Minggu, 16 Desember 2012

Padamnya Api Majusi

Beliau dilahirkan tahun 570 Masehi. Tahun yang terkenal dengan sebutan Tahun Gajah. Rombongan pasukan gajah Abrahah menyerbu Mekah, hendak menghacurkan Ka'bah. Burung Ababil pun meluluhlantakkan mereka dengan batu-batu kecil neraka.

Ketika Aminah melahirkan Muhammad, terpancarlah cahaya yang menyinari istana Syam; empat belas tiang istana Kisra runtuh, dan api sesembahan Majusi pun padam. Kabar kelahiran itu pun sampai ke Abdul Muthallib. Sang kakek yang juga tokoh Quraisy saat itu. Betapa bahagianya Abdul Muthallib.
Bergegas ia membawa bayi itu ke Ka’bah. Ia mengucapkan syukur sebesar-besarnya. Bahagia sekali. Bayi itu diberinya nama Muhammad (orang yang terpuji). Nama yang tak lazin di kalangan Arab masa itu, tapi cukup dikenal.


Pada hari ketujuh kelahiran, Abdul Muthallib minta disembelihkan unta. Ia mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memberi nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi orang yang terpuji bagi Tuhan di langit dan makhluk-Nya di bumi,” jawab Abdul Muthallib.

Kebiasaan bangsawan Arab masa itu adalah menyusukan bayinya ke kabilah-kabilah pedalaman. Di pedalaman, udara masih segar dan murni. Biasanya bayi akan disusukan hingga berumur 8-10 tahun. Barulah ia dikembalikan ke keluarganya. Di antara kabilah itu adalah kabilah Bani Sa’d.

Pada harinya, datanglah wanita-wanita dari Bani Sa’d. Mereka mencari bayi untuk disusukan. Namun, mereka menghindari bayi yang yatim, karena mereka masih mengharapkan sesuatu imbalan dari ayah sang bayi. Sedangkan dari bayi yatim, sedikit sekali yang mereka harapkan. Maka, tak ada satu pun yang mendatangi bayi Muhammad.

Halimatus Sa’diyah (ibu susuan Muhammad) awalnya juga menolak Muhammad. Ternyata, yang tersisa hanya bayi Muhammad, sementara ia tak mendapatkan bayi susuan. Saat hendak pulang, Halimah berujar pada suaminya, “Aku tidak suka pulang bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi. Biarlah aku bawa anak yatim itu saja.”

“Baiklah, mudah-mudahan dengan itu Tuhan akan memberi berkah kepada kita,” jawab suaminya. Halimah pun kembali ke pedalaman dengan membawa bayi Muhammad.

Sejak saat itu, Halimah bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunya pun bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya.
Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar. Menambah indah bentuk dan pertumbuhan tubuhnya. Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya, dan menurut salah satu keterangan, atas kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa supaya lebih matang, juga dikuatirkan dari adanya serangan wabah di Mekah.

Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara. Menikmati udara pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat suatu ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi. Di pedalaman itu pulalah, menjelang usia tiga tahun, terjadi kisah datangnya dua orang malaikat dan pembedahan dada Muhammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar