Oleh: Istikhori
PENDAHULUAN
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua yang
khas Indonesia, yang tumbuh dan berkembang dari dan di tengah-tengah tradisi
bangsa Indonesia. Oleh karena itu di dalam masa penjajahan tempo dahulu,
pesantren merupakan basis pertahanan yang memiliki peran luar biasa penting
bagi perjuangan bangsa. Karenanya, pesantren perlu dibaca sebagai warisan
sekaligus kekayaan kebudayaan-intelektual Nusantara.
Lebih dari itu, pesantren
juga harus difahami sebagai benteng pertahanan kebudayaan itu sendiri karena
peran sejarah yang dimainkannya. Harapan ini tentu saja tidak terlalu meleset
dari konstruk budaya yang digariskan pendirinya. Selain diangan-angankan
sebagai pusat pengembangan ilmu dan kebudayaan yang berdimensi religius,
Pesantren juga dipersiapkan oleh pendirinya sebagai motor transformasi bagi
komunitas masyarakat dan bangsanya. Menariknya, segala angan-angan ini justru
diberangkatkan dari "bandara tradisi" masyarakat setempat.
Dalam perkembangan
sejarahnya, peran kebudayaan menonjol dan berpengaruh yang dimainkan pesantren,
hingga kini adalah konsentrasi dan kepeloporannya dalam mempertahankan dan
melestarikan ajaran-ajaran Islam ala Sunni (Ahlus-Sunnah wal Jamâ'ah)
serta mengembangkan kajian-kajian keagamaan melalui khazanah berbagai kitab
kuning (al-Kutub al-Qadîmah), yang sering disebut oleh kalangan Pesantren
sendiri sebagai "memperdalam agama" (Tafaqquh fid-Dîn). Bahkan,
wacana yang berkembang dalam dinamika pemikiran masyarakat umum serta kaum
intelektual menegaskan, bahwa pesantren merupakan bagian dari infrastruktur
masyarakat yang secara makro telah berperan menyadarkan komunitas masyarakat
untuk mempunyai keyakinan, idealisme, kemampuan intelektual dan perilaku mulia
(al-Akhlâq al-Karîmah) guna menata dan membangun karakter bangsa yang
paripurna.
Pesantren juga rajin dan
berusaha membentuk perilaku-perilaku masyarakat dan santrinya, agar lebih
menekankan, terutama, dimensi etika-moral dalam kehidupan mereka. Dan memang,
hal ini telah teruji dan mampu bertahan mengangkat pesantren menjadi sebuah
bengkel moral-spiritual, dan pusat pengkajian dan pengembangan intelektualitas
Islam klasik yang pernah mencapai puncak keemasannya dalam peradaban dunia.
Eksistensi ini sekaligus memberikan signifikansi yang strategis bagi pesantren
dalam proses kebangsaan. Dan demikianlah, hingga saat ini eksistensi dan nilai-nilai
pesantren masih terus dipertahankan, dan bahkan secara bertahap dikuatkan dikembangkan
agar dapat meningkatkan perannya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
menciptakan manusia yang seutuhnya, yang cerdas dari sisi intelektual dan spiritualnya.
Kemudian, mengutip pernyataan Sayid Agil Siraj, bahwa ada tiga hal
yang justeru masih belum dikuatkan dalam dunia pesantren itu sendiri. Pertama,
tamaddun yaitu upaya memajukan pesantren; bahwasanya masih banyak pesantren
yang dikelola secara sederhana dan alakadarnya, dimana penanganan manajemen dan
administrasinya masih bersifat kekeluargaan dan ditangani oleh kiainya sendiri.
Maka dalam hal ini, pesantren perlu berbenah diri. Kedua, tsaqafah,
yaitu bagaimana memberikan pencerahan kepada umat Islam agar kreatif-produktif,
dengan tidak melupakan orisinalitas ajaran Islam. Maka oleh karena demikian itu,
disamping para santri setia dengan tradisi kepesantrenannya, mereka juga dituntut
untuk dapat akrab dengan berbagai ilmu pengetahuan serta sains dan teknologi modern
lainnya. Ketiga, hadharah, yaitu membangun budaya. Dalam hal ini,
bagaimana budaya kita dapat diwarnai oleh jiwa dan tradisi Islam. Di sini,
pesantren diharapkan mampu mengembangkan dan mempengaruhi tradisi yang
bersemangat Islam di tengah hembusan dan pengaruh dahsyat globalisasi yang
berupaya menyeragamkan budaya melalui produk-produk teknologi yang tidak
bertanggung jawab. Namun demikian, pesantren akan tetap eksis sebagai lembaga
pendidikan Islam yang mempunyai visi mencetak manusia-manusia unggul, dengan
selalu berpegang teguh pada prinsip:
"المُحَافَظَةُ عَلىَ اْْلقََدِيْمِ الصَّالِحِ وَاْلأَخْذُ
بِالْجَدِيْدِ اْلأَصْلَحِ"
yaitu
tetap menjaga tradisi lama yang positif, dan mengimbanginya dengan mengambil
hal-hal baru yang positif (lebih baik). [1]
Memang tidak diragukan lagi, bahwa pesantren memiliki kontribusi
nyata dalam pembangunan pendidikan di negeri ini. Apalagi dilihat secara
historis, pesantren memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan
mengembangkan masyarakat. Bahkan ia mampu meningkatkan perannya secara mandiri
dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya. Karena
pembangunan manusia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau
masyarakat semata-mata, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen, termasuk
dunia pesantren. Pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan
mengembangkan masyarakat, kualitasnya harus terus didorong, diperjuangkan dan
dikembangkan seiring dengan tuntutan jaman modern.[2] Dalam rangka
pemenuhan beberapa point penting tersebut, maka secara mandiri namun pasti
pesantren perlu berbenah diri, mengemas kembali materi-materi yang diajarkan, dan
mengadopsi materi serta sistem yang konstruktif bagi kesinambungan pesantren
yang lebih baik, bermutu, dan memiliki daya saing tinggi, dengan menjadikan managemen
sebagai jembatan penghubung yang dapat menunjang tercapainya tujuan yang
diharapkan.
MANAJEMEN
KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PESANREN
1. Definisi
· Manajemen Kurikulum Pesantren
Manajemen
kurikulum adalah, segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian
tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi
belajar mangajar. Sedangkan kurikulum sendiri mempunyai arti yang sempit dan
arti yang luas. Kurikulum dalam arti sempit adalah jadwal pelajaran atau semua
pelajaran baik teori maupun praktek yang diberikan kepada siswa selama
mengikuti suatu proses pendidikan tertentu. Sedangkan dalam arti luas kurikulum
diartikan sebagai berikut.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan
potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum
disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.[3]
Sehingga dengan demikian
dapat dikatakan, bahwa salah satu komponen yang sangat penting pada suatu lembaga
pendidikan formal, yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi
pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan
dan kualitas hasil pendidikan, adalah kurikulum itu sendiri. [4]
Adapun istilah kurikulum itu sendiri bila kita
selidik lebih jauh, akan kita dapati bahwa ia berasal dari bahasa Yunani, yang pada
mulanya popular dalam bidang olah raga yaitu “Curere”, yang berarti
jarak terjauh yang harus ditempuh dalam olah raga lari mulai start hingga
finish. Kemudian dalam konteks pendidikan kurikulum diartikan sebagai “circle
of instruction”, yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid
terlibat langsung di dalamnya. [5]
Adapun
menurut Iskandar Wiryokusumo, kurikulum pendidikan adalah: “program pendidikan
yang disediakan sekolah untuk siswa”. [6]
Dan menurut S. Nasution,
kurikulum pendidikan adalah: “Suatu rencana yang disusun untuk melancarkan
proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung-jawab sekolah atau
lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.”[7]
Sementara dalam bahasa Arab
menurut Omar Muhammad (1979:478) term kurikulum dikenal dengan istilah manhaj,
yaitu suatu jalan terang yang dilalui oleh manusia dalam hidupnya. Dan adapun
dalam konteks pendidikan, manhaj itu sendiri dimaknai sebagai suatu
jalan terang yang dilalui oleh pendidik dan peserta didik untuk menggabungkan
pengetahuan keterampilan, sikap, dan seperangkat nilai.
Kemudian, menurut kebahasaan,
kata kurikulum dapat dibedakan menjadi dua bagian utama. Pertama dalam
pengertian yang sempit ataupun tradisional, yaitu sebagaimana yang dirumuskan
oleh Regan (1960:57) “the curriculummhas mean the subject taught in school
or the course of study.” Yang maksudnya adalah bahwa kurikulum merupakan
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah atau bidang studi. Kedua dalam
pengertian yang luas yang disebut juga dengan pengertian modern, yaitu
sebagaimana yang dirumuskan oleh Spear (1975:67) “The curriculum has looked
as being composed of all the actual experience pupils have under school
direction writing a course of study become but small part of curriculum
program.” Yaitu kurikulum merupakan semua pengalaman aktual yang dimiliki
oleh siswa di bawah pengaruh sekolah, sementara bidang studi merupakan bagian
kecil dari program kurikulum secara keseluruhan.
Dalam kontek pendidikan di pesantren, Nurcholis
majid mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Abdurrahman Mas’ud dkk. Bahwa
istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan)
dahulu. Walaupun sebenarnya materi pendidikan telah ada di dalam pesantren,
terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam
kehidupan di pesantren. Secara eksplisit, pesantren tidak merumuskan dasar dan
tujuan pesatren atau menerapkannya dalam bentuk kurikulum.[8]
Dari beberapa definisi dan
pemaknaan di atas dapat disimpulkan, bahwa kurikulum pada dasarnya merupakan
seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan tertentu
untuk mewujudkannya menjadi lembaga pendidikan yang diidamkan. Karenanya, dewasa
ini banyak kita dapati bahwa pesantren dalam kelembagaannya, mulai nampak mengembangkan
dirinya dengan jenis dan corak pendidikan yang bermacam-macam. Meski masih
banyak juga pesantren yang masih belum mampu melaksanakannya, karena faktor
keterbatasan dan hal-hal lainnya. Dan adapun disaat pesantren mencoba
mengembangkan potensinya, terutama dalam mutu pengajarannya, maka kurikulum
menjadi komponen utama yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi
pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak ukur keberhasilan
dan kualitas hasil pendidikan.
Adapun diantara contoh pesantren
yang mampu mengembangkan dirinya kaitannya dengan hal ini adalah pesantren Tebuireng
Jombang, dan pesantren Darussalam Gontor, dimana di dalam keduanya telah
berkembang madrasah, sekolah umum, sampai perguruan tinggi yang mana dalam
proses pencapaian tujuan institusionalnya selalu menggunakan kurikulum sebagai
acuan utama.
Maka, dapat disimpulkan juga bahwa
kurikulum pesantren adalah sebuah batasan-batasan atau patokan yang harus
dijadikan acuan untuk mekanisme pembelajaran dan mobilitas pesantren, dengan
tujuan dan sasaran-sasaran tertentu.
·
Teknologi Pesantren
Demikianlah pengertian dari kurikulum pesantren,
sebagaimana yang telah dipaparkan dalam definisi dan pemaknaannya diatas.
Selanjutnya adalah definisi tentang Teknologi Pesantren, dan ada baiknya sebelum
memasuki pemahasan dari Teknologi Pesantren yang dimaksud, kita mengetahui
dahulu
pengertian dari teknologi itu sendiri.
Kata “teknologi” seringkali diartikan sebagai suatu alat elektronik yang merupakan produk dari
suatu inovasi teknologi industri tertentu, atau yang sedang marak dewasa ini
adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) misalnya. Tapi oleh ilmuwan dan
ahli filsafat ilmu pengetahuan ia diartikan sebagai pekerjaan ilmu pengetahuan
untuk memecahkan masalah praktis. Sehingga dengan demikian, teknologi lebih mengacu pada usaha untuk memecahkan
masalah ataupun persoalan manusia.
Sementara itu “teknologi pendidikan” adalah suatu proses
yang kompleks yang bersinergi untuk menganalisis dan memecahkan masalah ataupun
persoalan belajar manusia, kaitannya dalam dunia pendidikan yang digelutinya.
Beberapa tokoh pendidikan, misalnya Mackenzie, dkk (1976) mendefinisikan, bahwa
teknologi pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan alat yang
digunakan dalam mencapai atau menemukan solusi permasalahan. Teknologi itu
sendiri dapat juga terdiri dari segala teknik atau metode yang dapat dipercaya untuk
melibatkan pelajaran; strategi belajar kognitif dan keterampilan berfikir kritis.
Berangkat dari pendefinisian Mackenzie terhadap
teknologi pesantren, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar terdapat lima point
penting yang merupakan bagian integral dari teknologi pendidikan, yaitu:
a)
Sistem berpikir:
Dimana sistem berpikir menjadikan seseorang lebih berhati-hati
dan tidak ceroboh dalam mengambil keputusan ataupun kebijakan, terutama dengan
munculnya beberapa model dalam dunia pendidikan. Hal ini penting sekali dalam
mengantisipasi terjadinya suatu perubahan yang tidak diinginkan. Tanpa sistem
berpikir ini, kita akan mendapatkan kesulitan dalam mengadakan peningkatan riil
dalam bidang pendidikan. Jadi sistem berpikir menghadirkan konsep sistem yang
umum, dimana berbagai hal saling memiliki keterkaitan.
b)
Desain system:
Desain sistem merupakan teknologi
merancang dan membangun suatu sistem yang baru. Dan ini dimaksud untuk mencapai
sebuah perubahan yang cepat dalam meningkatkan harapan. Desain sistem memberi
kita peralatan untuk menciptakan suatu sistem yang baru dan suatu strategi
untuk perubahan yang kita inginkan.
c)
Kualitas pengetahuan:
Kualitas pengetahuan merupakan sebuah
teknologi yang berfungsi memproduksi suatu produk, jasa, ataupun layanan yang
sesuai dengan harapan dan pelanggan. Ilmu pengetahuan yang berkualitas telah
menjadi alat yang sangat berharga dalam menstimulasi suatu inovasi pendidikan dalam
sekolah.
d)
Manajemen Perubahan:
Yaitu suatu cara untuk memandu
energi kreatif ke arah suatu perubahan yang positif. Dapat juga difahami
sebagai suatu sistem pemikiran yang berlaku pada aspek manajemen inovasi, yang mengacu
pada: perencanaan, organisasi, aktualisasi dan control.
e)
Teknologi pembelajaran:
Untuk teknologi pembelajaran ini,
kita akan mendapati padanya dua hal utama; yaitu peralatan Pelajar elektronik
(Komputer, multimedia, Internet, telekomunikasi), dan pembelajaran yang
didesain, metode dan strateginya diperlukan untuk membuat suatu peralatan
elektronik yang efektif.
Sehingga dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa teknologi pembelajaran merupakan suatu sistem pemikiran yang
berlaku untuk instruksi dan belajar.
Kaitannya dengan hal ini, ada empat
pilar yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam dunia pendidikan, sebagaimana
yang telah ditetapkan UNESCO, yaitu:
1.
Learning to know: “Belajar
untuk tahu”, dimana disini bukan sekedar mempelajari materi
pembelajaran, tetapi yang lebih penting dri itu adalah mengenal cara memahami
dan mengkomunikasikannya.
2.
Learning to do:
“Belajar untuk berbuat”, yaitu menumbuhkan semangat kreativitas,
produktivitas, ketangguhan, menguasai kompetensi secara professional, dan siap
menghadapi situasi yang selalu berubah.
3.
Learning to be; “Belajar
untuk menjadi”, Ia terkait pada hal pengembangan potensi diri yang meliputi
kemandirian, kemampuan bernalar, berimajinasi, kesadaranestetk, disiplin, dan
tangung jawab.
4.
Learning to live together: “Belajar
untuk hidup bersama”, yaitu pemahaman hidup selaras seimbang, dengan
menghormati nilai spiritual dan tradisi kebhinekaan, dalam konteks
keindonesiaan.
2.
Latar belakang
dari pentingnya sebuah Manajemen Kurikulum bagi pesantren.
Sebagaimana
yang telah dimaklumi bersama bahwasanya manajemen yang berlaku di pesantren
pada umumnya, merupakan manajemen kultural. Dimana dalam pelaksanaannya ia menggunakan
nilai-nilai (keyakinan atau kepercayaan) sebagai dasar pengembangan organisasi,
termasuk pendidikan (sekolah) tidak dapat dikelola secara struktural/birokratis
yang lebih menekankan pada perintah atasan, pengarahan, dan pengawasan, karena
dapat terjadi anggota organisasi hanya bekerja apabila ada perintah dan
pengawasan. Setiap orang bekerja dengan dasar nilai (keyakinan) yang mendorong
adanya keterlibatan emosional, sosial, dan pikiran demi melaksanakan tugas
pekerjaannya.[9]
Dan
dalam manajemen kultural, kultur lebih fokus terhadap nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan dan norma-norma individu dan bagaimana persepsi-persepsi
ini bergabung atau bersatu dalam makna-makna organisasi.[10]
Kultur
organisasional adalah suatu karateristik semangat dan keyakinan sebuah
organisasi, yang ditunjukkan, misalnya, dalam norma-norma dan nilai-nilai yang
secara umum berbicara tentang bagaimana seharusnya orang bersikap terhadap
orang lain, suatu sifat pola hubungan kerja yang harus dikembangkan dan
dirubah. Norma-norma ini sangat dalam, asumsi-asumsi kaku yang tidak selalu
diekspresikan, dan selalu diketahui tanpa bisa dipahami”.[11]
Maka
sebuah menajemen kurikulum mutlak diperlukan sebuah balai pendidikan pesantren
dewasa ini, dalam upaya menigkatkan mutu dan kwaitas penidikan didalamnya agar
lebih terencana dan terprogram degan baik. Dengan memahami beberapa hal-hal
yang terkait dengan kurikulum itu sendiri dengan baik.
A.
Ruang
Lingkup Manajemen Kurikulum
Dalam
Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal
1 butir 9 disebutkan bahwa Kurikulum adalah: (1) seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan (2) bahan pelajaran, serta (3) cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.
Butir (1) yang berbunyi “seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi”, pada Kurikulum 1994 diwujudkan dalam Buku
Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum. Butir (2) yang berbunyi “bahan
pelajaran”, pada Kurikulum 1994 diwujudkan dalam Buku Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP). Sedangkan butir (3) yang berbunyi “cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”, pada Kurikulum 1994
diwujudkan dalam Buku-buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulum.[12]
Kemudian
dipertegas lagi pada pasal 37 bahwa kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang
masing-masing satuan pendidikan.
Terdapat tiga jenis organisasi kurikulum
yaitu :
1.
Kurikulum Terpisah
( Sparated Subject Curriculum) dimana bahan-bahan disajikan terpisah dan
seolah-olah terdapat pembatas antara bidang yang satu dengan yang lain.
2.
Kurikulum
Berhubungan ( Correlated Curriculum) yaitu kurikulum yang menunjukan
adanya hubungan antara mata pelajarah yang satu dengan yan lain. Seperti IPS
(gabungan dari mata pelajaran Sejarah Geografi, Ekonomi, Sosiologi ), IPA
(gabungan dari Fisika, Biologi, Kimia).
3.
Kurikulum terpadu (Integrated
Curriculum) yaitu kurikulum yang meniadakan batas-batas antara berbagai
bidang dan didalam mata pelajaran tersebut terdapat keterpaduan mata pelajaran.
B.
Perencanaan
Kurikulum
Perencanaan
adalah suatu proses memeprsiapkan serangkaian keputusan untuk mengambil tindakan
dimasa yang akan datang yang diarahkan kepada tercapainya tujuan-tujuan dengan
sarana yang optimal.
Pedoman-pedoman perencanaan yang
merupakan tujuan pendidikan dan sususna bahan pelajaran, pemerintah pusat
mengeluarkan pedoman umumyang harus diikuti oleh sekolah untuk menyusun
perencanaan yang bersifat operasional disekolah, pedoman tersebut antara lain :[13]
1.
Struktur Program
Struktur program adalah susunan bidang
perajaran yang harus dijadikan pedoman pelaksanaan kurikulum di suatu jenis dan
jenjang sekolah. Struktur program merupakan landasan untuk membuat jadwal
pelajaran.
2.
Penyusunan Jadwal
Pelajaran
Jadwal pelajaran adalah urut-urutan mata
pelajaran sebagai pedoman yang harus di ikuti dalam pelaksanaanpemberian pelajaran. Jadwal
pelajran sangat bermanfaat dalam pembelajaran yang dilakukan oleh setiap
institusi pendidikan.
3.
Penyusunan Kalender
Pendidikan
Tujuan
penyusunan kalender pendidikan adalah agar pengunaan waktu selama satu tahun
terbagi secara merata dan sebaik-baiknya dari peningkatan mutu pendidikan. Hal
yang diatur dalam kalender pendidikan adalah pemerimaan siswa baru, prosedur
pengisian haripertama sekolah, kegiatan belajar mengajar, kegiatan dalam Libran
sekolah, upacara-upacara sekolah, kegiatan ekstrakurikuler.
4.
Pembagian Tugas
Guru
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
tugas kepada guru :
a.
Sesuai bidang
keahlian guru.
b.
Sistem guru kelas
dan system guru bidang studi
c.
Formasi, yaitu
susunan jatah petugas sesuai dengan banyaknya dan jenis tugas yang dipikul.
d.
Beban tugas guru
menurut ketentuan 24 jam per minggu.
e.
Terdapat
kemungkinan adanya perangkapan tugas mengajar jika jumlah guru kurang.
f.
Masa kerja dan
pengalaman mengajar dalam bidang studi yang diampu.
5.
Pengaturan atau
Penempatan Siswa
Dalam pengaturan kelas siswa biasanya
diatur setelah siswa melakukan daftar ulang.
6.
Penyusunan Rencana
Mengajar
Penyusunan rencana pembelajaran dilakukan
memelui dua tahap yaitu :
a.
Tahap penyusunan
rencana terurai, adalah pembuatan program garis besar tetapi terperinci
mengenai penyajian bahan pelajaran selama sat tahun.
b.
Tahap penyusunan
satuan pelajaran.
7.
Perencanaan
kurikulum di bedakan menjadi dua yakni tingkat pusat dan dan yang diaksanakan
oleh sekolah.
a.
Perencanaan tingkat
pusat, meliputi tujuan pendidikan, bahan pelajaran. Dalam tujuan pendidikan terdapat
TIU dan TIK.
b.
Bahan
pembelajaran,dari pusat kemudian di serahkan kepada sekolah dalam bentuk
Garis-Garis Besar Program Pengajaran ( GBPP).
c.
Perencanaan yang
harus dilakukan disekolah.
8.
Pelaksanaan
Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum merupakan interaksi
belajar mengajar yang setidaknya melalui tiga tahap yaitu :
a.
Tahap persiapan
pembelajaran, adalah kegiatan yang dialakukan guru sebelum melakukan proses
pembelajaran.
b.
Tahap pelaksanaan
pembelajaran, adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleg guru dan murid
mengenai pokok bahasan yang harus di sampaikan. Dalam tahap ini terbagi menjadi
tiga bagian yaitu pendahuluan, pelajaran inti, dan evaluasi.
c.
Tahap penutupan,
adalah kegiatan yang dilakukan setelah penyampaian materi.
3.
Implementasi
Kurikulum dalam dunia pesantren.
Ada banyak pesantren modern
yang menerapkan menajemen kurikulum dalam proses belajar mengajar, atau
pedidikan di dalam pesantren itu sendiri, namun bagi pesantren yang mengikuti
pola salafi (tradisional), mungkin kurikulum belum dirumuskan secara baik.
Kurikulum pesantren “salaf” yang statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal hanya mempelajari
kitab-kitab klasik yang meliputi:
Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, Tasawwuf, Bahasa Arab (Nahwu,
Sharaf, Balaghah dan Tajwid), Mantiq dan
Akhlak. Pelaksanaan kurikulum
pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau
masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi, ada tingkat awal, menengah dan tingkat
lanjutan. Gambaran naskah agama yang harus dibaca dan dipelajari oleh santri, menurut Zamakhsyari
Dhofier mencakup kelompok “Nahwu
dan Sharaf, Ushul Fiqh, Hadits,
Tafsir, Tauhid, Tasawwuf, cabang-cabang yang lain seperti Tarikh
dan Balaghah”. [14]
Adapun karakteristik
kurikulum yang ada pada pondok pesantren modern, mulai diadaptasikan dengan
kurikulum pendidikan Islam yang disponsori oleh Departemen Agama (Kementerian
Agama) melalui sekolah formal (madrasah). Kurikulum khusus pesantren
dialokasikan dalam muatan lokal atau diterapkan melalui kebijaksanaan
sendiri.
Gambaran
kurikulum lainnya adalah pada pembagian waktu belajar, yaitu mereka belajar
keilmuan sesuai dengan kurikulum yang ada di perguruan tinggi (sekolah) pada
waktu-waktu kuliah. Waktu selebihnya dengan jam pelajaran yang padat dari pagi
sampai malam untuk mengkaji ilmu Islam khas pesantren (pengajian kitab klasik).
[15]
Fenomena pesantren sekarang yang mengadopsi
pengetahuan umum untuk para santrinya, tetapi masih tetap mempertahankan
pengajaran kitab-kitab klasik merupakan upaya untuk meneruskan tujuan utama
lembaga pendidikan tersebut, yaitu pendidikan calon ulama yang setia kepada
paham Islam tradisional. [16]
Kurikulum
pendidikan pesantren modern merupakan perpaduan antara pesantren salaf dan sekolah (perguruan tinggi),
diharapkan akan mampu memunculkan output pesantren berkualitas yang tercermin
dalam sikap aspiratif, progresif dan tidak “ortodoks” sehingga santri bisa
secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban dan bisa
diterima dengan baik oleh masyarakat karena mereka bukan golongan eksklusif dan
memiliki kemampuan yang siap pakai.
Mencermati
hal di atas, bentuk pendidikan pesantren yang hanya mendasarkan pada kurikulum
“salafi” dan mempunyai ketergantungan yang berlebihan pada Kiai tampaknya
merupakan persoalan tersendiri, jika dikaitkan dengan tuntutan perubahan jaman
yang senantiasa melaju dengan cepat ini.
Bentuk
pesantren yang demikian akan mengarah pada pemahaman Islam yang parsial karena
Islam hanya dipahami dengan pendekatan normatif semata. Belum lagi output (santri)
yang tidak dipersiapkan untuk menghadapi problematika modern, mereka cenderung
mengambil jarak dengan proses perkembangan jaman yang serba cepat ini.
Pesantren
dalam bentuk ini, hidup dan matinya sangat tergantung pada kebesaran kiainya,
kalau di pesantren tersebut masih ada Kiai yang “mumpuni” dan dipandang mampu
serta diterima oleh masyarakat, maka pesantren tersebut akan tetap eksis.
Tetapi sebaliknya, jika pesantren tersebut sudah ditinggal oleh kiainya dan
tidak ada pengganti yang mampu melanjutkan, maka berangsur-angsur akan
ditinggalkan oleh santrinya. Oleh karena itu, inovasi dalam penataan kurikulum
perlu direalisasikan, yaitu merancang kurikulum yang mengacu pada tuntutan
masyarakat dewasa ini dengan tidak meninggalkan karakteristik pesantren yang
ada, sebab kalau tidak, besar kemungkinan pesantren tersebut akan semakin
ditinggalkan oleh para santrinya.
Dalam
bentuk kedua, pesantren yang telah mengadopsi kurikulum dan lembaga sekolah,
hubungan ideal antara keduanya perlu dikembangkan. Kesadaran dalam
mengembangkan bentuk kedua ini, tampaknya mulai tumbuh di kalangan umat Islam.
Namun dalam kondisi riil, keberadaan pesantren yang telah mengadopsi kurikulum
sekolah (madrasah), ternyata belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Di sana-sini masih banyak terlihat kendala yang dihadapinya
sehingga hasilnya pun belum pada taraf memuaskan. Oleh karena itu, upaya untuk
merumuskan kembali lembaga yang bercirikan pesantren yang mampu untuk memproduk
siswa (santri) yang benar-benar mempunyai kemampuan profesional serta berakhlak
mulia senantiasa perlu dilakukan terus-menerus secara berkesinambungan. [17]
Dengan kesadaran ini dapat diyakini bahwa
integritas pendidikan sekolah ke dalam lingkungan pendidikan pesantren,
sebagaimana tampak dewasa ini, merupakan kecenderungan positif yang diharapkan
bisa menepis beberapa kelemahan masing-masing.
Bagi pendidikan pesantren, integrasi semacam
itu merupakan peluang yang sangat strategis untuk mengembangkan tujuan
pendidikan secara lebih aktual dan kontekstual.
Mastuhu secara praktis memberikan konsep tentang model dan
paradigma Pendidikan pesantren yg diharapkan menjadi orientasi dan landasan
dalam kurikulum lembaga Pendidikan pesantren di Indonesia, yaitu: [18]
- Dasar
Pendidikan;
Pendidikan pesantren harus mendasarkan pada “teosentris’ dengan
menjadikan “antroposentris” sebagai bagian esensial dari konsep
teosentris. Hal ini berbeda dengan pendidikan sekuler yang hanya bersifat
antroposentris semata.
- Tujuan
Pendidikan;
kerja membangun kehidupan duniawiyah melalui pendidikan sebagai perwujudan
mengabdi kepada-Nya. Pembangunan kehidupan duniawiyah bukan menjadi tujuan
final tetapi merupakan kewajiban yang diimani, dan terkait kuat dengan
kehidupan ukhrawiyah tujuan final adalah kehidupan ukhrawi dengan ridla
Allah SWT.
- Konsep
manusia;
Pendidikan Islam memandang manusia mempunyai fitrah yang harus
dikembangkan tak seperti pendidikan sekuler yang memandang manusia dengan tabularasa-nya.
- Nilai;
Pendidikan
pesantren berorientasi pada Iptek sebagai kebenaran relatif dan Imtaq
sebagai kebenaran mutlak. Berbeda dengan pendidikan sekuler yang hanya
berorientasi pada Iptek saja. [19]
Pengembangan kurikulum Pendidikan pesantren yang terus menerus
menyangkut seluruh komponen merupakan sesuatu yang mutlak untuk dilakukan, agar
ia tak kehilangan relevansi dengan kebutuhan riil yang dihadapi komonitas
pendidikan Islam yang cenderung terus mengalami proses dinamika transformatif.
Pendidikan pesantren yang dibangun atas dasar pemikiran yang Islami
bertolak dari pandangan hidup, dan pandangan tentang manusia, serta diarahkan
kepada tujuan pendidikan yang dilandasi kaidah – kaidah Islam. Kurikulum yang
demikian biasa mengacu pada sembilan prinsip utama sebagai berikut :
ü Sistem dan pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan
fitrah manusia, agar tetap berada dalam kesucian dan tak menyimpang.
ü Kurikulum hendaknya mengacu kepada pencapaian
tujuan akhir pendidikan Islam, sambil memperhatikan tujuan – tujuan di
bawahnya.
ü Kurikulum perlu disusun secara bertahap,
mengikuti periodisasi perkembangan peserta didik.
ü Kurikulum hendaknya memperhatikan kepentingan
nyata masyarakat, seperti kesehatan keamanan administrasi dan pendidikan.
Kurikulum hendaknya pula disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan, seperti
iklim dan kondisi alam yg memungkinkan adanya perbedaan pola kehidupan agraris
industri dan komersial.
ü Kurikulum hendaknya terstruktur dan
terorganisasi secara integral.
ü Kurikulum hendaknya realistis. Arti kurikulum
dapat dilaksanakan sesuai dengan berbagai kemudahan yang dimiliki tiap negara yang
melaksanakannya.
ü Metode pendidikan yang merupakan salah satu
komponen kurikulum ini hendaknya bersifat fleksibel.
ü Kurikulum hendaknya efektif untuk mencapai
tingkah laku dan emosi yg positif.
ü Kurikulum hendaknya memperhatikan tingkat
perkembangan peserta didik, baik fisik emosional ataupun intelektualnya, serta
berbagai masalah yang dihadapi dalam tiap tingkat perkembangan seperti pertumbuhan
bahasa kamatangan sosial dan kesiapan religiusitas. [20]
4.
Pemanfaatan teknologi, sebagai bagian dari
implemenatasi Teknologi pendidikan dipesantren.
Berangkat dari pemahaman teknologi secara definitive sebelumnya, teknologi
juga dapat difahami sebagai bagian integral dalam setiap budaya, makin maju
suatu budaya, makin bayak dan makin canggih teknologi yang digunakan, meski
teknologi dalam pemahama yang umum bukanlah sebagaimana pemahaman kita tentang
teknologi pembelajaran. Namun demikian, teknologi sebagai alat bantu elektronik
misalnya, merupakan bagian mutlak yang digunakan dalam memuluskan penerapan
teknologi pembelajaran itu sendiri dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
dunia pesantren.
Objek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia,
belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai perubahan dalam diri seseorang atau
lembaga yang relative menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan
keterampilan, yang disebabkan oleh pemikiran atau pengalaman. Dan belajar itu
sendiri terjadi kapan saja dan dimana saja.
Adapun wujud sumbangan teknologi pendidikan di pesantren adalah sebagai
disiplin keilmuan, dan sebagai bidang garapan, serta kontribusinya dalam bidang
pembangunan pendidikan. Adapun batasan umum tentang pengertian teknologi itu
sendiri yaitu:
1.
Proses, yang
meningkatkan nilai tambah
2.
Produk, yang
digunakan/ dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja.
3.
Struktur atau system,
dimana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Teknologi memasak misalnya,
adalah proses bagaimana mengolah bahan mentah (sayuran, tempe, dll) dengan
menggunakan produk berupa, pisau, wajan, panci dll. Untuk mengahasilkan produk berupa makanan,
dan makanan itu sendiri adalah komponen dari system kelangsungan hidup berupa
gizi dan nutrisi, yang perlu dilengkapi dengan komponen lain, seperti minum,
makan, oleh raga dan sebagainya.[21]
Perlu disadari bahwa semua bentuk teknologi, termasuk teknologi
pendidikan adalah system, yang diciptakan oelh manusia unruk suatu tujuan
tertentu, yang pada intinya adalah mempermudah manusia dalam memperingan
usahanya. Meningkatkan hasilnya, dan menghemat tenaga, serta sumber daya yang ada. Maka bertolak
pada lantasan palasafah dan pembenaran ilmiah ini, teknologi pendidika didepinisikan
sebagai teori dan praktek dalam merancang, menerapkan dan mengelola, menilai
dan meneliti proses, sumber dan system belajar. [22]
Terkait dengan ini, diakui atau tidak, pondok pesantren baik secara
kelembagaan dan substansi pendidikannya telah begitu banyak mengalami perubahan,
dan perubahan itu akan terus berlanjut terkait dengan perubahan sosial dan
perubahan peraturan dan kebijakan yang ada.
Oleh karena itu, Pengembangan pesantren bukanlah hal baru, dan akan
terus dilakukan baik oleh internal pesantren maupun bekerja sama dengan lembaga
lain. Secara internal, pesantren sudah memiliki caranya sendiri, misalnya
melalui saling mengambil menantu antar pihak keluarga pesantren atau mengambil
menantu dari kalangan santri yang pandai. Disamping itu, pesantren juga
memiliki prinsip menjaga dan berkembang yang hingga saat ini masih
dijalankan. Dengan demikian, untuk berkembang, bagi pesantren bukanlah hal
baru. [23]
Upaya lain yang perlu ditempuh demi pengembangan mutu pendidikan
pesantren adalah penggunaan teknologi di pesanteren dalam rangka meningkatkan
mutu SDM pesantren. Mencermati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada
masa kini dan mendatang dan menerapkannya dalam proses KBM. Maka oleh karena
itu, pendidikan pesantren tidak boleh mengesampingkan pendidikan Teknologi
Informasi (TI), terutama dalam menumbuhkan Islamic technological-attitude
(sikap berteknologi secara Islami) dan technological-quotient
(kecerdasan berteknologi) sehingga santri memiliki motivasi, inisiatif dan
kreativitas yang tinggi untuk memahami teknologi.
Ketersediaan TI dan pemanfaatannya di lembaga pendidikan pesantren,
sekalipun sederhana dan terbatas untuk proses, akan meningkatkan pembelajaran
dalam hal peningkatan efektifitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran di
pesantren. Namun, kemajuan TI di pesantren tidak mungkin terwujud tanpa adanya
sumberdaya manusia yang berkualitas. Dan diantara sumber daya manusia di
pesantren adalah para Ustadz ataupun dewan guru, yang secara langsung terlibat
langsung dalam proses belajar-mengajar dan sebagainya. karenanya, sumber daya
ustadz yang baik dan berkualitas mutlak diperlukan oleh pesantren.
·
e-Pesantren
Kemajuan
Teknologi Informasi dan Komunikasi telah mendorong terjadinya banyak perubahan, termasuk dalam bidang pendidikan
yang melahirkan konsep e-learning.
Dengan
e-learning, pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Teknologi informasi dan Komunikasi juga sangat memungkinkan
dimanfaatkan di pesantren sehingga menghasilkan
konsep e-pesantren. e-pesantren memberikan para
santri, ustadz, dan pengelola
pesantren untuk mengambil banyak manfaat, di antaranya; fleksibilitas program pendidikan, dakwah syiar islam, dan
bahan kajian yang dapat dibuat lebih menarik
dan
berkesan.
Integrasi
teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan di pesantren meningkatkan kualitas pendidikan di
pesantren dan kemudahan dakwah.
Dampak
ikutan dengan integrasi teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan adalah mendorong percepatan computer literacy
pada masyarakat Indonesia. [24]
5.
Sumber
Daya Ustadz Sebagai Modal Bagi Pelaksanaan Kurikulum dan Teknologi Pesantren.
Sebagaimana dimaklumi, bahwa
di antara sumber daya manusia pesantren yang berkualitas, yang harus ada pada
unsur pesantren adalah ustadz. Sebagai pembantu kiai, mereka mengayomi para
santri di pesantren dalam pelaksanaan dua sistem pengajaran; yaitu system
sorogan, yang disebut system individual, dan sistem bandongan atau wetonan,
yang sering disebut sistem kolektif. Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap
murid mendapat kesempatan untuk belajar secara langsung dari kiai atau pembantu
kiai, yang tidak lain adalah para ustadz. [25]
Ternyata ilmu hal sebagaimana
termaktub dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Syeh Az-Zarnuji semakin
meyakinkan kita akan pentingnya penggunaan teknologi bagi kalangan pesantren
dan lembaga keislaman lainnya sebagai persiapan menghadapi tantangan ke depan.
Hal ini tentunya dibarengi dengan penguasaan penggunaan teknologi itu sendiri
bagi SDM yang ada. [26]
Terkait dengan teknologi
pembelajaran di pesantren dalam pemanfaatan Teknologi Informasi (TI), dengan
SDM ustadz, bahwa kesesuaian latar belakang pendidikan
ustadz, tidak sepenuhnya ustadz di pesantren sasaran berpendidikan sarjana
komputer, tetapi ustadz-ustadz tersebut berpendidikan S1 yang menguasai tentang
Teknologi Informasi.
Karena
secara umum penguasaan TI di sini lebih banyak diasah secara otodidak dan pengalaman, dan tingkat penguasaan para
ustadz pun masih sebatas penggunaan tool, atau alat standar pada aplikasi
software, dan belum kepada penguasaan program software.
Mereka adalah orang-orang
yang memiliki visi dan tahu betul apa yang harus dilakukan, agar teknologi
informasi memberikan guyuran manfaat sebesar-besarnya bagi para santri dan bagi
pesantren, dalam mencapai tujuan luhur, dan bukan malah menceburkan santri dan
institusi pesantren dalam bahaya besar yang selalu mengintai di belantara maya.
PENUTUP
Manajemen
kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian
tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha meningkatkan kualitas interaksi
belajar mangajar. Sedangkan Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Perencanaan
adalah suatu proses memeprsiapkan serangkaian keputusan untuk mengambil
tindakan dimasa yang akan datang yang diarahkan kepada tercapainya
tujuan-tujuan dengan sarana yang optimal.
Sementara itu “teknologi pendidikan”
adalah suatu proses yang kompleks yang bersinergi untuk menganalisis dan memecahkan
masalah ataupun persoalan belajar manusia, kaitannya dalam dunia pendidikan
yang digelutinya. Maka jika diterapkan dalam pesantren ia akan berfungsi untuk
memecahkan segala persoalan yang dihadapi pesantren degan menggunakan strategi
tertentu.
Dari pembahasan
di atas juga dapat digarisbawahi bahwa upaya pengembangan kurikulum dan
teknologi di pondok pesantren dipandang sangat urgen, terutama untuk menghadapi
tantangan perubahan jaman sekaligus sebagai antisipasi terhadap segala
konsekuensi yang menyertainya. Dengan demikian, pesantren mempunyai potensi
besar untuk menjadi lembaga pendidikan ideal bagi masyarakat Indonesia.
Agar
potensi tersebut benar-benar teraktualisasi menjadi kekuatan nyata, maka
pesantren harus berbenah diri dalam melaksanakan fungsi kependidikannya,
terutama dalam hal yang berkaitan dengan pengembangan/ inovasi pendidikan
pesantren, termasuk peningkatan mutu tenaga pendidik (para ustadz) di peantren,
dengan pemanfaatan teknologi yang proporsional.
Adapun
model pembelajaran dengan metode sorogan dan bandongan sebagai tradisi akademik
di pesantren masih tetap relevan, meski perlu dikembangkan menjadi model
sorogan dan bandongan yang dialogis. Di
samping itu, perlu pengembangan bahan pembelajaran tertentu, terutama yang
menonjolkan penalaran dan pemikiran filosofis. Bagaimanapun juga, keberhasilan
upaya-upaya pengembangan pesantren, sangat tergantung kepada pesantren yang
bersangkutan karena pengasuh dan para ustadz di pesantren itu sendiri yang
seharusnya memiliki posisi sentral untuk menggerakkan roda dan dinamika
pesantrennya. Wallahu a’lam bish-Shawab.
****
Daftar Pustaka
Az-Zarnuji,
Ta’lim al-Muta’allim fi Thuruq al-Ta’lim (Semarang: Toha Putra, TT).
Azra,
Azyumardi, “Pembaharuan Pendidikan Islam: Sebuah Pengantar”, dalam
Marwan Saridjo, Bunga rampai
Pendidikan Agama Islam (Jakarta: CV Amissco, 1996).
Ainurrafiq, “Pesantren dan
Pembaharuan: Arah dan Implikasi”, dalam Abuddin Nata, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001).
Bawani, Imam, Tradisionalisme dalam
Pendidikan Islam (Surabaya: al-Ikhlas, 1998).
Dhofier,
Zamakhsayari, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1982).
Dian, Media
Pendidikan (Fakultas Pendidikan dan Keguruan UIN SGD, Bandung) vol. XXIV,
No. 1.
Maimun dan Subki, Modernisasi
Pengelolaan Pendidikan (Mataram: Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram).
Mastuhu, Prinsip Pendidikan Pesantren
(Jakarta: P3M, 1988).
Murtiyasa, Budi, MAKALAH;
PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI DAKWAH DAN
PENDIDIKAN DI PESANTREN (Universitas
Muhammadiyah, Surakarta). disampaikan pada Diksusi Ahli “Pemanfaatan TIK
di Pesantren” tanggal 3 April 2008 di Pondok
Pesantren Tremas Pacitan.
Nasution,s. Kurikulum dan
Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).
Wiryokusumo, Iskandardan Usman Mulyadi, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Bina Aksara, 1988).
Syifa, Hilda Ainis S.PdI, M.Ag dan Alimudin S.Pd.I, Makalah:
Tela’ah Pesantren; Potret dari Masa ke Masa, (Universitas Garut: Pogram
Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam).
Yasmadi, Drs., MA. Modernisasi Pesantren
(Jakarta : Ciputat Press, 2002).
[1] Drs. Yasmadi, MA. Modernisasi Pesantren
(Jakarta : Ciputat Press, 2002), hal. 61.
[2]Maimun dan Subki, Modernisasi Pengelolaan
Pendidikan (Mataram: Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram), hal. 1
[3]Depdiknas. 2006. BSNP, Panduan
Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta. Badan Standar Nasional Pendididkan.
[4] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta:
Bumi Aksara, 1995), hal. 13.
[5] http//www.rahmat.blog.,or.id
[6]
Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum
(Jakarta: Bina Aksara, 1988), hal. 6.
[7] Nasution, Kurikulum, hal. 5.
[8] Nurcholis Majid, Bilik-bilik
pesantren, Sebuah potret perjalanan (Jakarta: Paramadina,1997)
[9] Prof Sodiq Aziz Kuntoro. 2008. Materi
Perkuliahan Manajemen Berbasis Pesantren, Madrasah, dan Sekolah. Program
Pascasarjana Prodi Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[10] Tony Bush & Marianne Coleman.
2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan (terj.) oleh.
Fahrurrozi. Yogyakarta: IRCiSoD., hal. 133 atau Tony Bush and Marianne Coleman.
2000. Leadership and Strategic Management in Education., London:Paul
Chapman Publishing Ltd., p. 42.
[11] Ibid., hal 133-134
[12]ttp://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi/di
akses pada tanggal 10 April 2008.
[13]
Suharsimi Arikunto, dkk. 2008. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta.
FIP-UNY. Hlm. 133-140.
[14] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren
(Jakarta: LP3ES, 1982), hal. 50.
[15]Ainurrafiq,
“Pesantren dan Pembaharuan: Arah dan Implikasi”, dalam Abuddin Nata, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), hal. 155.
[16] Imam Bawani, Tradisionalisme dalam
Pendidikan Islam (Surabaya: al-Ikhlas, 1998), hal. 95-96.
[17] Azyumardi Azra, “Pembaharuan Pendidikan
Islam: Sebuah Pengantar”, dalam Marwan Saridjo, Bunga rampai Pendidikan Agama Islam
(Jakarta: CV Amissco, 1996), hal. 2.
[18] Hj.
Hilda Ainis Syifa S.PdI, M.Ag dan Alimudin S.Pd.I, Makalah: Tela’ah
Pesantren; Potret dari Masa ke Masa, (Universitas Garut: Pogram Studi
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam).
[19] Ibid.
[20] 28 Mastuhu, Prinsip Pendidikan Pesantren
(Jakarta: P3M, 1988), hal. 19.
[21] Prof. Dr. Yusuf Hadi Miarso, M.Sc.,
Kontribusi teknologi pendidikan dalam pembangunan pendidikan (Maalah;
yang disampaikan dalam seminar Internasional dan temu Ilmiah FIP/JIP
se-Indonesia, Manado: 2007).
[22] Ibid.
[23] Dian, Media Pendidikan (Fakultas
Pendidikan dan Keguruan UIN SGD, Bandung) vol. XXIV, No. 1, 100.
[24]Budi
Murtiyasa, MAKALAH; PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI DAKWAH DAN
PENDIDIKAN DI PESANTREN (Universitas
Muhammadiyah, Surakarta). disampaikan pada Diksusi Ahli “Pemanfaatan TIK
di Pesantren” tanggal 3 April 2008 di Pondok
Pesantren Tremas Pacitan, yang diselenggarakan
oleh Depkominfo, Jakarta.
[25] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi
Pesantren: Studi tentang Pandangan
Hidup Kiai (Jakarta:
LP3ES, 1982), hlm. 28. Dan Mastuhu, Prinsip
Pendidikan Pesantren (Jakarta: P3M, 1988), hal. 19.
[26] Az-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim fi Thuruq
al-Ta’lim (Semarang: Toha Putra, TT), hal. 4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar