mereka harus
membuka diri dengan masyarakat sekitar.Peranan kyai sebagai satu-satunya tiang penyangga
pesantren harus mulai diubah.Model pendidikan yang tanpa kurikulum jelas, perlu
di-sistematisasi dengan rapi. Selain itu hubungan dengan pesantren lain, para
alumni dan wali santri harus tetap dijaga. Dengan demikian diharapkan lembaga
pendidikan pesantren dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lain yang
bersifat umum dan formal.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Abd A’la, Pembaharuan Pesantren, PT Elkis Pelangi Nusantara,
Yogyakarta, 2006
Agus Maulana, MSM dalam Pearce Robinson, Manajemen Strategik,
Formulasi, Implementasi dan pengenalian, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997
Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU, PT Elkis Pelangi
Angkas, Yogyakarta, 2004
Azyumardi Azra, dalam Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II No. 2
November 2007
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2008
Haedari Amin, Dalam jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II, no. 1 Juli 2007
http://zulfahmi.edublogs.org/files/2008/04/teori-analisis-swot.doc
Jamaluddin Malik (ed.), Pemberdayaan Pesantren, Pustaka
Pesantren, Jakarta, 2005
Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Gema Insani
Press, Jakarta, 1995
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan
Islam dalam Kurun Modern, LP3ES, Jakarta, 1994
Kusnadi, Pengantar Manajemen Strategi, Universitas
Brawijaya, Malang, 2000
Lihat, M. Dahlan. Y. Al-Barry, Kamus Induk Istilah ilmiah, Target
Press, Suranaya, 2003
Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, PT Bumi Aksara,
Jakarta, 2008
[1] Karel A.
Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern (Jakarta : LP3ES, 1994), hlm. 211
[2] Agus Maulana,
MSM dalam Pearce Robinson, Manajemen Strategik, Formulasi, Implementasi dan
pengenalian, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1997), hlm. 20.
[3] Azyumardi
Azra, dalam Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II No. 2 November 2007, hlm. 6
[4] Haedari Amin,
Dalam jurnal Pondok Pesantren Mihrab, vol. II, no. 1 Juli 2007, hlm. 34
[5] Lihat, M.
Dahlan. Y. Al-Barry, Kamus Induk Istilah ilmiah (Surabaya: Target Press,
2003), hlm 38.
[6]Freddy
Rangkuti, Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis (Jakarta, PT
Gramedia PustakaUtama., 2008), hlm. 19.
[8] Kusnadi, Pengantar
Manajemen Strategi, (Malang: Universitas Brawijaya, 2000), hlm. 71.
[9]Sondang P.
Siagian, Manajemen Stratejik (Jakarta, PT Bumi Aksara; 2008) hlm
172-173.
[13] Freddy
Rangkuti., op.cit., hlm 19
[15]
http://zulfahmi.edublogs.org/files/2008/04/teori-analisis-swot.doc
[16] Abd A’la, Pembaharuan
Pesantren, (Yogyakarta: PT Elkis Pelangi Nusantara, 2006), hlm. 1.
[17] Ahmad Zahro, Tradisi
Intelektual NU, (Yogyakarta: PT Elkis Pelangi Angkas, 2004), hlm. 27.
[19] Jusuf Amir
Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), hlm. 188-189
[21] Jamaluddin
Malik (ed.), Pemberdayaan Pesantren, (Yoyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm.
Hlm. 6-7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar