Selasa, 14 Februari 2012

Promosi Pesantren dan Loyalitas Masyarakat Terhadap Pesantren


Oleh: Kasan Bisri

I.                    PENDAHULUAN
Transformasi pesantren yang fenomenal telah terjadi dindoensia. Gejala paling jelas adalah bahwa pesantren dalam beberapa  dasawarsa terakhir kian terlibat pendidikan umum; bahkan juga dalam upaya pembangunan bangsa untuk kemajuan dan kewargaan kultural. Atas dasar itu, sistem pendidikan islam Indonesia termasuk ke dalam rangking system pendidikan paling terbuka dan inovatif di dunia. Hal ini agaknya masih kurang diketahui dan disadari banyak kalangan. Karena itu, pemahaman dan apresiasi lebih baik terhadap pesantren pastilah perlu dikembangkan terus, baik dalam maupun luar negeri.
Sosialisasi informasi ataupun promosi pesantren kepada masyarakat perlulah dilakukan dengan tujuan memberikan pemahaman yang benar mengenai pesantren. Hal ini juga bisa menanamkan citra yang baik dalam benak masyarakat.
Di sisi lain, anggapan bahwa pesantren sebagai tempat persemaian benih-benih radikalisme (seeds of radicalism) yang berujung pada jihadism atau terrorism dapat dihilangkan.
Untuk menjadi institusi pendidikan yang diterima, dipercaya, dan diminati oleh masyarakat, paling tidak ada dua hal yang harus dilakukan oleh pesantren. Pertama, pembenahan internal pesantren dalam hal sumber daya pengajar/ustadz, manajemen, kurikulum, pelayanan dan juga infrastruktur. Kedua, sosialisasi pesantren agar lebih dikenal oleh masyarakat kegiatan ini bisa juga disebut promosi pesantren.
Berdasarkan pemaparan di atas, makalah yang sederhana ini hendak membahas tentang promosi pesantren,  langkah apa saja yang harus dilakukan untuk  promosi dan bagaimana membentuk loyalitas masyarkat terhadap pesantren. 

II.                  PEMBAHASAN
A.     PROMOSI PESANTREN
Definisi,
Untuk memahami arti promosi, disini penulis mengutip beberapa definisi diantaranya adalah Charles W. Lamb yang mendefinisikan promosi sebagai ”Komunikasi oleh pemasar yang menginforasikan dan meningkatkan calon pembeli mengenai sebuah produk mengetahui suatu pendapat atau memperoleh suatu respon”.[1] Sedangkan menurut Irwan Dani promosi adalah “usaha yang ddilakukan agar calon pembeli member perhatian kepada usaha, barang atau jasa yang ditawarkann untuk kemudian mendorongnya untuk membeli”.[2]
Definisi yang lain dikemukakan oleh indriyo Gitosudarmo yang mengatakan promosi sebaai kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar mereka dapat menjadi kenal akan produk yang ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen dan kemudian konsumen menjadi senang lalu membelinya.[3]
Dari beberapa defnisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa promosi adalah cara komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendorong atau menarik calon konsumen agar membeli atau menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Ringkasnya promosi merupakan alat komunikasi yang bersifat sosialisasi dan persuasif agar konsumen mau menkonsumsi produk dan atau jasa kita.[4]
Dengan demikian promosi pesantren adalah usaha penyampaian informasi oleh pesantren atau pihak lain untuk mendorong serta menarik masyarakat untuk menggunakan jasa yang disediakan oleh pesantren yang notabenenya sebagai institusi pendidikan islam.
Pada dasarnya kegiatan promosi adalah bagaimana mengkomunikasikan kepentingan-kepentingan seseorang, lembaga atau masyarakat untuk dapat saling berinteraksi. Pesantren sebagai lembaga pendidikan sangat mempunyai kepentingan dalam mengkomunikasikan kegiatannya kepada masyarakat, namun sayangnya kepentingan promosi bagi pesantren sangatlah dianggap tabu. Selama ini pesantren sesuai ajaran islamnya sangatlah menghindari hal-hal yang bersifat riya’.[5]
Disisi lain masyarakat kita juga ingin tahu: Apa visi dan misinya? Apakah pesantren berorientasi profit? Apa nilai keunggulan pesantren? Bagaimana prestasi yang telah dicapai dan reputasinya?  Dsb. Semua itu ingin diketahui oleh masyarakat pemakai dan jika tidak dikomunikasikan kepada khalayak, bisa saja seseorang salah persepsi terhadap pesantren. Dalam hal inilah promosi berperan penting untuk meyampaiakan pesan dan informasi mengenai pesantren kepada masyarakat.
Tujuan Promosi Pesantren,
Tujuan utama dari promosi yang dilakukan oleh organsasi secara mendasar terdiri dari beberapa hal antara lain berupa: menginformasikan, mempengaruhi, membujuk dan mengingatkan konsumen tentang organisasi (pesanten).[6]
Oleh karena itu tujuan utama promosi pesantren dapat diuraikan sebagai berikut:
a)      Menyebarkan informasi mengenai pesantren kepada masyarakat sebagai target pasar potensial.
b)     Untuk mendapatkan kenaikan jumlah santri-santri baru (kuantitas).
c)      Membedakan serta mengunggulkan pesantren dibanding pesantren atau institusi pendidikan yang lain.
d)     Membentuk citra pesantren di mata masyarakat sesuai dengan yang diinginkan.
Metode Promosi Pesantren,
Dalam melakukan suatu promosi maka sangat diperlukan beberapa alat promosi yang mendukung keberhasilannya. Berikut ini adalah beberapa alat promosi yang dapat digunakan untuk mempromosikan pesantren:[7]
a)      Promosi dari mulut ke mulut (mouth to mouth promotion).
Model promosi ini merupakan model yang umum dilakukan melalui penyampaian informasi produk atau jasa yang sedang dipromosikan oleh satu individu ke individu lainnya tanpa ada batasan tempat dan waktu. Tehnik promosi pesantren hanya megandalkan pengalaman yang dialami oleh individu sebelumnya ynag telah mengenal produk yang bersangkutan, dalam kasus pesantren adalah para alumni pesantren.
b)     Media luar (outdoor promotion).
Promosi model ini adalah dengan menggunakan baliho, spanduk, selebaran, papan nama dan seterusnya.
c)      Iklan (advertising).
Iklan merupakan bagian dari promosi penjualan. Promosi penjualan artinya setiap usaha yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan baik jangka pendek maupun jangka panjang.[8] DR. Basu Swastha mendefinisikan periklanan adalah “komunikasi non-induvidu dengan sejumlah biaya melalui berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga, serta individu-individu”.[9]
Kesimpulannya adalah bahwa iklan merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran dari produsen ke konsunmen melalui media komunikasi massa semisal; reklame, baliho, radio, televise, surat kabar, majalah dsb.
d)     Pameran dan eksibisi (exhibition).
Pameran merupakan salah satu cara untuk mempromosikan produk maupun jasa. Metode ini lumrah dilakukan oleh perusahaan maupun pabrik manufacturing dan penyedia jasa dimana beberapa perusahaan mempromosikan produknya dalam waktu dan tempat yang sama.
Metode ini mungkin jarang, atau bahkan tidak pernah, dilakukan oleh institusi pesantren. Namun demikian hal ini layak dicoba untuk membangun image pesantren bahwa dewasa ini pesantren tidak lagi hanya bergumul dengan sarung, peci (kopyah), dan kitab kuning tapi sudah mulai merambah dunia teknologi. Santri tidak lagi hanya belajar ilmu agama namun mereka juga dibekali ilmu umum, teknologi, dan keahlian.
Eksibisi pesantren sangatlah mungkin dilakukan sekarang ini disamping telah adanya wadah persatuan ma’had islami indonesia juga adanya divisi khusus untuk pesantren dalam kementrian agama Indonesia. Dalam hal ini kita bisa mengaca pada pameran-pameran institusi pendidikan yang sering dilakukan oleh beberapa universitas luar negeri di Indonesia.

Teori AIDDA,
Promosi hakikatnya adalah  aktifitas persuasif yang dilakukan terhadap sekelompok masyarakat sehinnga mereka tertarik untuk menuruti perkataan maupun anjuran pelaku promosi.
Apabila kita hendak mengadakan kegiatan persuasi dalam usaha memperkuat, mempengaruhi serta mengubah pendapat, sikap dan tingkah laku, maka seyogianya kita memperhatikan dengan seksama faktor-faktor deteminan internal, faktor-faktor hambatan pesuasi, faktor – faktor evasi terhadap persuasif dan faktor-faktor norma kelompok.

Banyak sarjana memberikan pikirannya tentang pendekatan dalam kegiatan persuasi, yang umunya mempunyai tendensi yang sama, yaitu yang disebut A-A Procedure atau from Attention to Action Producedure. A-A Procedure ini adalah proses pertahapan persuasi yang dimulai dengan usaha menumbuhkan perhatian (attention) untuk kemudian akhirnya berusaha menggerakkan seseorang atau orang banyak agar berbuat (action) seperti yang kita harapkan.[10]
Adapun formula atau pendekatan yang disebut sebagai A-A Procedure dalam AIDDA atau disaingkat dari tahap-tahap komunikasi persuasi, dapat dijadikan sebagai landasan pelaksanaan, berikut penjelasannya:
A Attention : Perhatian
I Interest : Minat
D Desire : Hasrat
D Decision : Keputusan
A Action : Tindakan /Kegiatan
Dalam tahap ini, komunikasi persuasi didahului dengan upaya membangkitkan perhatian. Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam gaya bicara dengan kata-kata yang merangsang, tetapi juga dalam penampilan (appearance) ketika menghadapi khalayak, senyum yang tersungging pada wajah yang cerah sudah bisa menimbulkan perhatian pada khalayak.
Apabila perhatian sudah terbangkitkan, maka tahap selanjutnya adalah upaya menimbulkan minat. Upaya ini bisa berhasil dengan mengutarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan komunikan. Karena itu, komunikator harus mengenal siapa komunikan yang dihadapinya, “Know Your Audience”, kenalilah khalayakmu, demikianlah nasehat ahli komunikasi.
Tahap selanjutnya, dengan memunculkan hasrat pada komunikasi untuk melakukan ajakan, bujukan atau rayuan komunikator. Disini imbauan emosional perlu ditampilkan oleh komunikator, sehingga pada tahap berikutnya komunikan dapat mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu kegiatan yang diharapkan.
Promosi dalam Perspektif Islam,
Tentunya dalam mempromosikan pesantren haruslah didasari nilai-nilai yang islami. Hal ini sangatlah penting karena yang kita promosikan adalah sebuah institusi pendidikan islam. Jangan sampai tujuan promosi untuk menarik minat masyarakat malah menjadi  bumerang bagi pesantren sendiri.
Nilai-nilai keislaman yang dapat dijadikan sebagai paradigma dalam promosi yang islami adalah sebagai berikut:
1.      Tulus, ikhlas (sincerety)
promosi yang dilakukan haruslah dilandasi atas niat yang baik, tulus dan ikhlas serta  tidak merendahkan produk lain.
2.      Kejujuran (honesty)
informasi yang disampaikan sesuai denganspesifikasi produk itu sendiri, tidak menyelewengkan informasi tentang suatu jasa atau produk. Tidak disertai sumpah palsu sebagaimana Rasulallah menghimbau para sahabat;
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ الأَنْصَارِىِّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم يَقُولُ:
« إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِى الْبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ ».  (رواه مسلم و النسائي)[11]

artinya: dari Abi Qotadah al-Anshori dia mendengar Rasulallah SAW bersabda: “jauhkan dirimu dari bnyak bersumpah dalam berjualan karena sesungguhnya ia memanipulasi (iklan dagangan) kemudian menghilangkan keberkahan.
3.      Penuh makna (meaningful)
Pesan yang disampaikan mempunyai nilai pendidikan kepada masyarakat, termasuk tidak mengeksploitasi tubuh wanita dalam melakuan periklanan.
4.      Bertanggung jawab (accountability)
Bertanggung jawab terhadap apa yang dipromosikan dan menepati janji-janji yang diberikan dalam sebuah promosi.  Maka dari itu tidak diperkenankan membuat iklan yang berlebih-lebihan dan terlalu banyak memuji produk sendiri agar laku.[12]

B.      STRATEGI PROMOSI PESANTREN
Pelaksanaan promosi pesantren akan melibatkan beberapa tahap, yaitu:
a)      Menentukan tujuan. Tujuan promosi merupakan awal dari kegiatan promosi. Jika lembaga ingin menentukan beberapa tujuan sekaligus maka hendaknya dibuat skala prioritas atau tujuan mana yang hendak dicapai.
b)     Mengidentifikasi pasar yang dituju. Segmen pasar yang akan dicapai oleh lembaga dalam kampanye promosinya harus dibatasi secara terpisah menurut factor demografis atau psikografis. Pasar yang ditujuharus terdiri individu-individu yang bersedia menggunakan jasa yang bersangkutan. Untuk produk baru tes pemasaran sangat bermanfaat untuk mengetahui pembeli-pembeli potensial.
c)      Menyusun anggaran. Setelah pemimpin ponpes menyusun tujuan promosinya dan mengidentifikasi segmen pasar yang bersangkutan maka disusunlah anggaran promosi. Ini jelas bukan sederhana karena pentingnya promosi sangat ditentukan oleh factor-faktor seperti tindakan pesaing dan jenis produk.
d)     Memilih berita. Berita yang tepat untuk mencapai sasaran yang dituju harus dipersiapkan dengan tepat. Sifat berita promosi sangat berbeda jika produknya masih pada tahap perkenalan dengan siklus kehidupannya, maka informasi produk akan menjadi topic utama. Sedangkan pada tahap selanjutnya perusahaan lebih cenderung mengutamakan tema promosi yang bersifat persuasive.
e)      Memilih alat dan media promosi. Bila ingin melakukan iklan di media tertentu maka hendaknya dipilih jenis media mana yang paling cocok untuk melakukan promosi. Apakah menggunakan media cetak, elektronik, atau cukup dengan mouth to mouth dan lewat ajakan figur kyai yang berkharisma?
f)       Mengukur efektifitas . pengukuran efektifitas keberhasilan promosi lewat car manapun yang dipakai sangatlah penting. Semakain dini kemampuan mendeteksi efektifitas promosi akan semakin mengurangi ongkos yang terbuang-buang sia-sia. Tanpa dilakukan pengukuran efektifitas tersebut, sulitlah diketahui apakah tujuan promosi itu dapat dicapai atau tidak.
g)      Mengendalikan dan memodifikasi kampanye promosi. Setelah dilakukan pengukuran efektifitas ada kemungkinan diadakan perubahan rencana promosi. Perubahan dilakukan untuk seluruh perencanaan promosi yang penting bagi lembaga harus memperhatikan kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat untuk menghindari kesalahan yang sama di masa datang.[13]

C.      LOYALITAS PESANTREN
Oliver mengungkapkan dalam definisi loyalitas pelanggan atau konsumen yaitu komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha – usaha pemasaran mempunyai potensial untuk memyebabkan perubahan perilaku.[14]
Loyalitas masyarakat terhadap pesantren dapat dimaknai sebagai preferensi yang dilakukan masyarakat secara konsisten untuk menggunakan jasa pesantren tertentu dibandingkan pesantren atau institusi pendidikan yang lain. Hal ini karena masyarakat sudah dekat dan terbiasa dengan pesantren. Kebiasaan itu terbentuk melalui interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa adanya hubungan yang kuat niscaya loyalitas tidak akan pernah ada.
Masyarakat yang loyal terhadap pesantren  memeliki ciri-ciri sebagai berikut:[15]
1.      Menggunakan jasa pesantren dengan menitipkan putra-putrinya.
2.      Memiliki komitmen pada pesantren.
3.      Selalu mengikuti informasi yang berkaitan pesantren
4.      Mereferensikan kepada orang lain.
5.      Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari pesantren dan mereka selalu mengembangkan hubungan dengan pesantren tersebut.

Tingkatan Loyalitas,
Individu maupun kelompok masyarakat  tumbuh untuk menjadi loyal memerlukan proses dan tahapan. Proses itu dilalui dalam jangka waktu tertentu dengan kasih sayang, dan dengan perhatian yang diberikan pada tiap-tiap tahap pertumbuhan. setiap tahap memiliki kebutuhan khusus. Ada empat tingkatan loyalitas masyarakat terhadap pesantren, yakni:[16]
1.      Terrorist Poeple adalah masyarakat yang suka menjelek-jelekan suatu pesantren dikarenakan tidak suka atau pernah tidak puas dengan layanan yang diberikan.
2.      Transactional Poeple, yaitu masyarakat yang memiliki hubungan dengan pesantren yang sifatnya hanya sebatas transaksi, kelompok ini hanya menggunakan jasa pesantren saja.
3.      Loyal Poeple, masyarakat jenis ini tidak hanya melakukan repeat buying, tetapi lebih jauh lagi sangat loyal dengan produk dan merek perusahaan. Bila ada orang lain yang menjelekkan pesantren, kelompok ini tetap bertahan, ia tetap bersama pesantren seburuk apapun orang menjelekkannya.

4.      Advocator Poeple, merupakan kelompok masyarakat yang selalu membela pesantren dan menjadi juru bicara yang baik kepada khalayak umum. Bahkan mereka akan marah apabila ada orang lain yang menjelek–jelekkan pesantren tersebut.

Keuntungan Loyalitas Masyarakat,
Imbalan dari loyalitas bersifat jangka panjang dan kumulatif. Semakin lama loyalitas seseorang, semakin besar keuntungan yang dapat diperoleh pesantren. Keuntungan-keuntungan pesantren apabila mempunyai kelompok masyarakat yang loyal diantaranya yaitu:
1.      Posisi dan keberadaan pesantren semakin kuat ditengah-tengah masyarakat.
2.      Penjualan naik karena pelanggan membeli lebih banyak dari perusahaan.
3.      Biaya promosi pesantren akan menurun karena masyarakat yang loyal dan yang merasa puas akan bercerita kepada orang lain.
4.      Nama baik pesantren dan kepercayaan masyarakat semakin tinggi.
5.      Pesantren lebih terlindungi dalam persaingan dengan institusi-institusi lain.

Faktor Pembentuk Loyalitas Masyarakat,
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya ataupun terciptanya loyalitas masyarakat kepada pesantren, diantaranya adalah:
1.      Sosok kyai yang berkharisma.
2.      Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh pesantren.
3.      Kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat.
4.      Citra pesantren yang positif.




















III.                KESIMPULAN
Promosi pesantren sangatlah penting untuk dilakukan dewasa ini. Promosi membuat masyarakat lebih familiar lagi dengan pesantren, tidak hanya masyarakat muslim bahkan juga non muslim syukur-syukur dengan promosi pesantren bisa ‘goes to international’. Dan tentunya ini pun akan berdampak positif terhadap pesantren. Dengan promosi diharapkan pesantren mampu menjadi institusi pendidikan islam yang semakin  diterima, dipercaya, dan diminati oleh masyarakat.
Namun demikian kepercayaan serta loyalitas masyarakat terhadap pesantren haruslah tetap dijaga. Prinsip al-muhafadhah ala al-qadim as-shalih wa al-ahdzu bi al-jadid al-aslah diharapkan tidak hanya sekedar menjadi omongan saja tapi harus benar-benar menjadi landasan gerak pesantren. Karena prinsip ini menunjukkan bahwa pesantren merupakan organisasi yang inklusif terhadap perubahan yang selalu berbenah diri, bukannya menjadi organisasi yang anti perubahan (ekslusif).
Wallahu a’lam.








DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Syuaib al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, (Mesir: Dar Ibn al-Jauzi, 2010)
Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri; Wajah Baru Pendidikan Islam (Bandung: Mizan, 2009)
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa,(Bandung: Alvabet, 1992)
Charles W. Lamb, Pemasaran, (Jakarta: Salemba Empat, 2001)
Halim, dkk., Manajemen Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005)
Hamzah Ya’kub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: VC. Diponegoro, 1992)
Irwan Dani, Bagaimana Memperbaiki Pemasaran Anda, (Jakarta:Friedrich Ebert Stiffung, 1999)
Jill Griffin, Customer Loyalty: Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesetian Pelanggan, (Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama, 2005)
Marius P. Angipora, Dasar-Dasar Pemasaran, (Jakarta: Grafindo Persada, 2001)
Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, (Mesir: Dar Ibn al-Jauzi, 2010)
 Onong Uchyana Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000)
Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen, (Bandung: CV.Alfabeta, 2008)




[1] Charles W. Lamb, Pemasaran, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hlm. 146
[2]  Irwan Dani, Bagaimana Memperbaiki Pemasaran Anda, (Jakarta:Friedrich Ebert Stiffung, 1999) hlm. 66
[3] Ibid.
[4]  Promosi dalam makalah ini adalah istilah yang sering digunakan dalam manajemen bisnis atau pemasaran bukan promosi dalam Manajemen sumber daya manusia. Promosi dalam manjemen SDM biasa dikenal dengan istilah ‘promosi jabatan’, dan istilah ini sejajar dengan istilah-istilah mutasi / rotasi pekerjaan, demosi (turun pangkat) dan  PHK.
[5]  Halim, dkk., Manajemen Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hlm. 33
[6] Marius P. Angipora, Dasar-Dasar Pemasaran, (Jakarta: Grafindo Persada, 2001), hlm. 339
[7]  Dalam teori promosi umum disebutkan alat-alat promosi yang lebih banyak seperti promosi konsumen, promosi dealer, resiporitas,  jaminan dan servis dan penawaran komperatitif. Namun disini penulis hanya menyebutkan beberapa alat promosi yang sekiranya sesuai dengan dunia pesantren.
[8] Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa,(Bandung: Alvabet, 1992), hlm. 139
[9]  Marius P. Angipora, Dasar-Dasar Pemasaran, Op.Cit., hlm. 344
[10]  Onong Uchyana Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000)
[11]  Muslim bin Hajjaj, , Shahih Muslim, (Mesir: Dar Ibn al-Jauzi, 2010),  hlm. 449. Ahmad bin Syuaib al-Nasa’I, Sunan al-Nasa’I, (Mesir: Dar Ibn al-Jauzi, 2010), hlm. 507.
[12]  Hamzah Ya’kub, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), hlm.  156.
[13] Halim, dkk., Manajemen Pesantren, Op.Cit., hlm. 29-31
[14]  Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen, (Bandung: CV.Alfabeta, 2008), hlm. 129
[15] Jill Griffin, Customer Loyalty: Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesetian Pelanggan, (Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama, 2005), hlm. 31
[16] Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Op.Cit., hlm.134-135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar