Kamis, 18 Juli 2013

Tawassul, Bid'ah dan Syirik?

Ada "Statement" yang berkembang di masyarakat, bahwa orang-orang yang melakukan "Tawassul" kepada para Nabi dan Wali Allah dan memohon pertolongan kepada mereka adalah penyembah para Nabi dan Wali Allah, dan itu sama saja dengan penyembah berhala.

Bagaimana "Statement" yang berkembang di kalangan ulama Ilmu Tawhid?

Jawaban:
"Tawassul" kepada orang-orang salih dikategorikan dalam permasalahan "Ibadah". Maka perlu diadakan kajian ulang tentang masalah "Ibadah".

Kamis, 11 Juli 2013

Penjelasan Seputar Bid'ah

Defenisi Bid'ah

Bid'ah secara bahasa berarti sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Adapun bid'ah secara syara' adalah sesuatu yang baru yang tidak dikerjakan pada masa Rasulullah SAW dan tidak memiliki dalil sama sekali baik secara umum maupun secara khusus. Jadi, syarat untuk dapat disebut bid'ah ada dua, yaitu tidak dikerjakan pada masa Rasulullah SAW, dan tidak memiliki dalil sama sekali. Oleh karena itu, jika ada sesuatu yang baru ( tidak dikerjakan pada masa Rasulullah ) tetapi sesuatu itu masuk dalam kaidah umum syara', maka tidaklah disebut bid'ah.

Sebagai contoh, berjabatan tangan sesudah shalat, ini tidak dikerjakan pada masa Rasulullah, tetapi ini masuk dalam kaidah umum, yaitu disunnahkan berjabatan tangan sesama Muslim kapan saja. Imam al-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : Siapa saja ( orang beriman ) bertemu, lalu saling berjabatan tangan, maka dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum mereka berpisah. Di dalam hadits kita disunnahkan untuk berjabatan tangan secara umum, tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Oleh karena itu, mengapa kita harus melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, dab bahkan malah dianjurkan.

Hadis Keutamaan Meninggal Hari Jumat Dhaif?

Situs www.arrahma.com menurunkan artikel yang melemahkan hadits tentang keutamaan meninggal pada hari atau malam Jum'at bertepatan dengan kepergian UJE. http://www.arrahmah.com/kajian-islam/keutamaan-meninggal-pada-hari-jumat-atau-malam-jumat.html

Llalu, benarkah hadits tersebut dha'if ? Penilaian kami, hadits tersebut minimal hasan, dengan alasan:
 

 1. Inqitha' dalam sanad al-Tirmidzi yang disebabkan oleh Rabi'ah bin Saif yang tidak mendengar langsung dari Abdullah bin 'Amr telah terjawab dengan ucapan al-Tirmidzi bahwa Rabi'ah mendengarnya dari Abu 'Abdirrahman al-Hubuli dari 'Abdullah bin 'Amr, dan Abu 'Abdirrahman al-Hubuli adalah perawi yang tsiqah.
 

Bagaimana Sayyidina 'Umar bertarawih?

Dalam kitab yang sama "Fath al-Bari" (lagi buka kitab ini saja), disebutkan:
تَكْمِيلٌ
لَمْ يَقَعْ فِي هَذِهِ الرِّوَايَةِ عَدَدُ الرَّكَعَاتِ الَّتِي كَانَ يُصَلِّي بِهَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ
وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي ذَلِكَ
فَفِي الْمُوَطَّأِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّهَا إِحْدَى عَشْرَةَ وَرَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مِنْ وَجْهٍ آخر وَزَاد فِيهِ وَكَانُوا يقرؤون بِالْمِائَتَيْنِ وَيَقُومُونَ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ
وَرَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ الْمَرْوَزِيُّ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ فَقَالَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ
وَرَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ فَقَالَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ
وَرَوَى مَالِكٌ مِنْ طَرِيقِ يَزِيدَ بْنِ خُصَيْفَةَ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَهَذَا مَحْمُولٌ عَلَى غَيْرِ الْوِتْرِ
وَعَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ قَالَ كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ
وَرَوَى مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ مِنْ طَرِيقِ عَطَاءٍ قَالَ أَدْرَكْتُهُمْ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَثَلَاثَ رَكَعَاتِ الْوِتْرَ

وَالْجَمْعُ بَيْنَ هَذِهِ الرِّوَايَاتِ مُمْكِنٌ بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَالِ
وَيُحْتَمَلُ أَنَّ ذَلِكَ الِاخْتِلَافَ بِحَسَبِ تَطْوِيلِ الْقِرَاءَةِ وَتَخْفِيفِهَا فَحَيْثُ يُطِيلُ الْقِرَاءَةَ تَقِلُّ الرَّكَعَاتُ وَبِالْعَكْسِ وَبِذَلِكَ جَزَمَ الدَّاوُدِيُّ وَغَيْرُهُ

وَالْعَدَدُ الْأَوَّلُ مُوَافِقٌ لِحَدِيثِ عَائِشَةَ الْمَذْكُورِ بَعْدَ هَذَا الْحَدِيثِ فِي الْبَابِ وَالثَّانِي قَرِيبٌ مِنْهُ وَالِاخْتِلَافُ فِيمَا زَادَ عَنِ الْعِشْرِينَ رَاجِعٌ إِلَى الِاخْتِلَافِ فِي الْوِتْرِ وَكَأَنَّهُ كَانَ تَارَةً يُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ وَتَارَةً بِثَلَاثٍ

Tarawih Berjamaah, Membangkang Imam Syafii?

Ada "Statement" yang berkembang di masyarakat, bahwa para pengikut Mazhab al-Shafi'i yang melaksanakan salat tarawih secara berjama'ah telah menyalahi/menyelisihi pendapat al-Imam al-Shafi'i sendiri.
Bagaimana "Statement" yang berkembang di kalangan ulama?

Dalam kitab "al-Umm" juga dijelaskan, bahwa:


فَأَمَّا قِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ فَصَلَاةُ الْمُنْفَرِدِ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْهُ
وَرَأَيْتهمْ بِالْمَدِينَةِ يَقُومُونَ بِتِسْعٍ وَثَلَاثِينَ، وَأَحَبُّ إلَيَّ عِشْرُونَ؛ لِأَنَّهُ رُوِيَ عَنْ عُمَرَ وَكَذَلِكَ يَقُومُونَ بِمَكَّةَ وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثٍ
Artinya: Aku lebih menyukai melaksanakan salat malam Ramadan dengan sendiri (tidak berjama'ah). Dan aku mendapati penduduk Madinah melaksanakan salat malam Ramadan sebanyak 39 raka'at, tetapi aku lebih suka melaksanakannya 20 raka'at; berdasarkan riwayat dari sahabat 'Umar dan diperkuat dengan amalan penduduk Mekkah, Kemudian mereka melaksanakan salat Witir sebanyak 3 raka'at.

Perbanyak Ibadah, Cari yang Mudah

Imbauan yang banyak kita dengar saat Ramadhan ialah perbanyak ibadah. Ternyata, melaksanakannya tidak semudah memberi imbauan. Apalagi jika yang terbayang di benak kita langsung pada ibadah-ibadah yang berat-berat, macam shalat malam yang panjang, khatam Al-Quran berkali-kali, duduk di masjid seharian untuk i’tikaf, ataupun shalat Tarawih 20 rakaat dengan bacaan panjang—hingga selesai 1 juz semalam.

Semua itu tidak termasuk berat bagi para santri—yang kesehariannya berada dalam pesantren dan lingkungan mengaji. Keadaan menjadi berbeda bagi para karyawan yang sehari-hari masih harus bekerja ke kantor. Berangkat pagi pulang sore hari. Apalagi, saat tiba di rumah badan sudah kelelahan. Tulisan kali ini mencoba menawarkan beberapa ibadah mudah yang bisa kita lakukan di sela-sela kesibukan bekerja saat bulan Ramadhan. Sesuai judul, semua ibadah itu mudah dilakukan.

Selasa, 09 Juli 2013

Komponen Penetapan Awal Puasa



Penentuan awal puasa atau awal Hari Raya—menurut hemat saya, tak sekadar soal bulan sudah masuk atau belum. Bila kita mau mengacu beberapa riwayat yang kita terima Sang anutan Nabi Muhammad SAW dan atsar para sahabat, sesungguhnya ada beberapa komponen yang menjadi pertimbangan pengambil keputusan. Atau setidaknya, menjadi pertimbangan kita sebagai orang awam dalam memilih ikut siapa. 

Berikut ini adalah beberapa komponen yang seharusnya kita cermati:

1. Hilal Sudah Terlihat

Senin, 08 Juli 2013

Awal Ramadhan 2013 Kembali Berbeda?




Prediksi sementara, awal Ramadhan 2013 ini kembali berbeda. Salah satu ormas besar di Indonesia, Muhammadiyah, sudah jauh-jauh hari mengumumkan awal Ramadhan bertepatan dengan Selasa, tanggal 9 Juli 2013. Sementara ormas besar lainnya, NU dan pemerintah masih menunggu hasil rukyah pada hari Senin sore. Pemerintah dan NU menyebar tim rukyah ke beberapa titik strategis untuk melihat keberadaan bulan awal Ramadhan. Kepastian awal Ramadhan akan ditentukan setelah laporan tim rukyah diterima. 

Kemungkinan berbeda dalam penentuan awal Ramadhan 2013 amat besar. Ketua tim lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, KH A. Ghazalie Masroeri, memprediksi awal Ramadhan bertepatan pada hari Rabu, 10 Juli 2013. 

Puasa, “Proposal Langsung di Meja”

Dalam beberapa versi hadis qudsi , disebutkan puasa sebagai ibadah spesial. Puasa satu-satunya ibadah yang nilai pahalanya langsung dibalas Allah SWT. Sesuai sifatnya yang tersembunyi, penilaiannya pun berbeda-beda. Puasa tidak hanya sekadar tidak makan-minum, tidak cuma menahan hawa nafsu hubungan suami istri, atau berbagai perbuatan-perbuatan makruh lainnya. Fungsi puasa ternyata jauh melebih sifat yang tampak.

Dengan tegas Allah SWT menyatakan, Dia-lah yang akan menentukan tiap balasan yang layak bagi orang yang berpuasa. Tentu saja kadar balasannya berdasarkan apa yang dilakukannya saat berpuasa atau sepanjang bulan Ramadhan. “Puasa untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.” Begitulah, bunyi salah satu hadis qudsi sahih.

Tarawih, Logika Ikut Sopir atau Kondektur

Diskusi itu terjadi sekitar setahun lampau. Usai mengimami tarawih sebuah musholla kecil. Seseorang yang jauh lebih senior menghampiri. Saya tahu, ia berasala dari ormas yang di berbeda pandangan dalam beberapa masalah fikih. Tiba-tiba ia melontarkan logika yang saya kira sangat aneh. Terkait jumlah rakaat shalat tarawih.

“Emang mau ikut sopir apa ikut kondektur,” ujarnya. Saya paham ia merujuk pada jumlah rakaat shalat malam Nabi SAW dan Umar bin Khattab. Nabi disebutnya sebagai sopir dan Umar disebutnya kondektur. Logika yang—menurut saya—benar, tapi membodohi dalam konteks pemahaman beragama.

Dalam riwayat shahih yang kita terima, Rasulullah SAW shalat malam di masjid Nabawi pada bulan Ramadhan. Para sahabat lalu berkumpul mengikuti beliau. Jumlah sahabat yang ikut berjamaah semakin banyak dan berlipat-lipat. Shalat jamaah itu berlangsung hingga malam kedua atau ketiga. Berapa jumlah rakaatnya? Tidak ada penjelasan terkait jumlah rakaatnya. Pada malam ketiga atau keempat, Rasulullah SAW tidak hadir ke masjid. Para sahabat galau menunggu Rasulullah di masjid. Hingga tiba azan Subuh, barulah Rasulullah keluar ke masjid.