Selasa, 31 Januari 2012

Belajar Qira’at Sab’ah, Luruskan Salah Paham


Selama ini, kesalahan besar yang berkenaan dengan pengumpulan al-Qur’an adalah bahwa pemahaman bahwa Ustman bin Affan memerintahkan untuk menuliskan al-Quran dalam satu bacaan yang sama dan menjadikan enam mushaf. Lalu, mushaf-mushaf tersebut di kirim ke daerah-daerah Islam, seperti Mekkah, Yaman, Kufah, Syam, Bashrah, dan di Madinah sendiri.

“Mulai sekarang, pemahaman seperti itu harus dicoret besar-besar. Dengan enaknya, mereka bilang kalau Utsman menyamakan bacaan al-Qur’an dan menjadikannya dalam enam mushaf Utsmani itu agar bacaan umat Islam sama. Ini harus diluruskan,” tegas Ustadz Fathoni dalam pengajian rutin Qira’at Sab’ah di Masjid Raudhatul Qur’an, Institut Ilmu Al-Quran (IIQ), Jumat (26/11).


Lebih lanjut, Ustadz Fathoni menjelaskan, bahwa ide penulisan Al-Qur’an pada masa Khalifah Utsman adalah suatu ketika pasukan muslimin sedang berperang di daerah Azerbaijan dan Armenia (uni Soviet). Prajurit Irak dan Syiria ternyata menemukan adanya perbedaan cara membaca Al-Qur’an. Karena, dulu Nabi saw. memang mengirimkan sahabat yang berbeda dengan bacaan yang berbeda ke daerah-daerah untuk mengajarkan al-Qur’an pada pendudukan setempat. Perbedaan ini membuat mereka saling bertikai. Kabar pertikaian itu pun sampai didengar Utsman bin Affan.

Maka, oleh Utsman dibentuklah tim penulisan wahyu. Tulisan-tulisan al-Qur’an (belum dibukukan—masih di tulang hewan, kulit binatang, atau di kayu) yang dikumpulkan pada masa Abu Bakr pun ditulis ulang oleh tim penulis wahyu yang terdiri dari Abdullah bin Amr bin Ash, Abdulah bin Zubair, Abdurrahman bin Harits bin Hisyam, dan Zaid bin Tsabit.

Ternyata, memang ada perbedaan cara membaca dalam mushaf-mushaf tersebut. Oleh tim penulis wahyu, semua perbedaan-perbedaan itu dituangkan dalam enam mushaf (atau dalam pendapat lain 5 mushaf) yang kemudian dikirim ke beberapa daerah seperti tersebut di atas. Jadilah, enam mushaf itu sebagai mushaf imam di beberapa daerah. Mengenai pemberian nama mushaf utsmani, dinisbatkan pada Khalifah Utsman karena penulisan itu dilakukan pada masa pemerintahana.

Lalu, pertanyaan berikutnya; apa yang dimaksud dengan qiraat sab’ah itu?
Ustadz Fathoni menjawab, bahwa keseluruhan Al-Qur’an dari awal hingga akhir itu tidak akan keluar dari tujuh perbedaan bentuk/wajah, antara lain: bentuk isim (mufrad, mutsanna, dan jama’), fi’il (madhi, mudhari’, dan amr), i’rab (rafa’, nasb, jar, dan jazm), naqis atau ziyadah, taqdim dan ta’khir, tabdil, dan perbedaan dalam bentuk dialek (lahjah).

“Jadi, tidak berarti jika seseorang membaca al-Quran dari seorang imam, dia telah membaca seluruh bentuk dari qiraah sab’ah yang terkandung dalam al-Qur’an. Akan tetapi, dia hanya membaca sebagian dari qiraat sab’ah itu,” jelas Ustadz Fathoni.

Masjid Raudhatul Qur’an IIQ sendiri mengadakan pengajian rutin ilmu langka ini 2 kali seminggu, yakni setiap Senin dan Rabu malam setelah Shalat Isya’. Masyarakat umum juga bisa mengikuti. [KHO]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar