Minggu, 16 Desember 2012

As'ad Syamsul Arifin (1897-1990)

Lahir di Mekkah. dari keluarga Madura asal Pamekasan yang mengaku keturunan bangsawan sekaligus ulama. Sekembalinya ke Madura, ayahnya, Kiai Syamsul Arifin mendirikan sebuah pesantren kecil di Kembang Kuning, Pamekasan, dan beberapa tahun kemudian juga mendirikan sebuab pesantren yang lebih besar di Situbondo, di bagian ujung timur pulau Jawa yang pada saat itu belum dibuka. As`ad sendiri dkirim belajar kepada Kiai Kholil Bangkalan dan Kiai Hasjim Asi'ari di Tebuireng, dan kemudian belajar lagi ke Mekkah. Mulai mengajar di pesantren ayahnya di Situbondo pada 1924, dan menggantikannya ketika sang ayah meninggal dunia pada 1951.


Terkenal sebagai guru pencak silat dan, terutama, ilmu kesaktian. Pesantrennya berkembang pesat, dan pada 1980-an merupakan salah satu yang terbesar di Jawa, yang menawarkan bukan hanya pendidikan tingkat menengah tetapi bahkan pendidikan tinggi Islam. Kiai As'ad tidak pernah memegang jabatan formal dalam kepengurusan NU (kecuali sebagai mustasyar, sejak 1984 hingga 1989). Namun. seiring dengan usianya yang semakin sepuh, pengaruhnya di kalangan ulama lain pun semakin bertambah, karena dia termasuk di antara sedikit murid Kiai Kholil Bangkalan dan Kiai Hasjim Asj'ari yang masih hidup.

Sekitar 1980-an dia menganggap dirinya, dan dianggap orang lain, sebagai pemuka ulama Madura. Wibawanya di kalangan pendudukan Madura sedemikian besar sehingga para pejabat tinggi pemerintah merasa perlu berhubungan dekat dengannya. Namun, wibawanya bukan tidak pernah tergoyahkan. Dalam sebuah konflik antara Kiai As'ad dan tarekat Tijaniyyah (yang mengalami perkembangan pesat) yang berlangasung sengit hampir sepanjang 1980-an, Kiai As'ad gagal keluar sebagai pemenang. Dia menderita kekalahan terbesarnya pada muktamar NU 1989, yang menunjukkan bahwa dirinya sudah tak terpakai lagi.
(Tempo 1984:1016-8 1986: 1094-5; Tempo 15-10-1983 dan 11-8-1990)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar